Share

BAB 2. Berbagi Cerita

Alya kembali ke ruang kerjanya dengan mata sembab dan langkahnya yang gontai. Banyak pasang mata yang menatap penuh tanya saat melihat kondisi yang terjadi kepada Alya. 

Tentu saja semua orang yang melihat keadaan Alya tidak seperti biasanya itu saling bertanya satu sama lain. Dan mereka hanya mengira jika sesuatu buruk terjadi pada ibu gadis tersebut.

Tiba di ruang kerjanya, sambutan pertama yang Alya dapatkan adalah tatapan cemas dari Vira, rekan kerja satu profesi dengannya yang menjadi desain tiap pakaian yang diproduksi oleh pabrik tekstil tersebut.

Vira yang mendapati keadaan temannya yang sedang tidak baik-baik saja itupun tidak tinggal diam. Dia segera mendekat, menatap penuh tanya kepada wanita yang terbiasa ceria itu masuk dengan mata sembab yang masih memerah.

“Apa yang terjadi?”  Vira yang mendapati sang teman sedang tak baik-baik saja itu pun menjadi panik. 

Setelah mereka melakukan absensi masuk bekerja,  Vira sudah tidak mendapati temannya kembali masuk ke ruang kerjanya. Dan kini di jam yang sudah menunjukkan keterlambatan setengah jam dari jam masuk bekerja mereka, dia mendapati Alya yang datang dengan keadaan mata sembab. Vira yakin, jika Alya habis menangis sehingga keadaannya menjadi seperti ini.

“Apa ibumu baik-baik saja? Atau ada sesuatu yang terjadi?”

Vira yang belum mendapat jawaban dari sang teman itu pun mendesak dengan berbagai pertanyaan. Dia tahu, jika kemarin Ibu Alya masuk ke rumah sakit dan yang dia tahu jika kondisi Ibu dari temannya itu masih dalam keadaan kritis.

Alya menatap pada Vira, Gadis itu tidak langsung menjawab. Akan tetapi, dia langsung memeluk Vira yang berada tepat di hadapannya. Alya menumpahkan tangisnya kembali, dipelukan salah satu rekan kerjanya yang sangat tahu bagaimana kondisi kehidupan keluarganya.

Vira tidak bertanya kembali, Dia membiarkan Alya menangis tersedu dalam pelukannya itu dengan harapan temannya itu mendapat kelegaan. Mungkin, dia akan kembali bertanya di saat kondisi Alya sudah mulai membaik.

Beberapa saat setelah menumpahkan tangisnya, atas segala kesulitan yang sedang dihadapinya. Tangis Alya mulai mereda dan dia merasa lega itu pun melepas diri dari pelukan yang dilakukannya bersama Vira.

“Terima kasih,” ucap Alya, setelah keadaan dirinya merasa jauh lebih baik dari sebelumnya.

Vira mengulas senyum ceramahnya, dia mengangguk dan mengusap pundak Alya naik turun dengan penuh perhatian.

“Tidak masalah. Apa kondisimu sudah jauh lebih baik? Jika memang ingin menangis lagi, menangislah. Aku akan selalu bersedia meminjamkan Bahuku untukmu jika ingin kau menumpahkan tangismu,” kata wanita tersebut yang usianya berbeda 4 tahun dari Alya 

Vira yang sangat baik kepada Alya itu, sudah seperti seorang kakak bagi gadis berusia 20 tahun itu.

Alya yang mendengar kalimat dari Vira itu pun terkekeh, dia menjadi malu saat wanita yang menjadi teman baiknya itu selalu tahu apa yang terjadi dalam dirinya. 

“Terima kasih, Mbak. Mbak selalu menjadi orang yang tahu sisi lemahku,” kata Alya pada Vira. 

Vira tersenyum lembut kepada Alya. Dia menggenggam tangan Alya untuk menyalurkan kekuatan kepada gadis malang yang dikenalnya itu.

“Apa kamu ingin bercerita denganku? Jika kamu tidak ingin bercerita denganku pun aku tak masalah. Asal kau tahu, aku akan selalu ada untukmu. Meski aku tidak bisa membantu banyak, setidaknya aku bisa meringankan beban yang tersimpan dalam benak dan dadamu. Mungkin dengan berbagi keresahanmu. Kamu akan jauh lebih baik dan merasakan kelegaan dalam dirimu.” 

Vira tidak ingin memaksa Alya untuk menceritakan Sebab Dia menumpahkan tangis pada bahunya tadi. Dia ingin memberikan ruang kepada sang teman. Dia yakin, saat temannya itu sudah siap berbagi keresahannya Alya pasti datang kepadanya.

“Aku yang jadi tidak enak dengan Mbak Vira. Aku sudah sering nyusahin Mbak. Malu sekali aku, Mbak. Bukan berbagi kebahagiaan kamu melainkan selalu berbagi kesedihan kepada Mbak Vira.” 

Alya mengungkapkan rasa tak nyamannya tersebut kepada Vira. Sejujurnya kepada Vira lah, Alya bisa menumpahkan segala keluh kesahnya. Wanita yang menjadi teman, rekan kerja, sekaligus Kakak angkatnya itu sudah terlalu baik kepada dirinya dan juga keluarganya. Jadi, kehidupan Alya bersama keluarganya. Vira sudah tahu banyak pastinya. 

Vira terkekeh, dia menatap Alya dengan sorot matanya yang begitu teduh dan berkata. 

“Kamu ini seperti sama siapa saja bicara seperti itu. Mbak tidak suka kamu berkata seperti itu, sudah berapa kali Mbak bilang jika kamu bisa menganggap Mbak ini kakakmu sendiri,” terang wanita itu. 

Alya terdiam sesaat, Dia terlihat sedang mempertimbangkan sesuatu untuk menyampaikan kepada Vira atas perbuatan yang baru saja dia lakukan tanpa sepengetahuan dari temannya itu. Setelah merasa dia perlu menyampaikan kesulitan yang terjadi pada ada dirinya, akhirnya Alya pun kembali buka suara.

“Aku habis dari divisi keuangan, Mbak,” ucap Alya tiba-tiba. 

Sontak, kalimat yang baru saja disampaikan oleh Alya kepada Vira itu membuat wanita yang sejak tadi menunggu untuk temannya bercerita itu sangat terkejut.

Dia menatap tak percaya pada Alya, keberanian dan dorongan apa yang sedang membuat gadis itu mendatangi divisi keuangan selain masalah pinjam meminjam. 

Apakah Alya sedang kesulitan keuangan, atau sedang membutuhkan pinjaman? Apa yang membuat Alya melakukan semua itu?

“Kamu ke sana? Apa yang terjadi, hingga kamu mendatangi divisi keuangan?” Tanya Vira ingin tahu. 

Tentu saja dia merasa penasaran. Sebab apa yang membuat Alya yang pagi tadi terlihat baik-baik saja. Dan kini, keadaan yang terjadi jauh dari kata baik. 

“Dokter bilang, Ibu mengalami pembengkakan pada jantungnya. Dan harus segera dioperasi jika keadaannya sudah melewati masa kritisnya. Aku butuh uang banyak. Mbak tau sendiri jika kami tak punya jaminan untuk dapatkan pinjaman dari bank. Aku coba buat ajukan pada pihak accounting.”

Kalimat Alya mulai melemah, dia merasa ragu untuk menyampaikan penolakan mentah-mentah yang dilakukan oleh manajer baru di bagian keuangan. 

“Apa mereka memberikan pinjaman uang? Memang berapa jumlah uang yang kamu butuhkan?” 

Tanpa bertanya, Vira seharusnya tahu jika jumlah biaya operasi jantung sangatlah mahal.

“Pak Evan, manajer keuangan baru itu menolak permintaan Alya, Mbak,” jawab Alya dengan nada putus asanya. 

Cairan bening di balik kelopak mata yang semula sudah mengering itu kembali berkaca-kaca.

“Jumlah uang yang Alya butuhkan begitu besar, Mbak. Makanya Pak Evan menolak mentah-mentah. Dokter bilang, Alya harus menyiapkan biayanya kurang lebih 200 juta. Dari mana Alya harus mendapatkan uang sebanyak itu?” 

Alya sangat putus asa, dia tidak tahu lagi ke mana harus mencari sejumlah uang yang begitu besar tersebut. 

Bukan hanya Alya. Vira yang sebelumnya penasaran dengan jumlah uang yang dibutuhkan oleh Alya itu pun terdiam. Sudah pasti dia pun tidak mampu membantu temannya itu. Karena uang yang Alya butuhkan tidaklah sedikit.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
pantesan pinjaman Alya ditolak Evan. lah gede banget loh 200jt. mau dicicil brp tahun itu?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status