Share

BAB 3. Kabar dari Sekolah

 “Maaf.” 

Vira yang sebelumnya terlihat antusias mendengar keluhan dari Alya itu tiba-tiba meminta maaf pada temannya. 

Dia menatap sendu pada Alya, setelah mendengar cerita yang disampaikan oleh rekan kerjanya tersebut. Vira tidak mampu berbuat banyak. Sebagai teman yang baik dia hanya mampu mendoakan semoga kalian bisa melewati ujian hidup yang terjadi pada dirinya dan keluarganya tersebut.

“Kenapa Mbak minta maaf. Mbak ga salah apa pun loh,” kata Alya. 

Wanita yang semula sudah bersiap menumpahkan cairan kristal di balik kelopak matanya itu tiba-tiba terkekeh pelan. Dia mengulas senyum cantiknya, menatap pada sang teman karena Vira yang sama sekali tidak melakukan kesalahan malah meminta maaf kepadanya.

“Al.” 

Wanita yang menetap sendu kepada Alya itu bukan suara,  masih dengan tatapan nanarnya. Dia berucap, “mbak minta maaf. Kali ini habis tidak bisa membantu lebih untukmu dan keluargamu. Jujur saja Mbak juga habis memberikan pinjaman kepada Mas Emir untuk biaya pendidikannya. Jadi, Mbak tidak bisa membantumu lebih banyak selain hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu dan juga ibumu, “ terang wanita yang begitu baik di mata Alya. 

Alya mengulas Senyum manisnya, tatapan sendu yang semula menghias wajahnya itu berubah menjadi wajah yang ceria. 

“Mbak, Alya nggak minta mbak buat kasih pinjem sama Alya. Kan mbak sendiri yang minta pada Alya untuk menceritakan sebab Alya menjadi sedih.” 

Dalam keadaan sedang bersedih, gadis yang terbiasa ceria itu masih mampu menghibur Vira. Alhasil, wanita yang jauh lebih dewasa dari Alya itu mengulas senyumnya. 

“Kamu yang sabar ya. Allah pasti sudah siapkan rencana terbaik untukmu dan keluargamu. Mbak hanya bisa mendoakan semoga ada keajaiban yang bisa membantumu mendapatkan jalan keluar.” 

Vira mendoakan sang teman, dia menggenggam erat tangan Alya. Menyalurkan kekuatan pada sang teman agar bersabar menghadapi kesulitan ujian hidupnya. 

“Aamin, Mbak. Terima kasih ya,” jawab Alya.

“Jangan ngobrol mulu. Bagian cutting sudah minta desain yang harus mereka potong,” sela Heru, kepala bagian Yang menaungi bagian desain pabrik tekstil tempat mereka bekerja. 

Ruangan yang semula hanya ada Alya dan Vira itu tiba-tiba dikejutkan dengan kehadiran Heru yang menjadi atasan mereka. Pria itu menatap heran ke arah Alya dan Vira secara bergantian. Tentu saja, dia penasaran dengan mata sembab yang terjadi pada salah satu bawahannya itu. 

“Kau kenapa?” Tanya Heru pada Alya. 

“Tidak. Aku tidak apa-apa, Pak. Aku akan segera antar pola ke bagian cutting sekarang. Bapak tenang saja, semua desain sudah kami selesaikan kok,” kata Alya, meski terlihat sedih dia tetap menunjukkan senyum manisnya. 

Dengan begitu cekatan, gadis itu bangkit dari duduknya bersama dengan Vira. Dengan cepat, Perubahan wajahnya pun berganti menjadi lebih energik. Hal itu membuat Vira yang tahu sebab Alya dalam kesulitan mampu bernafas lega.

Heru yang mendapati ada sesuatu yang terjadi pada bawahannya itu menatap penuh tanya kepada Vira. Namun bukan jawaban yang didapatinya melainkan wanita tersebut hanya mengedikkan bahunya sebagai jawaban yang dia berikan.

“Nanti saja saya ceritakan, jika keadaan Alya sudah lebih baik. Ini tentang ibunya,” kata Vira sekilas pada sang atasan. 

Wanita itu pun ikut berlalu menyusul Alya yang sudah lebih dulu meninggalkan ruang desain itu menuju ke bagian cutting. Mereka harus menjelaskan langkah-langkah pemotongan agar tidak terjadi kesalahan. Sedikit saja kesalahan itu terjadi, akan berakibat fatal atas model baju yang akan dijahit di bagian produksi nanti.

Waktu terus bergilir menuju siang. Hingga jam istirahat tiba, Alya bisa melupakan sejenak kesulitan yang sedang dihadapinya.

Sang ibu sudah berada di rumah sakit. Tentu saja terjadi tidak bisa menemani di sana, maka Adiknya lah rela tidak masuk sekolah dan menunggu ibunya di sana.

Alya yang sedang membutuhkan banyak uang tentu saja tidak bisa meminta izin untuk tidak bekerja. Yang ada jadinya akan mendapatkan potongan, dan dia tidak ingin itu terjadi. 

Gaji yang Alya dapatkan dari perusahaan itu cukup lumayan dibanding karyawan lain di bagian lapangan. Selain dia bisa menunjang kebutuhan ekonomi keluarganya dia pun bisa membantu membayar biaya sekolah adik dan biaya kursus desain yang sengaja diambil untuk menambah skill dalam bidang desainernya.

Alya hanya lulus SMK dari kejuruan tata busana. Tentu saja Dia memiliki keahlian dalam bidang tersebut. Ingin sekali melanjutkan pendidikan di bidang fashion, tentu saja ekonomi menjadi penghalang untuknya untuk menambah skill yang dia miliki. 

Saat Alya menyelesaikan makan siang bersama Vira. Ponsel Android keluaran terbaru yang ia dapatkan sebagai fasilitas dari Heru, atasannya itu berbunyi. 

Alya menjadi panik, berpikir jika panggilan yang masuk ke dalam ponselnya itu berasal dari rumah sakit. Tentu saja Ayah menjadi khawatir dan segera mengambil ponsel dari saku celana bahan yang ia kenakan.

“Dari sekolah Safa?” Gumam Alya pelan, saat mendapati dari wali kelas adiknya.

Tidak menunggu lama, gadis yang mendapat panggilan dari wali kelas sang adik itu pun segera menggeser tombol berwarna hijau pada benda pipih yang ada di tangannya.

“Assalamualaikum, Bu.” Alya menyapa dengan ramah dan sopan. Dalam hatinya, ia pun dibuat cemas dengan panggilan yang ia yakin ada sesuatu hal yang penting hingga sampai wali kelas sang adik menghubunginya. 

“Waalaikumsalam, Mbak Alya. Ini Bu Rahma, wali kelas Safa.” Wanita yang ada dalam seberang panggilan Alya itu pun memperkenalkan diri.

“Iya, Bu. Saya tahu. Ada apa ya Ibu menghubungi saya? Bukankah Safa sudah meminta izin itu tidak masuk sekolah terlebih dulu karena sedang menjaga ibu saya yang saat ini masih dirawat di rumah sakit? Saya harap Ibu bisa mengerti karena kondisi saya yang harus tetap bekerja dan tidak bisa ditinggalkan.”

Alya yang sedang cemas jika wali kelas Alya akan menunggu adiknya karena tak masuk sekolah itu pun memberikan penjelasannya kembali. Karena kemarin dia sudah mengirimkan pesan kepada wanita tersebut untuk meminta izin agar tidak masuk sekolah dan sudah mendapatkannya. 

Lalu, hal apa yang membuat wanita itu menghubunginya sekarang? Melihat waktu yang tertera di pergelangan tangannya, Alya tahu jika itu masih jam sekolah. 

“Iya, Mbak Alya. Saya tahu. Saya menghubungi Mbak Alya  bukan karena masalah ketidakhadiran Safa ke sekolah.  Ada hal lain yang berhubungan dengan kegiatan akhir tahun Safa di sekolah yang harus dipenuhi.” 

Wanita itu memberitahukan niatnya menghubungi Alya. 

Alya mengerti, Ke mana arah pembicaraan wanita tersebut.

“Oh, soal itu ya, Bu. Saya minta maaf, Bu. Saya belum bisa melunasi tunggakan yang seharusnya sudah saya lakukan. Kejadian ini benar-benar di luar kendali kami. Bahkan saat ini saya juga sedang bingung.” 

Alya mencoba memberitahukan kesulitan yang sedang ia hadapi kepada wanita tersebut. Dia sangat berharap pihak Sekolah di mana Safa belajar, akan memberikan keringanan kepada adiknya supaya Safa tetap bisa mengikuti kegiatan akhirnya.

“Saya tahu, Mbak Alya. Oleh karena itu, saya berharap mbak Alya bisa datang dan menemui pihak administrasi sekolah terlebih dahulu,” kata wanita di ujung panggilan yang dia lakukan kepada Alya.

Setelah panggilan yang dilakukan keduanya itu berakhir, Alya kembali dibuat lemas oleh masalah yang sepertinya datang silih berganti dalam hidupnya ini. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
kasihan Alya. masih puyeng urusan uang ibunya eh diingetin buat uang sekolah adiknya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status