Aku menelusuri jalan kecil di samping perpustakaan menuju area pertokoan dan restaurant yang berada beberapa blok di belakangnya. Jalan Maple di belakang perpustakaan adalah kawasan yang terkenal dengan restaurant dan café berdesain interior unik dan makanannya yang enak. Karena Ren sedang pergi mengurus asuransinya, untuk siang ini aku harus mencari makan siang sendirian.
Ada sebuah café mungil bercat mint yang baru buka. Kubaca papan tulis berisi menu yang ada di luar café saat kulihat sosok yang aku kenal berjalan keluar dari dalam café.
“Noah.”
Noah mengangkat kepalanya dari handphone yang diutak atiknya sambil berjalan.
“Axel. Sedang apa kamu disini? “
“Aku mencari makan siang. “
Noah menatap papan menu yang ada di hadapanku.
“Cream soup dan garlic bread-nya enak.”
“Burgernya? “
“Mau coba? “
“Bukannya kamu mau pulang? “
“Aku masih lapar. Ayo. “
Kami masuk ke café disambut seorang pramusaji yang sepertinya adalah mahasiswi pekerja paruh waktu.
“Selamat datang kembali.” Senyumnya mengembang lebar ke arah Noah. Noah tersenyum lalu duduk di kursi dekat jendela. “Kami mau double cheeseburger. Yang satu tanpa tomat. Yang satu extra saus pedas. Lalu cream soup dan garlic bread.” Noah mengalihkan pandangannya dari menu. “Minum? “
“Orange juice. “
“Dua orange juice. “
Gadis itu mengangguk dengan senyum lebar lalu pergi. Aku geleng-geleng melihat sikapnya. Meskipun aku sudah sering melihat sikap lawan jenis kami setiap kali mereka berhadapan dengan Noah, tapi tak urung aku masih merasa lucu melihat tingkah gadis tadi.
Noah memang tampan. Tidak hanya kaum wanita yang terang-terangan menunjukkan kekaguman mereka, kami kaum lelakipun mengakuinya. Noah memiliki tubuh tinggi dan langsing namun berotot dengan pembawaan yang sangat percaya diri. Menjurus angkuh. Ia juga memiliki lidah yang tajam yang semakin menambah kesan angkuh pada dirinya.
“Ah, sepertinya hari ini hujan lagi.”
Aku menghentikan lamunanku dan ikut menatap keluar jendela. Awan gelap menggantung di langit sebelah barat. Kualihkan pandanganku ke Noah. Wajahnya terlihat masam. Noah memang sangat tidak suka hujan.
“Apa sih yang membuatmu tidak suka hujan? “
“Siapa yang bilang aku tidak suka hujan?”
“Kamu selalu mengomel setiap kali musim hujan. “
“Apa itu artinya aku tidak suka hujan? “
“Kalau bukan lalu apa?”
“Aku hanya tidak suka basah. “
“Apa kamu kucing? “
Noah menyeringai sebagai jawabannya.
“Apakah Lord Enki sudah kembali?”Hari ini kami ditemui penjaga yang sama seperti di hari pertama kami tiba.“Ya. Tapi hari ini ia tidak bersedia menemui siapapun karena masih ada urusan yang belum terselesaikan dari perjalanan kemarin. Jadi kalian kembalilah besok.”Aku mendesah tak senang.“Tapi beliau tahu bahwa kami datang kan?”“Ya. Karena itu kalian besok akan kami beri kabar saat Lord Enki siap menerima kalian.”“Tapi benar-benar besok kan?” Aku mulai kehilangan kesabaranku. Selalu begini setiap kali kami ingin bertamu di Dharana. Padahal kali ini bukan kami yang ingin datang. Tapi masih saja kami dipersulit.Penjaga itu mengangguk.Mau tak mau kami pun beranjak pergi. Bagaimanapun kami tidak punya pilihan lain.Dan panggilan ke istana itu benar-benar datang keesokan harinya. Tepat disaat hidangan makan siang Pratvi baru saja disajikan di meja. Pikiran dan perutku berseteru. Kedongkolanku semakin memuncak jadinya.Tapi mau tak mau kami harus segera berangkat ke istana. Takut ji
“Kapan sebaiknya kita ke istana?” Tanya Ashlyn setelah kami selesai makan.“Jika dilihat dari mendesaknya pesan yang diterima Raja Narawana harusnya kita sewaktu-waktu bisa langsung ke istana bukan?” Jawabku. “Bagaimana kalau nanti sore setelah kita isirahat?”“Apa kau pikir pesan itu masih bisa kita jadikan acuan jika kita datang hampir tujuh hari terlambat dari waktu yang seharusnya?” Kata-kata Lynx membuat kami semua langsung menyadari posisi tidak menguntungkan yang kami hadapi.“Lalu?”“Lebih baik kita kesana besok. Malam ini beristirahatlah sebaik mungkin. Hemat tenaga kalian. Kita tidak tahu apa yang menunggu kita di istana.”“Kita menginap disini saja kalau begitu.”“Ya. Itu pilihan terbaik yang kita punya.”Keesokan harinya kami berangkat ke istana setelah menghabiskan semua masakan Pratvi. Matahari bersinar hangat saat kami berhenti di pos penjagaan. Melaporkan maksud kedatangan kami.“Kami ingin bertemu Lord Enki.” Kataku. Penjaga di hadapanku melihatku dari atas ke bawah l
Kami sedang bersiap saat Flaresh datang. Hanya beberapa menit setelah gerimis benar-benar berhenti. Hujan turun semalaman membuat kami tidur sangat nyenyak dan bangun lebih siang.“Ayo.”Aku memandangnya dengan kesal. Kemana saja dia. Kenapa datang-datang main perintah seenaknya.Tapi tak urung kami mempercepat pekerjaan kami dan dalam sesaat sudah berada di atas kuda, siap memulai kembali perjalanan. Dengan kecepatan penuh kami memacu kuda dan lewat tengah hari kami sudah memasuki Dharana.Pemandangan serba putih yang familiar menyambut kami.“Bagaimana kalau kita makan siang di tempat Pratvi? Kita bisa sekalian istirahat sebelum ke istana.” usul Ashlyn.“Ayo, ayo. Aku ingin menikmati kue berlapis madunya yang lezat.” Kata Firroke.“Hmmm.. Sepertinya menarik. Memang sudah waktunya kita makan siang.” Kata Esen. “Bagaimana, Lynx?”Lynx mengangguk.“Tentu saja.”“Tunjukkan jalannya Ash.”Ashlyn mengangguk lalu memacu Tashi sedikit lebih cepat, memimpin rombongan.“Kalian pasti akan suka
Kami memasuki hamparan perbukitan berwarna coklat muda dan krem. Angin dari atas bukit berhembus sejuk menyambut kami.Disini sangat berbeda dengan Deruta yang sebelumnya kami singgahi meskipun masih ada beberapa kontur alam yang mirip. Di beberapa tempat terlihat gerombolan pohon seperti di Deruta namun berwarna lebih muda bahkan memutih. Tepat di tengah-tengah, memotong perbukitan, sebuah sungai mengalir tenang hampir tanpa arus seperti sebuah danau. Airnya yang kecoklatan mengingatkanku pada susu coklat.“Sepertinya di atas hujan.” Kata Flaresh. Aku menangkap nada tidak senang dalam perkataannya.“Ya. Semalam.” Kata Lynx setelah memperhatikan dengan seksama aliran air sungai.“Ini Eresfodir?” Tanya Esen yang melihat perbedaan kontur wilayah ini dengan Deruta yang sebelumnya kami singgahi.“Ya.”“Sangat berbeda dengan Deruta tapi sekaligus mirip ya.”Lynx terdiam sebentar lalu mengangguk.“Kau bisa bilang begitu."“Aku pikir tidak akan jauh berbeda dengan Dharana. Ternyata pikirank
“Lynx!” Seru Era. Lynx berbalik dan langsung disergap Era yang memeluknya erat-erat.“Bagaimana keadaanmu?” Tanya Lynx sambil memegang bahu Era dengan kedua tangannya dan memandangnya dari atas ke bawah, memeriksanya dengan seksama.“Aku baik-baik saja.”Lynx menganggguk dengan mata berbinar.“Aku bisa mellihatnya.” Ia mengalihkan pandangannya ke Gaja. “Terima kasih sudah membantu dan menjaga mereka.”Gaja mengangguk.“Sudah tugasku.”Lynx mengangguk pada penjaga teman Gaja yang pernah kami temui saat pertama kali sampai di sini dan berjalan pergi.“Kalau begitu kami pamit. Kami akan meneruskan perjalanan. Terima kasih untuk semuanya, Gaja.” Kata Esen. kami melakukan hal yang sama.“Hati-hati.”“Terima kasih.” Kata Esen pada penjaga satunya untuk terakhir kalinya lalu kami segera menusu Lynx yang telah mendahului kami.Kami sampai di Deruta disambut matahari yang bersinar hangat.Dan seraut wajah tanpa ekspresi berwarna perunggu.“Flaresh.” Seru Era. Flaresh mengangguk. Tidak ada kali
“Bagaimana keadaan Era?” Esen bertanya kepada Bibbat yang baru saja memeriksa Era.“Semuanya normal. Ia sangat sehat. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”“Syukurlah.” Esen menghembuskan nafas lega.“Berarti kami sudah boleh pulang bukan?” Tanya Era.“Kau sudah ingin pulang?”“Ya. Kami sudah terlalu lama disini. Kami harus segera menyelesaikan tugas kami yang tertunda.”Ashlyn menatapnya.“Kau yakin?”Era mengangguk.“Kita harus segera pergi.”Bibbat memandang Era sebentar lalu memandang kami yang berdiri di sekeliliing tempat tidur.“Bagaimana dengan kalian”“Kami mengikuti keinginan Era. Jika ia bilang berangkat, kami akan berangkat. Tapi kami akan mendengarkan pertimbanganmu.”“Baiklah jika itu keputusan kalian. Dengan keadaan Putri Era saat ini kalian bisa memulai kembali perjalanan kalian kapanpun yang kalian mau.”“Baiklah, kalau begitu kami akan berangkat besok.”“Jika itu mau kalian.”“Terima kasih atas pengertian dan bantuanmu.”“Aku akan memberi pesan Gaja agar ia bisa mem