Share

Bab 7

Author: Kael_99
"Ahh!" Orion menarik napas dalam-dalam. Rasa sakit membuat amarahnya langsung sirna, berganti menjadi ketakutan dan perasaan hormat.

"Pergi sana." Bradford melepaskan sumpitnya, lalu membentak dingin.

"Memalukan! Minggir sana!" Robby pun menampakkan wajah murka, lalu menegur Orion dengan suara berat.

Sambil menahan luka di lengannya yang tertembus sumpit, keringat dingin bercucuran di wajah Orion. Dia hanya bisa menjawab dengan suara serak, kemudian berbalik meninggalkan tempat itu.

Setelah Orion pergi, Robby tersenyum meminta maaf. "Maafkan aku, bawahanku kurang disiplin. Nggak kusangka, kamu bukan cuma mengerti soal fengsui, tapi juga seorang ahli bela diri."

Bradford menggeleng pelan. "Nggak masalah. Ada lagi urusan lain?" Maksudnya jelas, kalau tidak ada urusan penting, jangan ganggu.

Robby segera mengangguk. "Nggak ada lagi. Kalau begitu, aku nggak akan mengganggu kalian lagi. Silakan nikmati hidangan." Dia pun berbalik pergi bersama Husein dan yang lain.

Namun tak lama setelah berjalan menjauh, Robby berhenti sejenak sambil termenung. Dari saku dalam pakaiannya, dia mengeluarkan sebuah kartu emas yang berkilau, lalu menyerahkannya kepada Husein.

"Pergi. Bawa kartu ini dan serahkan pada pemuda itu."

Kartu emas itu dihiasi dengan sembilan naga berukiran timbul yang memancarkan aura kemewahan luar biasa. Husein terbelalak kaget. "Tuan Robby, ini 'kan kartu anggota royal. Anda benar-benar ingin memberikannya pada pemuda itu?"

Robby menjawab dengan tenang, "Aku sudah bertemu banyak orang hebat dalam seumur hidup ini. Aku bisa merasakannya, pemuda itu jelas adalah orang yang luar biasa. Sebelum dia benar-benar menunjukkan semua kemampuannya, aku harus menjalin hubungan dengannya terlebih dahulu."

Usai bicara, Robby menatap Husein dengan tajam. "Jangan banyak bicara, segera laksanakan!"

"Baik! Akan saya lakukan sekarang."

Husein langsung mengangguk dan menerima kartu itu, lalu bergegas kembali menghampiri Bradford. Bradford menatapnya dengan wajah tak senang. "Kenapa kamu datang lagi?"

Husein membungkuk hormat, lalu berkata, "Begini, Tuan Robby menitipkan kartu anggota Royal ini untuk Anda. Dia berharap bisa berteman dengan Anda."

"Dengan memegang kartu ini, mulai sekarang setiap kali Anda datang ke Restoran Hardara untuk makan, semua akan gratis selamanya. Selain itu, Anda juga punya hak istimewa untuk makan di Paviliun Keraton di atas danaud an menikmati Paket Royal."

Husein mengangkat kartu itu dengan kedua tangannya penuh hormat, lalu menyerahkannya ke hadapan Bradford.

"Astaga ... kartu anggota royal?" Kimmy di sampingnya sampai terbelalak dan berseru kaget.

Bahkan dirinya dan Keenan saja tidak berani membayangkan bisa menerima kartu itu! Fakta bahwa Robby bersedia memberikannya pada Bradford, sudah cukup menunjukkan bahwa dia benar-benar ingin menjalin hubungan baik dengan Bradford dan bahkan sudah menempatkannya sebagai sosok yang sangat penting di hatinya.

Bradford yang juga cukup paham mengenai kartu anggota royal, ikut merasa tertegun. Namun sesaat kemudian, dia menggeleng dan berkata, "Aku nggak bisa menerimanya tanpa berbuat apa-apa. Ambil kembali saja kartu ini."

Robby kembali menghampiri dengan senyum ramah. "Anak muda, terima sajalah. Aku termasuk lumayan terkenal di tiga provinsi wilayah Hardara ini. Berteman denganku nggak akan membuatmu merasa direndahkan."

Melihat Robby begitu tulus ingin menjalin hubungan, Bradford pun tak enak hati untuk terus menolak. Dia menghela napas, lalu berkata, "Kalau begitu, baiklah. Aku terima. Nanti kalau orang yang kamu undang nggak bisa menyelesaikan masalah fengsui di sini, aku akan membantumu melihatnya."

"Bagus sekali!"

Robby tertawa lebar, lalu memanfaatkan momen itu untuk mengangkat gelas dan bersulang pada Bradford, kemudian mereka pun berbincang dengan akrab. Berhubung Kimmy ada di sana, Bradford tidak menyebut nama aslinya, melainkan tetap menggunakan nama Clayden. Robby pun memanggilnya dengan nama karena umurnya yang lebih tua.

Bradford membalas dengan memanggilnya "Tuan Robby".

Menyaksikan Bradford dan Robby bisa langsung menjadi seperti sahabat lama hanya dengan beberapa kalimat, Kimmy merasa kagum luar biasa.

Dalam hati dia membatin, 'Pak Clayden memang pantas dihormati, nggak heran sampai Pak Marva pun begitu hormat padanya!'

'Bahkan sosok sebesar Robby pun rela memperlakukannya setara, sampai-sampai memberikan kartu anggota royal dengan tangannya sendiri. Tampaknya, Pak Clayden bukan hanya ahli dalam pengobatan, tapi juga paham soal fengsui. Keluarga Taulany harus menjalin hubungan baik dengannya!'

Tak lama kemudian, seorang kakek berpenampilan seperti pertapa melangkah masuk ke dalam Restoran Hardara dengan ditemani seorang pria paruh baya berjas rapi.

"Tuan Robby, Master Higa sudah tiba." Pria paruh baya itu membawa sang kakek ke arah meja Bradford dan Kimmy, lalu melaporkannya kepada Robby dengan hormat.

Robby menoleh dan segera tersenyum lebar menyambutnya, "Master Higa, terima kasih sudah jauh-jauh datang lagi. Perjalanan ini pasti melelahkan, bukan?"

Mendengar ucapannya, Master Higa hanya mengibaskan tangan dan tersenyum tipis. "Tuan Robby terlalu sopan. Aku berlatih ilmu panjang umur. Jangankan naik pesawat dari Honka ke Kota Herburt, sekalipun harus melintasi gunung dan hutan dengan berjalan kaki sekalipun, aku nggak akan merasa letih."

Pria itu mengenakan jubah hitam panjang. Rambutnya diikat dengan sanggul, janggutnya terurai di dagu, dan wajahnya tampak angkuh. Cara bicaranya juga penuh kepercayaan diri.

Robby pun tertawa sambil memuji, "Master Higa memang udah seperti setengah dewa saja. Kalau aku yang harus menempuh perjalanan sejauh itu, pasti nyawaku sudah melayang."

Higa menggeleng pelan. "Tuan Robby jangan bercanda. Tuan hidup dengan serba nyaman, tentu berbeda dengan aku yang terbiasa hidup sederhana."

"Aku masih ada urusan penting. Setelah menyelesaikan masalahmu ini, aku harus segera berangkat ke tempat lain untuk memeriksa fengsui seorang taipan. Jadi sebaiknya jangan buang waktu, mari kita langsung lihat ke dapur."

Robby mengangguk, lalu menoleh pada Bradford. "Clayden, gimana kalau kamu ikut menemani Master Higa melihat-lihat?"

"Baik." Bradford mengangguk tanpa ragu, kemudian berdiri. Dia menoleh pada Kimmy. "Kamu tunggu di sini sebentar, aku segera kembali."

Higa sama sekali tidak tahu siapa sebenarnya Bradford. Dia hanya melirik sekilas, lalu segera mengalihkan pandangannya.

Mereka beramai-ramai berjalan menuju dapur. Robby awalnya ingin berjalan di tengah untuk menemani Higa dan Bradford. Namun, Bradford malah mundur beberapa langkah, membiarkan Robby mendampingi Master Higa. Sementara dirinya hanya berjalan di belakang bersama Husein dan yang lain.

Melihat hal itu, Higa merasa cukup puas. Dia mendengus pelan sambil berpikir dalam hati, 'Cuma anak muda rendahan, mana pantas berjalan sejajar sama aku dan Robby?'

Dapur Restoran Hardara sangat besar, nyaris tak ada bedanya dengan dapur hotel bintang lima. Namun karena beberapa hari terakhir banyak pekerja dapur jatuh sakit, suasananya malah tampak sepi. Jumlah staf yang bekerja jauh berkurang.

Begitu mereka masuk, terlihat seorang koki sedang bekerja sambil memegangi lehernya. Wajahnya menahan sakit dan mengeluarkan suara rintihan.

Belakangan ini, semua staf dapur yang sakit mengalami gejala serupa. Nyeri di bagian leher, seakan-akan ditebas dengan kapak atau pisau besar. Namun anehnya, setiap kali mereka periksa ke rumah sakit, hasilnya nihil.

Sebagian terpaksa cuti untuk beristirahat, sementara sebagian lain memaksakan diri tetap bekerja meski kesakitan.

"Ah, tambah lagi seorang koki yang sakit lehernya," seru Husein pelan.

Robby segera menoleh ke arah Higa. "Master Higa, apakah Anda bisa melihat apa masalahnya?"

"Aku harus periksa dulu."

Higa meneliti sekeliling dapur dengan saksama, lalu menghampiri koki yang sedang kesakitan itu. Dia bertanya soal rasa sakit di lehernya, lalu mengamati rona wajahnya.

Setelah itu, wajahnya menunjukkan keyakinan seolah sudah menemukan jawabannya. Dia berkata pada Robby dengan tenang, "Menurutku, para pekerja ini telah menyinggung Dewa Dapur, sehingga mendapat hukuman. Masalah ini memang nggak kecil, tapi aku punya cara untuk menyelesaikannya."

Robby sempat melirik Bradford, tetapi melihat dia tidak memberi komentar apa pun. Maka, Robby pun berkata, "Kalau begitu, silakan Master Higa turun tangan. Selama masalahnya bisa diatasi, soal bayaran tentu nggak akan sedikit."

Higa terkekeh, lalu membuka tas yang dibawanya. Dari dalam, dia mengeluarkan beberapa lembar jimat kuning dan sebilah pedang kayu persik.

Higa terlebih dulu melafalkan mantra beberapa saat. Lalu, dia tiba-tiba melemparkan beberapa lembar jimat ke udara dan meniupkan satu embusan napas. Seketika, jimat-jimat itu terbakar.

Setelah itu, dia mengayunkan pedang kayu persik di udara beberapa kali. Ketika jimat-jimat itu jatuh ke lantai, semuanya sudah berubah menjadi abu.

"Sudah. Aku telah menenangkan murka Dewa Dapur. Masalah ini sudah selesai. Dalam beberapa hari ke depan, leher para pekerja itu nggak akan sakit lagi."

"Sudah selesai begitu saja?"

Robby tampak ragu, dia menoleh sekilas ke arah Bradford.

Yang dilihatnya hanyalah Bradford menggeleng tanpa kata, lalu berkata pelan, "Masalah ini nggak ada hubungannya dengan Dewa Dapur. Yang dia lakukan hanyalah menyingkirkan energi negatif yang jahat di sini."

"Memang, beberapa hari ke depan para pekerja itu akan merasa baikan, tapi itu cuma menutup gejala, bukan mengatasi sumber masalah. Nggak lama lagi, energi negatif itu akan tumbuh kembali."

Mendengar hal itu, wajah Higa langsung menjadi kaku. Dia menatap tajam pada Bradford dan membentak, "Anak muda, kamu tahu apa?!"

Bradford hanya tersenyum samar tanpa menjawab. Dia mengangkat tangannya, seolah-olah menggenggam udara. Lalu dengan gerakan ringan, dia melemparkan sesuatu yang tak kasatmata ke arah Higa.

Dalam sekejap, Higa langsung menjerit kesakitan dan memegangi lehernya. "Anak sialan! Apa yang kamu lakukan padaku? Rasanya sakit sekali!"

Bradford berdiri tegak dengan tangan bersedekap di belakang punggung dan berkata pelan, "Aku hanya membiarkanmu merasakan sendiri, seperti apa sakit di leher yang dialami para pekerja di sini. Bagaimanapun juga, semua ini terjadi karena ilmumu yang masih kurang matang."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penyesalan CEO Cantikku yang Dingin   Bab 100

    Sherine tertawa keras, pura-pura berlapang dada sambil melambaikan tangan. Kalau dulu, dia memang tak akan merasa sayang hanya karena sebuah mobil. Namun sekarang, setelah baru saja ditipu lebih dari 100 miliar, dia menjadi agak cemas soal keuangan.Meskipun mobil ini bisa diperbaiki lewat klaim asuransi, tetap saja hanya akan menjadi mobil bekas reparasi. Tentu sudah tak layak dipakai lagi.Bradford melihat ekspresi Sherine yang tampak tenang di luar tetapi sebenarnya perih di dalam hati. Dia tidak banyak berbicara, hanya berpamitan dan keluar. Dalam hati, dia sudah berencana, setelah urusan perceraian selesai dan keadaan agak longgar, dia akan membeli mobil baru untuk Sherine.Hari ini dia dan Elaine sudah janjian untuk bertemu di pengadilan negeri yang letaknya tak jauh dari Vila Golden Bay. Jalan kaki kurang dari setengah jam sudah sampai. Bradford lebih dulu tiba, sementara Elaine belum kelihatan. Dia pun sabar menunggu.Sampai jarum jam menunjukkan pukul 9.30 pagi, Elaine baru mu

  • Penyesalan CEO Cantikku yang Dingin   Bab 99

    Dalam sekejap, waktu sudah menunjukkan pukul 8.30 pagi. Saat ini, Elaine masih berada di kantor polisi bersama Jauhar dan Ferona. Mereka bertiga tidak tidur semalaman. Mata mereka pun merah karena cemas.Mereka sudah mencoba berbagai cara, menggerakkan semua koneksi, mencari semalaman, tetap saja belum menemukan jejak Ellie.Dengan bibir pecah-pecah dan hati penuh kekhawatiran, Elaine berkata, "Paman, satu malam sudah lewat, apa yang harus kita lakukan? Jangan-jangan Ellie dalam bahaya ...."Jauhar menenangkan dengan suara rendah, "Jangan panik, jangan pikir yang aneh-aneh. Orang-orang yang menculik Ellie pasti punya tujuan, mungkin sebentar lagi akan telepon kamu dan minta tebusan. Sekarang aku sudah pasang penyadap dan pelacak ke ponselmu dan ibumu. Selama ada yang menelepon kalian, aku pasti bisa lacak lokasi mereka!"Saat berikutnya, ponsel Ferona berdering.Melihat layar, Ferona langsung berseru dengan kaget, "Nomor nggak dikenal!"Jauhar dan Elaine seketika waspada. Jauhar berkat

  • Penyesalan CEO Cantikku yang Dingin   Bab 98

    Tas dan ponsel Ellie sudah tidak ada, sepertinya sudah dibuang oleh anak buah Aaron tadi. Bradford mengeluarkan ponselnya sendiri dan merasa heran. Sudah selama ini, tetapi tidak ada seorang pun yang meneleponnya."Sepertinya Elaine dan yang lain belum tahu kalau Ellie diculik. Kalau mereka tahu, pasti sudah menghubungiku."Memikirkan itu, Bradford pun memutuskan untuk tidak memberi tahu siapa pun. Dia menyimpan kembali ponselnya.Sekarang sudah lewat pukul 4 dini hari. Dia berniat menunggu sampai pagi, lalu membiarkan Ellie pulang sendiri, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa, supaya keluarganya juga tidak perlu ikut khawatir.Namun, begitu mengingat hal-hal yang dilakukan Ellie padanya saat setengah sadar karena pengaruh obat, Bradford merasa agak canggung. Dia sendiri tidak tahu bagaimana harus bersikap setelah gadis itu bangun nanti.Akhirnya, dia menuliskan secarik catatan, meminta Ellie mengurus pengembalian kartu kamar, lalu memakai uang deposit untuk naik taksi pulang setel

  • Penyesalan CEO Cantikku yang Dingin   Bab 97

    Resepsionis itu akhirnya tersadar dan buru-buru berkata, "Oh, baik, kartu identitasnya.""Nggak bawa!" bentak Bradford."Nggak bawa ya nggak bawa, ngapain galak begitu?"Resepsionis itu menciutkan lehernya, lalu mengeluarkan satu kartu kamar. Dengan kesal, dia memberi Bradford kamar paling mahal, tema pasangan romantis dengan ranjang bundar besar. "Biaya kamar 1,3 juta, tambah deposit jadi 2 juta."Bradford membayar, mengambil kartu kamar, lalu langsung pergi."Sekilas lihat saja sudah kelihatan kalian bukan orang baik-baik, terburu-buru amat. Euw!" Resepsionis itu mencibir ke arah punggung mereka berdua. Namun, begitu teringat bagaimana Ellie menggigit-gigit tubuh Bradford dengan liar, hatinya malah menjadi gusar.....Brak! Begitu tiba di kamar, Bradford langsung menendang pintu, menancapkan kartu kamar untuk menyalakan listrik, lalu menutup pintu dengan tumit.Lampu merah muda kamar tema pasangan romantis menyala, memenuhi ruangan dengan suasana ambigu. Terutama ranjang bundar besar

  • Penyesalan CEO Cantikku yang Dingin   Bab 96

    "Ellie, jangan seperti ini."Bibir merah Ellie tiba-tiba menempel di bibir Bradford. Lidahnya yang lembut menjulur keluar, berusaha membuka paksa bibir Bradford dan menjelajahi mulutnya.Bradford terkejut, buru-buru mendorong Ellie. Jantungnya berdebar kencang. Bagaimanapun, itu adalah adik iparnya. Empat tahun lalu, Ellie masih duduk di kelas tiga SMA. Dia melihat gadis ini tumbuh besar.Di hatinya, dia selalu menganggap Ellie sebagai adik kandung. Karena itu, saat ini perasaan bersalah pun tak terhindarkan."Kak ... aku sangat tersiksa .... Aku sudah nggak tahan lagi." Tatapan Ellie menyala penuh hasrat, tubuh mungilnya terus bergesekan di tubuh Bradford, seakan-akan ingin melebur ke dalam tubuhnya.Pada saat yang sama, jemarinya pun tak terkendali meraba tubuh Bradford, merasakan betapa kekar dan kerasnya otot-otot pria itu. Sentuhan itu membuat pikirannya semakin kabur."Ellie, kamu sekarang di bawah pengaruh obat. Wajar kalau merasa begitu. Bertahanlah, tetap sadar, aku akan menol

  • Penyesalan CEO Cantikku yang Dingin   Bab 95

    Setelah berkata begitu, Elaine mengeluarkan ponselnya dan menelepon Tasya, menyuruhnya mengabari seluruh Alliance Group agar mengerahkan koneksi untuk menemukan keberadaan Ellie. Kemudian, dia segera menuju ruang rapat, menemui Jauhar, dan berdiskusi dengannya.Di pabrik terbengkalai, Aaron, Arden, dan sekelompok bawahan menunggu. Mereka tahu kemampuan bela diri Bradford luar biasa sehingga menyandera Ellie.Selain itu, Aaron punya kekuasaan besar di Kota Herburt, jadi tidak takut Bradford menelepon polisi.Saat ini, Aaron bahkan sudah mendapat kabar bahwa Jauhar sudah mencari keberadaan Ellie. Dia bahkan tahu betul setiap pergerakan Jauhar dan anak buahnya.Crown Group telah lama berdiri di Kota Herburt. Sebagai raksasa bisnis, jaringan dan pengaruhnya begitu kuat sehingga Aaron yakin dia bisa menyingkirkan Bradford malam ini tanpa konsekuensi.Arden adalah seorang playboy. Kecantikan Ellie memang luar biasa dan sangat cocok dengan seleranya. Hanya saja, sebelum kemari, Arden sudah di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status