Share

Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia
Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia
Author: Rizki Adinda

Bab 1: Malam Terakhir

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2025-05-07 20:47:30

"Emmph..."

Sebuah desah halus pecah di udara, seperti hembusan angin yang nyaris tak terdengar, saat bibir Kirana menyentuh bibir Raka yang sedang tertidur.

Ia menunduk perlahan, ragu, seakan takut gerakannya akan membangunkan dunia. Jantungnya berdebar tak karuan—bukan karena cinta yang bersemi, tapi karena luka yang menganga.

Sudah tiga tahun ia menjadi istri Raka Pradana, pria dengan sorot mata sedingin musim dingin yang tak pernah menyambutnya dengan hangat.

Tiga tahun berlalu, dan tidak sekalipun Raka menyentuhnya, bahkan sekadar menatapnya dengan pandangan seorang suami.

Bayangan Zelina Pratama—sang mantan kekasih—masih tinggal di mata Raka. Dan Kirana tahu, ia tak pernah benar-benar hadir di hati pria itu.

Tapi malam ini, Kirana ingin menjadi egois. Untuk pertama kalinya. Dan mungkin... yang terakhir.

Ia mengecup bibir Raka dengan penuh perasaan yang terpendam, menggigit isak yang ingin meledak dari dadanya.

Hangat bibir itu tak menyambut, tapi Kirana terus mencium, mengukir kenangan yang kelak akan ia simpan dalam diam.

Lalu tiba-tiba—

"Kirana! Apa yang kau lakukan?!"

Raka terbangun dengan kasar. Rahangnya mengeras, matanya menyorot seperti bara yang baru tersulut.

Kirana terperanjat, matanya membulat. "Aku..."

Tapi sebelum sempat menjelaskan, dunia mendadak berubah. Tatapan Raka menggelap, dan entah apa yang terjadi, atmosfer di kamar itu mendadak berubah.

Seperti api yang membakar tiba-tiba, dingin antara mereka lenyap, digantikan badai hasrat yang liar dan membingungkan.

Rintihan dan desah napas memenuhi ruang kamar yang temaram, seperti simfoni asing yang selama ini tak pernah mereka kenal.

Tubuh mereka menyatu, bukan karena cinta, melainkan ledakan rasa yang selama ini terpendam, tak pernah tersentuh.

Dan saat fajar mulai menyingsing, Kirana membuka mata dalam keheningan.

Ia beringsut pelan dari tempat tidur, menyibak selimut yang masih hangat dengan hati-hati, seakan takut membangunkan kembali mimpi yang baru saja mereka lalui.

Kakinya melangkah perlahan ke meja kecil di sudut kamar. Lampu tidur berwarna lembut memantulkan bayangannya di dinding.

Tangannya gemetar saat menarik laci. Sebuah map putih terselip di sana, isinya: dokumen perceraian.

Sudah ditandatangani sejak lama, disimpan rapi, menunggu momen yang tepat.

Hari ini, momen itu datang.

Kirana menaruh map itu di atas meja, tepat di samping tempat tidur. Pandangannya terarah pada sosok Raka yang masih terlelap, wajahnya damai untuk pertama kalinya.

Namun di hati Kirana, badai tak berhenti.

"Raka..." gumamnya nyaris tanpa suara, tapi gemanya terasa keras di dalam hatinya sendiri. "Mulai hari ini, aku akan membebaskanmu. Tidak ada lagi ikatan di antara kita."

Ia melangkah keluar dari kamar itu dengan kepala tegak, meski hatinya terjatuh berkeping-keping. Cahaya matahari pagi mulai menyelinap dari balik tirai, menyinari jejak langkah terakhirnya sebagai istri Raka Pradana.

Tujuh tahun. Itulah lamanya Kirana mencintai pria itu. Dari masa putih abu-abu, hingga bangku kuliah yang mempertemukan mereka kembali.

Cintanya tumbuh tenang, tapi tak pernah padam—seperti akar pohon yang terus merayap dalam diam, kuat, dalam, tak terlihat.

Namun hidup bukan cerita dongeng.

Raka menikahinya bukan karena cinta, melainkan karena permintaan terakhir sang kakek yang sekarat.

Permintaan yang disambut bahagia oleh ibu tiri Kirana dan suaminya—ayah tiri Kirana—yang lebih tertarik pada status dan gengsi ketimbang kebahagiaan anak mereka.

Kirana masih mengingat malam sebelum pernikahan itu. Masih teringat jelas denting gelas, gelak tawa, harapan yang berputar seperti tarian lampu gantung.

Sebelum satu kalimat menghancurkan segalanya.

“Kirana, yang ingin kunikahi itu Zelina Pratama. Bukan kamu. Aku nggak pernah mencintaimu. Hanya Zelina yang pantas jadi istriku. Kamu… tidak cukup untukku.”

Duri itu tertanam dalam. Tapi Kirana memilih mengubur luka dan menjalani peran sebagai istri. Kini, ia memilih jalan keluar—jalan yang mungkin menyakitkan, tapi memberi kebebasan.

“Semoga pilihanku tidak salah…”

Raka terbangun saat matahari sudah tinggi. Sinar pagi menyusup lewat celah gorden, menari di wajahnya.

Tapi bukan sinar yang membangunkannya—melainkan kekosongan.

Kepalanya berat, seperti dihantam palu berkali-kali. Ia mengerjap, lalu memutar tubuh. Tangannya menyentuh sisi tempat tidur yang dingin.

Kirana tak ada di sana.

Selimut tergulung seadanya, seolah ditinggalkan terburu-buru. Pandangannya menyapu kamar, dan berhenti pada meja di sudut.

Di atasnya, sebuah map cokelat mencolok menanti. Jantung Raka mencelos.

Ia bangkit, meraih map itu. Matanya menajam, membacanya sekilas—Surat Perceraian.

“Pertama dia… memaksaku semalam… lalu sekarang dia mau pergi? Cerai?” gumamnya, suara menggema penuh amarah.

“Apa dia pikir aku bisa dipermainkan sesuka hati?”

Ia mengenakan jaket dengan kasar, celana panjang ditarik cepat, lalu menuruni tangga tanpa peduli kancing yang belum tertutup rapat.

Langit, kepala pelayan tua yang setia, sudah berdiri di kaki tangga, seperti biasa. Tapi kali ini, ia tak menyambut dengan senyum.

“Kamu lihat Kirana?” tanya Raka, suaranya tajam, hampir menggonggong.

Langit menunduk sejenak, lalu menjawab dengan hati-hati, “Tuan Raka... Nyonya Kirana pergi sebelum matahari terbit. Dia membawa satu koper besar.”

Seketika, waktu seperti berhenti. Raka terdiam. Dunia, yang selalu ia kontrol dengan tangan besinya, kini goyah.

Ia ditinggalkan oleh perempuan yang selama ini nyaris tak ia perhitungkan.

"Sial..." desisnya pelan, wajahnya mengeras, rahangnya menegang. "Jika aku menemukannya, dia harus membayar semua... dengan mahal."

Namun jauh di dalam dirinya, ada sesuatu yang lain yang tak ingin ia akui. Bukan kemarahan. Bukan harga diri.

Tapi... ketakutan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Ristiana Cakrawangsa
cintanya datang terlambat
goodnovel comment avatar
Marisa Andriani
bagus cerita nya 🫰...️
goodnovel comment avatar
nonoyy
setelah ini pasti raka menyesal
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 480: Akan Saya Jaga

    Elina menggigit bibir bawahnya. Ada sesuatu di sorot matanya yang membuat udara di sekitar mereka seakan menegang: campuran resah, bingung, dan marah yang tak terucap. Tatapannya menancap pada sosok ayahnya, seolah hendak memaksa lelaki itu menoleh.Di belakang sorot mata itu, ia juga tak henti melirik kaki Nona Alesha yang berlumur pasir dan sedikit darah, belum juga dibersihkan.“Ayah… kaki Nona Alesha…” suaranya serak, nyaris tercekat oleh cemas.Raka berdiri kaku, sosoknya bagai patung di tengah bentangan pasir yang perlahan mulai dingin ditiup angin sore. Pandangannya terpaku pada luka itu, pada pergelangan kaki Kirana yang berkilat samar terkena sinar jingga matahari.Ia tidak bersuara, tidak bergerak, hanya membiarkan kebisuan menjawab.Ketika Elina akhirnya memanggil namanya lebih keras, Raka tersentak. Tatapannya berpindah, dari luka di kaki itu ke wajah Kirana yang duduk di pasir dengan rambut tergerai, sebagian

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 479: Kami Sayang Ibu Paling Banyak

    Langkah mereka berderap pelan di atas pasir yang mulai dingin diterpa angin senja. Aidan dan Bayu, dua bocah kembar yang tak pernah lepas dari sisi ibunya, menggenggam erat tangan Kirana.Jemari mungil mereka seakan berusaha menyalurkan kekuatan, seolah ingin menjadi penopang bagi perempuan yang tengah digelayuti resah.Hanya suara gesekan kaki di atas pasir yang terdengar, berbaur dengan debur ombak jauh di ujung pulau. Sunyi itu terasa asing—hening yang tidak menenangkan, justru menambah berat dada mereka. Biasanya, ada tawa, ada obrolan, ada suara ibu mereka yang hangat.Kini, semua menguap, meninggalkan kesunyian yang menekan.“Bu…” Bayu akhirnya memberanikan diri, suaranya lirih, ragu, seperti takut menambah luka yang tak terlihat. “Kita nggak ajak Ellie lagi?”Kirana tersentak, seakan baru terbangun dari lamunan panjang. Kata-kata itu menghantam kesadarannya. Dalam kegelisahan, ia memang meninggalkan Elina

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 478: Ayah Bikin Marah Lagi, Ya?

    Kerang pilihan Elina tampak berkilau di bawah cahaya sore, warnanya memantul lembut—campuran jingga muda dan mutiara yang seolah menyimpan cahaya dari laut tempat ia ditemukan.Jemarinya yang mungil dengan hati-hati mengikat rantai biru sederhana pada cangkang itu, dan seketika kerang tersebut berubah. Pesonanya tak lagi hanya sekadar indah; ada kehangatan yang menyelinap, seperti bisikan rahasia yang hanya terbuka bagi mereka yang benar-benar memperhatikannya.Kirana, duduk tak jauh darinya, mengamati dengan senyum tipis. Ia bisa membayangkan betapa manisnya gantungan kunci itu jika menghiasi tas kecil Elina.Dalam benaknya, tampak jelas sosok gadis kecil itu melompat-lompat riang di jalan berpasir Pulau Tidung, tas mungil di bahunya bergoyang ringan, kerang biru bergemerincing setiap langkahnya, seolah dunia ikut berkilau bersama keceriaannya.Namun senyum di wajah Kirana perlahan pudar ketika Elina mendongak. Sepasang mata bulat bening menatapnya

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 477: Cantik Sekali

    Elina menempelkan kerang itu lebih dekat ke telinganya. Cahaya sore memantul di matanya yang membesar, berkilau seperti dua permata yang baru saja menemukan sinarnya.Kedua tangannya mendekap cangkang itu dengan hati-hati, seolah sedang memeluk rahasia besar yang hanya menunggu saatnya untuk diungkapkan.Tubuh mungilnya sedikit condong ke depan, bahunya menegang, telinganya menempel rapat pada kerang. Ia tampak larut dalam keheningan, seakan lautan yang terbentang di depannya telah pindah ke dalam ruang sempit cangkang itu.Beberapa detik kemudian, bibirnya merekah, senyum meledak begitu saja, dan wajahnya bersinar seperti matahari sore yang menembus celah awan."Iya! Aku dengar!" serunya lantang, suaranya melengking penuh kemenangan. Ada nada keyakinan di sana, seperti seorang penjelajah kecil yang baru saja menemukan benua baru.Kirana terdiam. Tadinya ia hanya bercanda, ingin bermain-main dengan imajinasi Elina yang sering meletup tak terkendali

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 476: Mereka Juga Menyukai Kalian

    Tak jauh dari kapal, wajah laut yang semula tenang bergetar lembut. Riak kecil menjalar seperti bisikan rahasia, lalu tiba-tiba pecah oleh lompatan gesit sekawanan lumba-lumba. Tubuh mereka berkilau ditimpa cahaya matahari sore, seakan ada perhiasan hidup menari di permukaan air.Beberapa saat mereka menghilang, menyelam ke dalam biru yang dalam, hanya untuk muncul kembali, kali ini lebih dekat. Anak-anak yang berdiri di dek sontak bersorak, tangan mungil mereka terangkat tinggi, melambai penuh semangat.“Halo! Kami di sini! Main yuk!” seru mereka, tawa mereka terbawa angin laut yang asin dan segar.Kirana berdiri agak jauh, memperhatikan wajah-wajah kecil itu. Senyum lembut merekah di bibirnya, matanya berbinar melihat keluguan mereka yang begitu murni.Dan seakan mengerti panggilan polos itu, kawanan lumba-lumba semakin mendekat, meluncur dengan gerakan anggun, berputar di air laksana penari yang tak pernah lelah.Anak-anak merapat ke

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 475: Jangan Dibesar-besarkan

    Elina merapatkan tubuh mungilnya, memeluk lutut seolah dunia bisa runtuh kapan saja. Matanya membelalak, masih memantulkan sisa bayangan gelap dari kedalaman laut. Napasnya tersengal, seperti baru saja berlari menghindari sesuatu yang tak terlihat.“Aku tadi takut banget, Bu Alesha... Kukira Ibu kenapa-kenapa...” Suaranya pecah, tercekat, menyisakan getaran cemas yang menolak padam.Kirana menunduk, berjongkok di sisi Elina. Tangannya—hangat dan penuh kelembutan—mendarat di pipi putrinya, mengusap pelan, seakan bisa menyapu jauh kegelisahan yang menempel di sana. Senyum samar mengembang di bibirnya, meski tubuhnya sendiri masih menyimpan lelah.“Maaf ya, sayang... bikin kamu khawatir,” ucapnya pelan, seperti doa yang disembunyikan di antara desah napas. “Tapi Ibu baik-baik saja, kok. Instruktur selamnya jaga Ibu dengan sangat baik.”Langkah tergesa terdengar di dek kayu yang masih basah oleh percikan laut. R

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status