Share

Bab 4.

Happy Reading.

Arion memasuki rumah dengan perasaan kesal. Ia mencari Zayla ke kamarnya. "Zayla! Zayla!" Teriak Arion menggedor pintu kamar sang adik dengan keras. Kebetulan pintu kamar Zayla dikunci karena gadis itu sedang mandi.

"Ada apa Kak?" ucap Zayla terburu-buru keluar dari dalam kamar mandi. Bahkan dia belum menyisir rambutnya yang basah sehabis keramas. Beruntungnya Zayla sudah menggunakan pakaian lengkap. Jadi ia siap kapan saja jika Arion memberikan tugas tambahan.

"Siapa yang menyuruhmu mengganti gorden di ruang tengah, huh!" Arion sangat marah begitu memasuki rumah, tiba-tiba gorden warna kesukaan mamanya telah diganti tanpa izin oleh Zayla. Padahal selama ini ia sudah melarang siapa pun untuk tidak mengganti gorden itu kalau bukan mamanya sendiri yang memintanya untuk agar diganti.

"Gordennya aku cuci, Kak. Karena sudah kotor dan berdebu. Aku cuma menggantinya untuk sementara waktu. Setelah gorden itu kering, aku akan langsung memasangnya lagi," tutur Zayla panjang lebar agar kakaknya tidak salah paham.

"Alasan! Pokoknya malam ini gorden itu harus sudah diganti!" Geram Arion dengan mata menyala.

"Tapi gordennya masih basah, Kak. Bagaimana caranya aku mengeringkannya," Zayla menatap sendu pada kakaknya itu. Mengeringkan gorden dalam waktu singkat sangatlah mustahil. Kecuali Zayla diizinkan menggunakan pengering pakaian di dalam ruangan khusus. Tapi kakaknya itu sudah melarangnya sejak kemarin agar tidak menyentuh barang-barang yang ada di ruangan khusus.

"Aku tidak mau tahu! Pokoknya besok pagi saat aku bangun, gorden itu sudah diganti dengan gorden yang sebelumnya!" Tegas Arion penuh penekanan. "Cepat siapkan air hangat. Aku mau mandi," titahnya lagi yang benar-benar membuat Zayla seperti seorang pembantu.

Bahkan para pelayanan di rumah itu saat masih berkerja tidak ada yang ditugaskan untuk menyiapkan air hangat ketika Arion ingin mandi. Laki-laki itu terbilang mandiri dan tak mau ada satu orang pun yang menyentuh barangnya, kecuali orang-orang terdekatnya.

"Baik Kak," Zayla bergegas memasuki kamar Arion yang berhadapan dengan kamarnya. Dengan cekatan Zayla mengisi bathtub dengan air hangat. Serta menyiapkan handuk di atas wastafel agar Arion bisa dengan mudah meraihnya setelah selesai mandi.

"Sudah siap Kak," ucap Zayla saat berpapasan dengan Arion di kamar laki-laki tersebut.

"Jangan lupa siapkan pakaian ganti untukku," sungguh perlakuan Arion sangat keterlaluan. Namun Zayla sama sekali tidak keberatan. Ia merasa memang bertanggungjawab atas semua kebutuhan kakaknya. Sebab Arion lah yang menjadi tulang punggung keluarga sekarang. Yang pastinya sangat lelah dalam menjalankan bisnis di perusahaan Wesley.

"Siap Kak," apa itu! Kenapa Zayla malah terlihat senang saat diperintahkan ini dan itu oleh Arion. Benar-benar menjengkelkan.

"Gadis aneh," gumam Arion begitu memasuki kamar mandi. Ia kira adiknya itu akan sedih karena diperlakukan semena-mena olehnya. Tapi yang Arion lihat justru kebalikannya. Mungkin ia harus memberikan tugas yang lebih berat dari sebelumnya.

Zayla mengambil kaos polos berwarna putih dan celana panjang berwarna hitam. Sangat cocok menurutnya jika dipakai oleh kakaknya itu untuk bersantai di rumah. Setelah itu Zayla keluar dari kamar Arion dan menuju ke balkon tempat ia menjemur gorden kesukaan mamanya. Ia memang memisahkan gorden tersebut dengan jemuran yang lain, karena ia pun juga menyukai apa yang mamanya sukai.

"Bagaimana caranya aku mengeringkannya ya." Zayla kebingungan mencari cara agar gorden tersebut lekas kering. Hingga sebuah ide muncul di benaknya. Ia berlari ke dalam kamar, lalu mengambil dua hairdryer. Zayla akan menggunakan benda tersebut untuk mengeringkan gorden yang sedikit basah.

Mungkin Zayla akan menghabiskan waktu lama dalam mengeringkan gorden tersebut. Sebab bukan hanya satu gorden, melainkan tiga gorden dengan ukuran sama-sama jumbo. Luna terus berdiri di atas balkon kamarnya. Ia merasakan kesemutan pada kedua kakinya. Namun sekuat tenaga ia mencoba untuk menahannya.

Zayla sangat takut dan sedih jika melihat kakaknya marah. "Semoga setelah ini Kak Ion kembali lagi seperti dulu. Aku sangat merindukannya." Zayla hanya bisa berharap sang kakak kembali bersikap lembut padanya. Mungkin karena kepergian kedua orang mereka membuat Raka menjadi stres sampai dan suka marah-marah saat ada di rumah.

Sedangkan Arion memperhatikan Zayla melalui CCTV yang terpasang di balkon kamar adiknya itu. Ah, lebih tepatnya adik angkat. Tatapannya begitu tajam. Ia seolah tak puas melihat Zayla tersiksa karena terus berdiri di balkon kamarnya. Ia tak perduli meskipun Zayla tak tidur semalaman. Karena memang itulah tujuannya.

Arion memlih untuk beristirahat daripada terus memperhatikan Zayla yang belum jelas kapan selesainya. "Biarkan saja. Dia sudah cukup lama hidup enak di rumah ini. Siapa suruh jadi gadis pembawa sial." Gerutu Arion sambil merebahkan dirinya di atas kasur serta menarik selimut tebal untuk menutupi sebagian tubuhnya.

Bukan cuma Arion yang mengantuk dan lelah, Zayla pun juga merasakannya. Bahkan gadis itu jauh lebih ngantuk dan lelah. Hanya saja rasa takut lebih mendominasi daripada segalanya. Zayla memilih untuk duduk di atas kursi sambil mengarahkan hairdryer pada gorden yang ada di tangannya. Sebentar lagi gorden tersebut akan segera kering.

Tepat jam 2 malam, Zayla telah selesai dengan kegiatannya. Ia tak ingin menunggu sampai besok untuk memasang gorden tersebut. Sekarang gadis cantik itu telah turun ke ruang tengah untuk mengganti gorden seperti semula.

Zayla cukup kesusahan dalam membongkar pasang gorden tersebut. Ia harus naik ke atas kursi karena tak dapat menjangkaunya. Zayla hampir saja terjatuh. Namun ia berusaha menyeimbangkan diri di atas kursi, hingga ia kembali aman. 30 menit berlalu ... Akhirnya Zayla selesai mengganti gorden di ruang tengah.

Kamar adalah tujuannya, Zayla tak ingin membuang waktu lagi untuk segera tidur. Tak butuh waktu lama gadis cantik nan malang itu telah menuju ke alam mimpi. Ia seperti berada sebuah taman kecil yang bergitu indah. Sampai membuatnya tak ingin pulang.

Tiba-tiba ada mama dan papanya di sana tengah tersenyum menghampirinya. Namun begitu mereka dekat, kedua orang tuanya menangis tersedu-sedu sambil memeluk tubuh Zayla.

"Ma, Pa, kenapa kalian menangis?" tanya Zayla begitu pelan.

"Maafin kami, Nak. Gara-gara kami hidup kamu jadi sengsara," tutur keduanya bersamaan. Hal tersebut semakin membuat Zayla tak mengerti akan maksud dari ucapan tersebut.

"Maksud Mama sama Papa apa? Jangan menangis. Zayla baik-baik saja. Temani Zayla main disini ya," pinta Zayla sedikit merengek.

"Maaf kami tidak bisa menemanimu di sini, Nak. Kami harus pergi," Cassi dan Dario pun melerai pelukannya dari Zayla. Mereka melangkah mundur hingga semakin jauh.

"Ma, Pa. Jangan tinggalin Zayla. Zayla mau ikut kalian!" Teriak Zayla histeris. Ia berusaha mengejar mama dan papanya, tapi mereka berdua telah hilang entah kemana.

"Mama ... Papa ...."

"Zayla! Bangun!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status