Share

Bab 5.

Happy Reading.

"Zayla! Bangun!" Arion mengguncang tubuh Zayla, berharap gadis cantik itu terbangun.

Keringat dingin membasahi wajah cantik Zayla. Ia terlihat gelisah dan terus memanggil nama mama dan papanya. Sampai akhirnya Zayla benar-benar membuka matanya dengan nafas yang tersengal-sengal.

Nafas Zayla memburu. Ia cukup merasa lega begitu melihat ada sang kakak di hadapannya. "Kak!" Gadis cantik itu langsung menghambur ke pelukan hangat Arion. Sedangkan yang dipeluk sama sekali tidak memberikan respon apapun.

"Lepas! Jangan cengeng. Mana main sebut mama dan papa lagi," Arion melepaskan pelukan Zayla dengan kasar. Tujuannya kesana adalah, untuk meminta disiapkan air hangat seperti tadi malam.

Namun Zayla justru masih tertidur. Lebih parahnya lagi adiknya itu malah mengigau, sangat menjengkelkan menurut Arion.

"Aku bermimpi ketemu sama mama dan papa, Kak. Kami ketemu di sebuah taman. Tapi, disaat aku ingin ikut bersamanya, mereka justru menangis dalam pelukanku, dan berkata, " Maafkan kami Nak. Gara-gara kami hidup kamu menderita." Entah apa maksud dari ucapan mereka, aku enggak ngerti, Kak," tutur Zayla panjang lebar.

Gadis cantik itu sama sekali tidak menghiraukan sikap acuh kakaknya. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana pertemuannya dengan kedua orang tuanya dia alam mimpi yang terasa begitu nyata.

"Halah, jangan ngarang deh kamu. Mana ada kamu menderita. Justru kamu hidup mewah di sini. Karena aku masih berbaik hati menampung kamu di rumah besar ini," sanggah Arion dengan cepat. Ia tidak mau termakan dengan mimpi palsu adiknya itu.

"Satu lagi. Yang seharusnya minta maaf itu kamu, bukan mama dan papa. Mereka berdua meninggal gara-gara kamu, gadis sial*n!" Geram Arion tanpa segan mengumpat gadis polos di depannya.

Kedua mata Zayla mengembun. Ia tak menyangka kakak yang sang ia sayangi justru mengatakan kalimat pedas yang sangat menusuk hati. Air mata yang Zayla tahan dari tadi, kini telah tumpah.

"Aku enggak bohong, Kak. Aku benar-benar bermimpi ketemu sama mama dan papa. Aku juga mengakui kesalahan ku yang sudah membuat orang tua kita meninggal. Makanya aku ingin menebus kesalahan aku dengan cara mengabdi sama Kaka," suara Zayla bergetar, tatkala mengatakan keinginannya.

"Semua itu tidak akan cukup! Kamu harus hidup menderita di dunia ini. Kau dengar baik-baik! Sampai kapanpun aku gak akan pernah memaafkan kesalahan kamu, gadis sial*n! Bahkan menjadi pembantu di rumah ini saja tidak akan cukup menebus semua kesalahan kamu terhadap keluargaku!" Desis Arion dengan rahang mengeras. bahkan ia mencengkam dagu Zayla sampai gadis itu kesakitan.

"Aaaakkh! Sakit Kak," seru Zayla meneteskan air mata. Kakak yang dia puja-puja kebaikannya, kini telah menjelma menjadi sosok monster mengerikan. Jadi, perubahan sikap Arion adalah, karena ia mengalahkan Zayla atas kematian kedua orang tuanya.

"Cepat siapkan air hangat. Aku mau mandi," titah Arion menghempaskan cengkeramannya secara kasar.

Zayla hanya bisa menangis dalam diam. Ia tak mampu untuk melawan setiap. ucapan dan perlakuan kakaknya itu. Dengan langkah cepat, Zayla pergi ke kamar Arion untuk menyiapkan air hangat sesuai dengan perintah kakaknya.

Selagi menunggu sang kakak selesai mandi, Zayla memilih untuk menyibukkan diri di dapur. Ia akan memasak menu kesukaan kakaknya. Udang krispi dan cumi asam manis. Entah kenapa Arion malah menyukai masakan sederhana itu, padahal mereka tinggal di kota Amerika. Zayla pikir kakaknya tersebut akan menyukai makanan mahal di kota itu. Namun, ternyata dugaannya salah.

Lagipula Zayla juga menyukai menu yang sama dengan Arion, jadi mereka bisa berbagi nanti. Walaupun sebenarnya Arion tidak akan sudi berbagai dengan Zayla.

Arion terlihat sudah rapi dengan setelan jas kerjanya. Ia menuruni anak tangga satu persatu dan menuju ke meja makan. Arion tertegun saat melihat menu di atas meja makan. Menu yang mengingatkannya pada sang mama. Sebab hampir setiap hari mamanya itu selalu memasakkan menu favoritnya dan juga Zayla.

Hati Arion seperti diremas, tatkala bayangan sang mama tersenyum hangat kepadanya di meja makan saat makan bersama keluarga. Belum lagi sang papa ketika berdebat karena merasa cemburu saat istri tercintanya memberikan perhatian lebih kepada Arion.

Cairan bening mengalir di kedua pipi Arion. Ia merasa tak sanggup lagi berada lebih lama di meja makan itu yang hanya akan mengingatkannya pada kenangan indah bersama keluarga besar Wesley.

"Kakak menangis?" Suara lembut Zayla berhasil menyadarkan Arion dan langsung menghapus air matanya dengan kasar.

Lagi-lagi Arion pergi meninggalkan meja makan tanpa menyentuh sedikitpun masakan Zayla yang ia buat dengan sepenuh hati. "Kak Ion enggak mau sarapan dulu? Aku masak menu kesukaan kita, Kak," cetus Zayla seraya mengikuti langkah kaki sang kakak yang hampir sampai di pintu utama.

"Jangan pernah memasaknya lagi untukku. Atau aku akan melenyapkan mu saat itu juga. Mengerti!" Desis Arion menatap marah.

"Tapi kenapa Kak? Bukankah K--"

"Apa kau tuli, huh! Sekali lagi kau membangkang maka aku akan benar-benar melenyapkan mu dari muka bumi ini!" Sentak Arion mencengkeram pergelangan tangan Zayla dengan kasar.

"I-iya Kak," Zayla hanya bisa patuh. Ia merasa Arion semakin tidak waras. Bagaimana mungkin kakaknya itu berkata akan melenyapkannya hanya karena memasak menu kesukaan mereka berdua.

Selepas kepergian Arion, Zayla kembali ke meja makan dengan berlinangkan air mata. Mana mungkin ia membuang masakannya itu. Lebih baik Zayla menyantapnya sendiri karena ia juga merindukan masakan mamanya yang selama ini selalu memanjakannya dengan kasih sayang yang tiada batas. Sama seperti papanya yang juga berlomba ingin memberikan yang terbaik untuk Zayla.

"Ma, Pa. Aku merindukan kalian. Kakak sangat membenciku. Aku harus bagaimana Ma, Pa." Ratap Zayla seraya menyendokkan nasi ke dalam mulutnya. Sedangkan air mata masih terus mengalir membasahi pipi yang sangat mulus itu.

Sedangkan di dalam mobil, Arion sangat frustasi. Ia memukul-mukul stir mobilnya dengan keras untuk melampiaskan kekesalan hatinya. Ia marah karena merasa tak berdaya saat mengingat kedua orang tuanya yang sangat ia cintai.

"Kenapa kalian pergi begitu cepat. Bukankah kalian berjanji akan menemaniku saat menikah nanti. Bahkan kalian juga berjanji akan memberikan hadiah spesial untukku. Tapi, mana buktinya. Kalian justru pergi meninggalkan aku bersama dengan anak pungut itu. Seharusnya dia yang mati, bukan kalian!" Teriak Arion menarik rambutnya kasar. Ia sangat rapuh dan butuh pelukan dari kedua orang tuanya.

"Mungkin pergi dari kota ini adalah jalan satu-satunya agar aku bisa melupakan kenangan indah bersama kalian, Ma, Pa. Aku akan mencoba untuk berdamai dengan keadaan." Arion berkata penuh tekad. Walaupun dalam hati ia bersumpah tidak akan pernah memaafkan adik angkatnya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status