Sore hari, Naya terbangun dari tidurnya, ia berusaha mengumpulkan kesadarannya matanya perlahan membuka sempurna, detik kemudian matanya langsung membola langit-langit yang berbeda.
Naya menoleh ke samping mendapati Reza tengah tidur pulas sambil memeluknya. Ntah, apa yang yang terjadi padanya tiba-tiba air mata Naya menetes begitu saja. Tanpa membuang waktu ia menyingkirkan tangan kekar itu, lalu Naya berusaha bangkit, saat ia berdiri tiba-tiba Naya merasa sakit di bagian sensitifnya. "Akh …," ringisnya membuat Reza terjaga dari tidurnya, detik kemudian Reza langsung duduk. "Naya, tunggu disitu jangan gerak dulu," ucap Reza lalu ia turun dari ranjang kemudian mendekati Naya. "Kamu mau kemana?" tanya Reza, ia melihat jelas kalau gadis itu menangis. "Pulang," jawab Naya lirih membuat Reza langsung menggeleng lalu meraih tangan Naya. "Jangan Nay," bujuk Reza dengan wajah mengiba, tapi Naya malah menggeleng kuat. Ntah apa yang ia rasakan sekarang, Naya sendiri pun tidak mengerti antara menyesal dan kewajibannya. "Hiks …," tiba-tiba Naya tidak bisa menahan tangisnya membuat Reza langsung menarik Naya ke dalam pelukannya. "Maaf … maafin aku jika membuatmu seperti ini, tapi satu hal yang harus kamu tahu kita belum bercerai dan gak akan pernah bercerai Nay, kita pisah aja belum sampai satu bulan. Gak ada yang salah dengan apa yang kita lakukan tadi, walaupun begitu aku tetap minta maaf, aku tidak bisa menahan nafsuku," terang Reza sambil mengusap rambut Naya, Reza dapat merasakan tubuh gadis itu bergetar. "Aku mau pulang," lirih Naya membuat Reza benar-benar tidak tega, ia tahu pasti gadis itu masih lelah. "Aku antar kalo gitu, kita mandi dulu, kita makan, baru aku antar pulang," ucap Reza, tapi Naya tetap menggeleng ia tidak tahu harus bagaimana. "Gak apa-apa, ayok mandi biar gak lengket," lanjut Reza detik kemudian ia menggendong tubuh mungil itu membawanya ke kamar mandi. 10 menit kemudian keduanya sudah selesai mandi, tapi Naya malah terus diam dan tatapannya kosong. "Nay," panggil Reza membuat Naya langsung tersadar dari lamunannya, Reza tersenyum lalu ia berjongkok di hadapan Naya yang sedang duduk di sisi ranjang. Reza meraih kedua tangan Naya lalu di ciumnya lembut, ia mendongak menatap manik gadis itu, berbeda dengan Naya, Reza justru bahagia bisa menjadikan Naya sebagai istri seutuhnya. "Makasih ya," ucap Reza membuat Naya mengangguk sekilas lalu ia mengalihkan pandangannya, Reza yang melihat itu langsung duduk di samping Naya lalu menangkup wajah gadis itu. "Kamu mau ikut samaku? Kita mulai hidup baru lagi," tanya Reza dengan cepat Naya menggeleng, ia tidak akan pernah mau tinggal lagi bersama mertuanya apapun ceritanya. "Please Nay," bujuk Reza, tapi Naya tetap kekeh tidak mau. "Aku gak mau Kak, tolong jangan paksa aku, aku mau menangin diri dulu," jawab Naya dingin membuat Reza langsung diam lalu mengangguk, ia tidak mau memaksa Naya. "Ya sudah, ayo aku antar," lanjut Reza, sebenarnya semua karyawan sudah pulang karena hari sudah lewat jam kerja, namun Reza sudah menghubungi satpam agar menunggu dirinya dan sang istri keluar. Mereka keluar dengan beriringan, setelah mengunci ruangannya Reza melihat Naya sedikit kesusahan saat berjalan tanpa membuang waktu ia langsung menggendong Naya membuat sang empu kaget. "Kak gak usah di gendong, aku bisa jalan sendiri," ucap Naya tapi Reza malah tersenyum lalu membawa Naya ke parkiran lalu ia mendudukkan gadis itu di dalam mobil. "Terima kasih ya Pak Oman sudah menunggu saya dan istri saya, ini sedikit uang buat ngopi," ucap Reza sambil menyodorkan dua lembar uang merah ke tangan satpam tersebut. "Alhamdulillah, terima kasih banyak Pak Reza,"ucap Reza. "Sama-sama pak," Setelah mobil Reza keluar Pak Oman langsung mengecek kembali semua ruangan. "Tante lihat sendiri 'kan, aku bilang juga apa Naya itu pasti udah ngehasut-hasut Reza Tante, buktinya dari tadi mereka di dalam, tapi Pak Reza gak mau nyahut Tante, kan?" ucap Nova mengompor-ngompori Neni. Sekarang posisi mereka di balik tiang ngumpet, mereka kekeh menunggu Reza keluar dari kantor karena melihat mobil Reza terparkir di parkiran. "Iya ya, benar-benar ini menantu tak tau diri bisa-bisanya dia selalu mencuri-curi waktu agar bisa bersama Reza terus," geram Neni membuat Nova mangut-mangut. "Tapi Nova, sekarang Tante gak bisa main kasar sama Reza yang ada dia malah musuhin Tante dan mempersulit tujuan kita untuk memisahkan mereka, kalo mau kita main cantik aja, keliatan selow tapi menusuk Naya," ujar Neni sambil tersenyum miring. "Kalo masalah itumah Tante lebih paham, intinya aku bantu aja," jawab Neni tersenyum manis. "Kamu bantu karena menginginkan Reza juga 'kan?" ujar Neni yang dibalas anggukan oleh Nova. "Hehe iya Tante, tapi Tan itu tadi kok mesra banget dah sampai di gendong gitu," "Tante gak tau, paling si gadis kampung itu yang minta sok-sok manja, tapi apapun itu Reza tidak boleh bersatu lagi sama Naya, bagaimanapun caranya Tante akan usahain karena dari dulu Tante memang tidak pernah suka dengan Naya, kalo bukan Papanya Reza udah cepat Tante usir itu," terang Neni membuat Nova mangut-mangut setuju. "Ngapain kalian ngumpet disini!" ucap pak oman tiba-tiba. "Eh matamu eh!" Nova dan Neni terlonjak kaget lalu mereka berbalik, begitu juga dengan Pak Oman yang ikutan kaget melihatnya. "Ibu… ngapain Ibu sembunyi disini? Pak Rezanya baru pulang," ucap Oman tidak percaya melihat yang sembunyi adalah Neni dan Nova sekretaris Reza. "Oh iya kah? Ya udah deh kalo udah pulang kalo gitu kami balik dulu, kirain tadi belum balik," jawab Neni lalu buru-buru menarik tangan Nova pergi menjauh keluar dari area kantor. "Kok aneh sih dan itu Bu Nova ngapain sama Bu Neni, apa mereka sahabat? Ah, bodo amatlah sekarang yang cocok ngopi, karena uang ngopi sudah cair dari pak Bos hehehe," gumam Oman sambil memastikan semuanya sudah si kunci lalu ia buru-buru meninggalkan kantor. Disisi lain, Reza sedang membeli makan sedangkan Naya tetap di dalam mobil. Ia hanya ingin cepat pulang, tapi Reza tetap kekeh harus makan. Tidak lama kemudian Reza masuk ke dalam mobil lalu ia membuka makanan yang sudah ia beli. "Nay," panggil Reza membuat Naya langsung menoleh. "A … makan dulu," ucap Reza mendekatkan sedok ke mulut Naya membuat Naya mau tidak mau menerima suapan itu. "Sini aku aja, Kakak makan aja," tolak Naya tapi Reza tidak memberikannya, baginya ini adalah momen langka dan baru perdana ia lakukan sepanjang pernikahannya yang sudah hampir menginjak satu tahun. "Aku aja kak," "Gak apa-apa, buka mulutnya a …," lagi-lagi Reza menyuapi Naya membuat Naya pasrah, hingga akhirnya ia kenyang di suapi oleh Reza. "Udah Kak, udah cukup aku udah kenyang," ucap Naya yang dibalas anggukan oleh Reza. "Ini kamu makan ayamnya nih, aku makan dulu ya sebentar aja kok," jawab Reza yang dibalas anggukan oleh Naya. Ntah kenapa ia memang pengen memakan ayam tersebut sedari tadi. Naya membuka saos lalu ia menuangkan ke atas ayam. Sedangkan Reza hanya tersenyum sambil makan, rasanya sangat senang bisa sedekat dan seromantis itu dengan Naya. Ia terus memperhatikan wajah cantik itu, sesekali ia membayangkan Naya sedang tidak memakai jilbab. Setelah selesai makan, Reza langsung membereskan sampah makanan mereka lalu ia berniat kembali melanjutkan perjalanan. "Kak," panggil Naya membuat Reza langsung menoleh lalu tersenyum. "Iya sayang, kenapa?"tanya Reza membuat Naya diam sejenak. "Itu di dekat hidung Kakak ada nasi," tunjuk Naya membuat Reza langsung meraba-raba sekitar hidungnya. "Udah?" tanya Reza yang dibalas gelengan oleh Naya. "Belum, itu," tunjuk Naya, Reza langsung meraih tangan Naya mendekatkan ke wajahnya membuat tubuh Naya otomatis lebih condong ke Reza. "Tolong ambilin ya," pinta Reza dengan wajah yang begitu dekat, Naya hanya mengangguk lalu ia mulai mengambil nasi yang di dekat hidung Reza. Cup! Tiba-tiba Reza mengecup bibir Naya membuat Naya langsung menjauhkan tubuhnya dari Reza. Sedangkan Reza malah tersenyum, ia sangat suka bibir itu. "Minta tolong anterin pulang, Kak," ucap Naya mengalihkan perhatian Reza membuat Reza langsung mengangguk lalu mulai menjalankan mobil. "Tidur aja kalo mau tidur," ucap Reza di sela-sela keheningan mereka karena ia melihat Naya sudah mengantuk sesekali menguap. "Iya," jawab Naya singkat membuat Reza menoleh sekilas. "Aku tahu kok alamatnya, gak usah khawatir," ucap Reza tanpa sadar membuat Naya langsung menoleh. "Kakak tau darimana?" tanya Naya membuat Reza langsung terdiam sejenak, bagaimana bisa ia salah ucap."Mama mau nikah?" tanya Reza menggoda Neni membuat Neni langsung memukul tangan anaknya itu pelan. "Gak lah cukup melihat anak-anak Mama bahagia itu udah lebih dari cukup." jawab Neni membuat Reza terkekeh geli. "Gak apa-apa Ma kalo mau nikah juga, direstuin kok." "Gak usah kurang ajar Reza ..." "Hahah ... Beneran Ma." goda Reza. "Sana urusin istri kamu yang lagi hamil gak usah aneh-aneh kamu tuh yang jangan sampai tergoda oleh wanita manapun." omel Neni membuat Reza tersenyum lalu mengangguk. "Siap Bunda Ratu, Naya tidak akan tergantikan." Jawab Reza. Malam hari setelah semuanya pulang, Neni ke kamar bersama Zahra, ia sudah terbiasa tidur dengan cucunya tersebut. "Kak." panggil Naya bagitu melihat Reza sibuk dengan komputernya. "Hum ... kenapa?" tanya Reza sambil melihat Naya seperti anak kecil ingin meminta sesuatu. "Sini sayang." ucap Reza lalu menarik Naya duduk di pangkuannya. "Mau apa cantik?" tanya Reza sambil menciumi pipi istrinya tersebut. "Em ... peng
Dua bulan kemudian Naya mual-mual membuat Reza dan keluarganya bahagia. "Za apa gak kecepatan Zahra punya adik?" tanya Alex saat berkunjung ke rumah Reza. "Gak dong, Zahra udah genap dua tahun nanti adeknya lahir Zahra masuk tiga tahun, yang kecepatan punya adek itu Syakila." jawab Reza dengan santainya membuat Alex melotot. "Silvi gak hamil ya," "Ya iya maksudnya yang kecepatan punya adek itu Syakila kalo misalnya Silvi hamil." "Iya-iya biasa aja kali, o iya Tante Neni berapa lama umroh?" tanya Alex sambil menyeruput kopi. "Dua bulanan semoga pulang dengan selamat." jawab Reza yang diamini oleh Alex. "Gak nyangka ya sekian banyak drama yang terjadi beberapa tahun yang lalu akhirnya kita semuanya bisa tenang menjalani hari, apalagi saya setelah Indri menikah rasanya lega banget." terang Alex membuat Reza mangut-mangut. "Ya begitulah jika tuhan sudah berkehendak yang jahat bisa jadi baik dan yang baik bisa jadi jahat," jawab Reza yang dibalas anggukan oleh Alex. "Tante
Hampir 30 menit Rifki menunggu Indri, tapi Indri belum keluar-keluar juga membuat Rifki greget. Tok! Tok! Tok! "Indri." "Iya ..." "Keluar saya gak nyuruh kamu lama-lama di dalam." ucap Rifki dengan nada tegas membuat Indri langsung memejamkan matanya. 'Lex ... Kamu tega banget sama aku, kamu gak kasian apa lihat aku.' ucapnya dalam hati lalu ia perlahan membuka pintu. Ceklek! Deg! Rifki langsung menelan salivanya dengan susah payah begitu melihat Indri hanya memakai handuk sepaha. "Aku lupa bawa baju ganti." ucapnya membuat Rifki mengalihkan pandangannya sekilas. "Iya, ayo sholat dulu." ajak Rifki lalu mereka melakukan sholat berjamaah. Setelah selesai sholat, Indri membuka mukenahnya lalu ia berjalan ke dekat lemari hendak mengambil baju. Saat ia berjinjit tiba-tiba ia kaget melihat tangan Rifki melingkar di perutnya. "Ri--rifki-- "Aku kangen banget sama kamu." ucap Rifki dengan napas berat membuat Indri merinding. "Aku mau pake baju dulu." lanjut Indri y
[Bukannya gak menghargai atau gimana ya Indri, punten ini mah maaf ... Dari kemaren-kemaren bukannya kamu udah tunangan bahan denger-denger gosipnya udah mau nikah kok sekarang baru mau lagi?] tanya Alex blak-blakan. [Kemaren itu aku kabur Lex dan sekarang dipaksa pulang sama Ayah dan beneran mau dinikahin besok, hiks ...] Silvi yang melihat itu pura-pura tidak mendengar ia fokus pada Syakila. "Kita keluar yuk sayang." ucap Silvi sambil menciumi pipi putrinya itu lalu ia melangkah hendak keluar. Baru dua langkah tiba-tiba tangannya dicekal oleh Alex membuat Silvi berhenti lalu mendongak. Cup! Tiba-tiba ada Alex mengecup bibirnya membuat Silvi mematung. [Sekarang gini, ikuti apa yang disarankan orang tuamu karena orang tua biasanya tau apa yang terbaik untuk anaknya.] jawab Alex yang masih setia memegang tangan Silvi. [Tapi le-- [Udah jangan ngeluh terus kehidupan ini gak gitu-gitu aja, sama halnya kayak saya dan Silvi sudah jadi orang tua dan ya ... Udah otw anak ke d
"Iya Om." jawab Nova membuat laki-laki itu panik bukan main. "Anak siapa?" "Ya anak Om lah sama teman-teman Om itu." jawab Nova yang dibalas gelengan oleh laki-laki paruh baya itu. "Gak mungkin saya gak pernah ngeluarin di dalam kamu bohong, pasti itu kerjaan kamu sama laki-laki lain." tuduh laki-laki itu membuat Nova melotot. "Om! Ini anak Om Budi saya gak pernah sama siapa-siapa semenjak di booking sama Om!" bantah Nova. "Ok kalo itu benar ulahku sekarang gugurkan saja, saya kasih uang." suruh Budi membuat Nova menyunggingkan senyum. "Iya Om, aku minta 50 juta Om harus tanggung jawab ini." ujar Nova membuat Budi mau tidak mau mengangguk. "Tapi ini kamu harus benar-benar menggugurkan anak itu karena jika tidak saya tidak mau tanggung jawab lagi mau gimanapun juga." ancam Budi membuat Nov. "Iya Om aman nanti aku gugurin, Om mau gak?" goda Nova membuat Budi tersenyum miring. "Tanpa kamu suruh pun aku akan tetap mengambil alih itu." jawab Budi lalu mendorong Nova ke ran
Sore hari setelah Alex dan Silvi pulang. Reza sedang berdiri di dekat jendela kamar sambil bersedekap dada. Ceklek! Naya yang baru saja masuk langsung mengunci pintu lalu mendekati suaminya itu. 'Kak Reza kenapa lagi ya? Jangan bilang dia lupa Ingatan lagi.' ucap Naya dalam hati lalu memberanikan diri memegang tangan Reza. "Kak ..." "Hum." Reza kaget lalu menoleh ke samping, detik kemudian bibirnya tersenyum manis. "Kakak mikirin apa?" tanya Naya, Reza langsung membawa Naya berdiri di depannya menghadapi jendela. Lalu Reza memeluk istrinya itu dari belakang menyandarkan kepalanya di bahu Naya membuat Naya sedikit kaget, ia menoleh kesamping bertepatan dengan wajah Reza di dekatnya. Cup! "Zahra mana sayang? tanya Reza membuat Naya tersenyum lalu ia mencium kembali pipi suaminya itu. "Zahara dibawa jalan-jalan sama Nurul, Rey sama Mama." jawab Naya. "Oh mereka jalan-jalan, kamu kenapa gak ikut?" tanya Reza. "Mau sama Kakak aja." jawab Naya pelan membuat Reza terse