Share

Penyesalan Sang CEO yang Terlambat
Penyesalan Sang CEO yang Terlambat
Author: Nayla

Bab 1

Author: Nayla
Emily Hadid mengenakan gaun tidur sutra, berdiri di depan jendela besar sambil menatap bintang-bintang di luar. Setelah terdiam lama, dia mengeluarkan ponsel dan menelepon balik. "Aku setuju dengan pernikahan aliansi itu."

Telepon di seberang hening sejenak. Segera, suara ayahnya yang gembira terdengar. "Emi, kapan kamu pulang? Ayah akan jemput kamu."

Nama kecil yang sudah lama tak terdengar itu membuat hidung Emily terasa sesak.

"Senin depan." Setelah mengucapkannya, Emily langsung menutup telepon.

Sejak ibunya meninggal, pria itu langsung membawa perempuan lain dan putrinya masuk ke rumah. Emily membenci mereka, tetapi perusahaan yang diwariskan ibunya tidak boleh begitu saja jatuh ke tangan perempuan itu dan anaknya.

Dulu, demi pria bernama Finn Aristo, Emily terus berusaha bertahan. Kini, dia tidak perlu lagi repot-repot. Dia akan mengambil kembali apa yang menjadi miliknya dengan cara paling langsung.

Begitu mengingat Finn, hatinya terasa nyeri lagi.

Pukul 8.30 malam, Emily menata masakan yang dia masak ke atas meja. Pada saat bersamaan, Finn mengirim pesan.

[ Di kantor ada urusan, jangan tunggu aku. ]

Menatap layar, tubuh Emily terasa kaku.

Hari ini adalah ulang tahunnya yang ke-23, juga tahun kelima kebersamaannya dengan Finn. Sejak pukul 6 malam, Emily terus menelepon dan mengirim pesan. Namun, telepon tak diangkat dan Finn hanya membalas pesannya dengan singkat, mengatakan dirinya sibuk.

Kotak percakapan seperti sandiwara satu orang karena hanya Emily yang sibuk mengirim pesan.

[ Aku pesan steik tomahawk. ]

[ Bunganya mawar dan lili. ]

[ Anggur ini kesukaanmu, tadi sore aku ambil dari kilang anggur. ]

[ Lilin aromaterapi sudah kusiapkan, wangi melati. Khusus untukmu malam ini. ]

....

Tiga belas tahun berturut-turut, Finn tak pernah absen di hari ulang tahunnya. Dengan tak rela, Emily kembali menekan nomor Finn. Namun, telepon sudah tidak aktif.

Dia baru saja menunduk memeriksa waktu pesan terakhir masuk, tiba-tiba muncul notifikasi dari akun yang dia ikuti.

[ Konser Maestro Vin, sudah lama kutunggu. ]

Di bawahnya ada foto. Dua lengan bersentuhan erat, laki-laki dan perempuan.

Dalam cahaya redup, manset berlian pada lengan pria tampak jelas. Itu adalah manset dengan pola melati, yang Emily pesan secara khusus. Itu adalah motif favorit Finn. Di seluruh Kota Kumo hanya ada satu.

Emily menggenggam erat ponselnya, memperbesar dan memperkecil foto itu berulang kali, sampai matanya perih. Kemudian, dia melemparkan ponsel ke meja, terengah-engah bagai ikan yang sekarat.

Hari pertama tur nasional Maestro Vin, Emily sudah membeli tiket. Dia bahkan bilang, itu adalah hadiah ulang tahun yang paling dia inginkan.

Finn berjanji menemaninya, tetapi saat acara akan dimulai, dia malah mengingkarinya. Kini, tepat di hari ulang tahunnya, Finn justru pergi bersama Wanda.

Rasa sakit di dada menjalar ke seluruh tubuh. Emily menutup wajahnya, tak sanggup lagi menipu diri sendiri.

Sejak kecil tubuhnya lemah. Saat berusia sepuluh tahun, dia pindah dari ibu kota ke Kota Kumo untuk berobat, lalu berkenalan dengan Finn. Karena Finn, meskipun sudah sembuh, dia tak ingin kembali ke ibu kota.

Anak laki-laki yang dua tahun lebih tua darinya itu selalu melindungi dan menyayanginya, menemani dari SMP hingga kuliah.

Saat Emily berulang tahun ke-18, Finn tak sabar menyatakan cintanya, memberi bunga terindah, dan berjanji seumur hidup hanya mencintainya.

Lantas, sejak kapan semua berubah? Mungkin sejak hari Emily menggandeng Wanda dan memperkenalkannya kepada Finn.

Gadis bergaun putih sederhana itu tersenyum lembut, rapuh, dan rendah diri. "Kak Finn, aku murid beasiswa yang dibantu Emily."

Seperti bunga lili di tebing curam, penampilan Wanda sangat mudah membangkitkan naluri pria untuk melindunginya.

Sejak saat itu, dalam pilihan antara Emily dan Wanda, sembilan dari sepuluh kali Finn lebih memilih Wanda. Untuk itu, Emily pernah marah.

Namun, Finn selalu menatapnya dengan kening berkerut, penuh kekecewaan. "Wanda lemah, dia nggak bisa menandingi kamu. Jangan ganggu dia."

Memangnya orang yang bertubuh lemah boleh seenaknya merebut pacar orang?

Ponselnya tiba-tiba terus bergetar. Emily segera melihat. Tiga notifikasi muncul bersamaan.

[ Permainan biola Maestro Vin memang kelas dunia. Kak Finn sudah membantuku. Selesai konser, aku akan jadi muridnya. ]

[ Hari ini ulang tahunmu ya? Aku sudah minta Kak Finn pulang menemuimu, tapi dia khawatir aku nggak makan dengan baik, makanya menemaniku. Kamu telepon terus, dia jadi kesal dan terpaksa matikan ponsel. ]

[ Ini hadiah dari Kak Finn untukku. Emily, coba lihat, cocok nggak dengan pakaianku? ]

Sebuah gelang berlian warna-warni yang indah. Itu adalah produk baru dari merek mewah, hanya bisa didapat dengan pemesanan jauh hari.

Saat iklannya muncul, Emily pernah menyebutkannya kepada Finn. Ternyata Finn memang membeli, hanya saja bukan untuknya.

Emily meletakkan ponsel dengan tenang, menyalakan lilin, lalu merayakan ulang tahunnya seorang diri. Semua makanan yang tersisa pun dia buang ke tempat sampah, termasuk kue ulang tahun buatan sendiri yang dia pelajari setengah bulan.

Alasan dia baru pergi minggu depan adalah karena selama 13 tahun ini, dia dan Finn terikat terlalu erat, baik dari segi perasaan maupun kehidupan. Berpisah darinya tidak mudah. Dia butuh waktu.

Dalam kantuknya, Emily merasa ada seseorang duduk di tepi ranjang. Tangan dingin menyentuh wajahnya dan mencubit pelan. Suara berat itu terdengar penuh kasih sayang seperti biasa. "Emi, maaf aku pulang terlambat. Ini hadiah ulang tahunmu, coba lihat suka nggak?"

Emily terbangun, mengerutkan kening, membuka mata. Pria itu hanya mengenakan kemeja hitam tanpa jas.

Dalam cahaya remang, wajah tampan dengan garis tegas itu tersenyum hangat, terlihat semakin memikat. Mata itu seperti mampu menenggelamkan siapa pun.

Emily bangkit dan duduk, lalu menerima kotak yang disodorkan. Di dalamnya adalah gelang berlian warna-warni

"Bukankah kamu selalu menginginkannya? Aku pakaikan untukmu ya." Finn hendak mengambil gelang itu, tetapi ponselnya malah berdering.

Dia menaruh kotak di ranjang, lalu bangkit dan mengangkat telepon. "Kok bisa jatuh? Ada luka? Jangan nangis, aku segera datang."

Dia begitu panik, bahkan tak sempat kembali ke sisi ranjang untuk menjelaskan.

"Finn ...." Emily memanggil pelan, tetapi pintu kamar sudah tertutup rapat.

Finn tidak menoleh.

Beberapa menit kemudian, pesan dari Wanda kembali masuk.

[ Sudah dipakai gelangnya? Kamu harus terima ya. Aku susah payah membujuk Kak Finn supaya mau memberikannya ke kamu. Dia sayang aku yang pengertian, makanya setelah konser dia menemaniku membeli satu lagi. ]

[ Aku suka makna gelang itu, yang dicintai akan selalu berbahagia. ]

Ini adalah gelang pasangan klasik dari merek yang sama.

Pada tahun berdirinya perusahaan Finn, dia pernah mengajak Emily melihat gelang ini. Saat itu, modal perusahaan sedang ketat. Beberapa proyek awal justru tertutup berkat Emily yang menjual dua koleksi kerajinan keramik warisan ibunya. Dia tidak tega membiarkan Finn terbebani.

Namun, setelah perusahaan berkembang, Finn tak pernah ingat membelinya gelang itu. Begitu uang proyek cair, Emily mencoba menelusuri dua koleksi kerajinan keramik itu, tetapi sudah dibeli kolektor misterius dengan harga tinggi dan tak pernah ditemukan lagi.

Malam itu, Finn tidak kembali. Keesokan paginya saat sarapan, ponselnya kembali berbunyi. Pesan dari Wanda.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penyesalan Sang CEO yang Terlambat   Bab 100

    Austin duduk tegak di sofa dengan mata setengah terpejam. Sulit ditebak apa yang sedang dipikirkannya. Pria tua itu sedang beristirahat.Emily refleks memperlambat langkahnya. Saat dia mendekat, Austin seakan merasakan sesuatu, lalu membuka matanya. Sepasang mata yang tampak bijak itu perlahan beralih padanya."Emily, kamu nggak terluka?""Hm?"Emily terkejut. Dia sempat mengira, Austin akan menegurnya karena dianggap tidak hormat pada ayah. Tak disangka, hal pertama yang keluar dari mulutnya malah menanyakan keadaannya.Melihat keterkejutannya, sorot mata Austin berangsur-angsur melembut. "Aku memang dengar kabar bahwa kamu membuat ayahmu sampai masuk rumah sakit, tapi aku juga sudah tanyakan duduk perkaranya.""Ayahmu mengadakan jamuan, itu pilihannya. Tanpa memberitahumu lebih dulu, dia malah menuntut kamu menjamu tamu dengan hangat. Lalu saat jamuan, dia menghukummu di depan tamu dengan alasan bicara nggak sopan .... Itu nggak pantas.""Keluarga besar menetapkan aturan, tujuannya a

  • Penyesalan Sang CEO yang Terlambat   Bab 99

    Tatapan cemas Finn sepenuhnya terhalang. Mobil melaju stabil meninggalkan kompleks Keluarga Hadid, menuju hiruk pikuk pusat kota.Di dalam kabin mobil yang hening, barulah Emily menoleh. "Pak Kristof, kenapa kebetulan lewat depan rumah Keluarga Hadid?""Bukan kebetulan lewat."Wajah Kristof tetap tampak dingin di dalam bayangan kabin, hanya matanya yang dalam memantulkan sosok Emily. "Aku memang sengaja datang untuk menjemputmu.""Menjemputku? Apa ada sesuatu yang terjadi?"Emily mengangkat alis. Jangan-jangan, kabar Ronny membantu Finn merebut proyek, lalu Keluarga Hadid berencana bekerja sama dengan Finn, sudah sampai di telinga Kristof? Sebagai sekutu, Kristof sengaja memutar jalan untuk memberi peringatan padanya?Pikiran itu membuat tatapan Emily ikut menjadi serius.Kristof menjawab, "Ibu tirimu yang menelpon ke rumah Keluarga Maison. Katanya sejak kamu jadi istri Keluarga Maison, sikapmu sudah tidak tahu aturan.""Dia bahkan mengadu, bilang kamu membuat Glenn masuk rumah sakit k

  • Penyesalan Sang CEO yang Terlambat   Bab 98

    Setelah keluar dari rumah Keluarga Hadid, Emily berdiri di pinggir jalan, bersiap-siap untuk memesan mobil.Suara langkah terdengar dari belakang. Dia menoleh dan melihat seorang pria yang berlari dengan jaket tersampir di lengannya dan hanya mengenakan kemeja tipis. Dalam cahaya lampu jalan, dia berhenti tepat di depan Emily."Aku antar kamu."Finn menyibak rambut di sisi wajah Emily, sorot matanya hanya dipenuhi dengan Emily. Seolah-olah, semuanya masih sama seperti dulu. Dulu, Finn juga sering berlari menghampirinya begini.Namun sekarang, Emily hanya merasa angin malam ini membuatnya menggigil. Dia kembali merapatkan mantel di tubuhnya dan jari tetap bergerak di layar, terus mencoba untuk memesan mobil."Nggak perlu."Rumah Keluarga Hadid agak jauh dari pusat kota, aplikasi pemesanan terus berputar, tetapi mobil tak kunjung tersedia.Melihat hal itu, Finn mendekatinya. Dia memperlihatkan lengannya yang lebam akibat pukulan itu dan bibir tipisnya terkatup rapat."Emi, hukuman keluar

  • Penyesalan Sang CEO yang Terlambat   Bab 97

    Emily tetap tak bergeming. Dulu, dia sudah sering merasakan hukuman keluarga ini. Kalau dulu saja dia tidak takut, tentunya sekarang juga semakin tidak gentar menghadapinya.Melihat sikap Emily yang keras kepala, Glenn mengangkat tinggi tangannya. Esther menatap penuh semangat sambil membatin, 'Pukul saja sampai mati!'"Anak tak berbakti!"Wajah Emily tampak dingin. Baru saja dia hendak merebut tongkat itu lalu pergi, tiba-tiba ada bayangan orang melintas di depannya.Finn maju ke depan dan menahan pukulan itu untuknya."Kamu ...." Mata Emily memancarkan keterkejutan dalam sekejap.Finn berdiri di depannya, pelipisnya berkeringat menahan sakit. "Kamu nggak apa-apa?"Empat kata itu membangkitkan kembali kenangan suara Finn di masa lalu.Dulu saat dia kabur dari ibu kota dan pergi jauh ke Kota Kumo, banyak rintangan yang mengadangnya. Finn hanya memeluknya dan menanyakan empat kata itu.Saat Grup Eternal baru berdiri, dia membantu Finn menghadapi jamuan bisnis. Saat itu, dia minum alkoho

  • Penyesalan Sang CEO yang Terlambat   Bab 96

    Sore harinya, di rumah Keluarga Hadid.Emily melangkah pulang di bawah cahaya matahari yang mulai tenggelam. Begitu masuk, pandangannya langsung jatuh pada sosok pria yang duduk sendirian di sofa.Finn mengenakan kemeja dengan celana kain, bagian lengannya digulung hingga menampakkan lengan berotot dan jam tangan emas di pergelangan tangannya. Dia hanya duduk diam sambil menatap Emily dengan sorot mata dalam.Sinar senja yang merah masuk lewat jendela dan jatuh ke lantai, seolah memisahkan mereka berdua ke dalam dua dunia yang berbeda.Keheningan menyelimuti ruangan.Glenn maju mencoba menengahi sambil mengambil mantel Emily dengan lembut dan menggantungkannya. Melihat sikap ayahnya yang tak biasa, Emily lalu memasukkan satu tangan ke saku celananya.Namun, sebenarnya Glenn memanfaatkan gerakan itu untuk berbisik pelan, "Kita akan segera bekerja sama dengan Grup Aristo, mau tak mau akan sering bertemu. Lebih baik cepat bertatap muka dan minta maaf, supaya ke depannya nggak canggung.""

  • Penyesalan Sang CEO yang Terlambat   Bab 95

    "Tenang, aku akan menyuruh perawat datang menjagamu, kamu aman.""Nggak ... Finn, aku ingin ikut denganmu. Serbuk sari di kantor Emily nggak banyak, aku jatuh dari lantai cuma lecet, nggak apa-apa."Wanda baru saja duduk, sepasang matanya yang berkaca-kaca ingin bersikap manja pada Finn. Namun, Finn menekan tubuhnya kembali ke ranjang. Begitu Finn membayangkan sosok Wanda yang terengah-engah di pelukannya, kenangan-kenangan mengerikan waktu itu tiba-tiba muncul dalam benaknya.Tatapan Finn menjadi serius, "Nggak boleh. Sampai badanmu benar-benar pulih, rumah sakit adalah tempat amanmu.""Tapi ....""Wanda, jangan buat aku khawatir."Sorot mata Finn penuh peringatan. Gerakannya jadi lebih kasar saat menekan sampai Wanda merasa sakit. Wanda mengatupkan bibir, dia tahu apa yang membuat Finn khawatir, lalu tak lagi menolak.Finn menahan sorot mata dinginnya barusan, lalu menerima panggilan telepon dari Grup Aristo sehingga dia harus keluar sebentar.Glenn tidak pergi. Dia menunggu dengan s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status