Share

Bab 6

Author: Nayla
Orang yang lahir di keluarga kaya tentu bisa langsung melihat sisi kampungan pada diri Wanda. Mau berusaha menyenangkan pun percuma. Poppy selaku nyonya besar tidak menyukai Emily, apalagi menyukai Wanda.

Kemunculan Emily seketika menyulut api amarah Poppy. "Benar-benar bodoh, bahkan menjaga pria sendiri pun nggak bisa, sampai membiarkan seorang perempuan penggoda masuk ke rumah."

Finn segera berdiri di depan Wanda, suaranya dingin dan penuh tekanan. "Wanda bukan perempuan penggoda, dia temanku. Tolong jaga ucapanmu, Tante!"

Emily teringat pertama kali dia datang ke rumah Keluarga Aristo. Bahkan sebelum masuk pintu, Finn sudah berkali-kali mengingatkannya untuk tidak berselisih dengan orang Keluarga Aristo, semua demi masa depan.

Wajar saja, saat itu dia hanyalah anak di luar nikah yang baru diakui. Namun, kini dia adalah calon pewaris Keluarga Aristo yang tak terbantahkan. Tentu saja dia bisa melindungi orang yang ingin dia lindungi.

Dengan ekspresi ragu, Wanda menarik tangan Finn. Matanya penuh kegembiraan dan kekaguman, seakan-akan dia sedang memandang dewa. "Finn, maaf sudah merepotkanmu."

Hati Finn dipenuhi rasa puas. Dia tak kuasa menoleh pada Emily. Namun, yang terlihat hanya wajah datar tanpa emosi. Wanita ini pasti sudah terbiasa dimanja, makanya jadi keras kepala dan tidak mau mengalah.

Kalau kesal, Emily pasti akan langsung memasang ekspresi datar dan mengabaikan semua orang. Dia ingin melampiaskan amarahnya? Bukankah dia tahu ini rumah siapa? Masih mau bersikap sewenang-wenang?

"Emi, temani Wanda duduk sebentar, aku sebentar lagi turun." Finn menarik kembali tangannya yang digenggam Wanda, lalu naik ke ruang kerja.

Poppy duduk dengan anggun di sofa, penuh aura sosialita. Ekspresinya sombong dan meremehkan. "Emily, aku benar-benar meremehkanmu. Demi bisa masuk ke Keluarga Aristo, kamu sampai sesabar ini."

Emily tidak ingin membuang energi. "Tante bercanda. Aku mau masak sebentar untuk Kakek."

Dia menggulung lengan bajunya dan menuju dapur. Dia ingin memasak sebagai bentuk terima kasih. Setelah ini, dia dan Keluarga Aristo tidak akan ada urusan lagi.

Wanda refleks ingin ikut. Namun, pikirannya segera berputar dan langkah kakinya pun berhenti. Bagaimanapun, dia adalah calon nyonya. Untuk apa dia ke dapur? Itu tempat para pembantu.

Emily baru selesai menumis lauk ketiga. Tiba-tiba, terdengar suara tamparan keras dari luar disertai jeritan memilukan Wanda.

Dia buru-buru keluar dengan spatula di tangan. Seseorang bahkan lebih cepat berlari turun dari lantai atas, langsung memeluk Wanda yang jatuh lemas di lantai. "Tante, apa-apaan ini?"

Ayah Finn, Felix juga turun sambil memapah Norman. Wajah keduanya tampak muram.

Poppy melemparkan sebuah kotak hadiah ke lantai. "Finn, meskipun aku bukan ibu kandungmu, aku tetap orang tua. Kamu bawa teman makan di rumah, aku seharusnya menjamu dengan baik. Tapi maksudnya apa memberiku barang palsu? Mau mengejek statusku sebagai Nyonya Aristo nggak layak?"

Pernikahannya dengan Felix hanyalah pernikahan aliansi. Hampir tidak ada cinta di antara mereka. Apalagi dia hanya melahirkan seorang putri, sementara selingkuhan Felix di luar justru melahirkan Finn. Nahasnya, Finn justru sangat berprestasi, bahkan menjadi presdir Grup Aristo.

Banyak sosialita mengejek Poppy, katanya cepat atau lambat dia akan kehilangan posisi nyonya besar. Sekarang Wanda malah memberi hadiah palsu, mana mungkin dia tidak marah?

Wajah Wanda sudah bengkak karena tamparan tadi. Dia ketakutan dan meringkuk di pelukan Finn dengan tubuh gemetaran. "Finn, bukan aku. Itu 'kan hadiah darimu. Aku pilih yang paling mahal, mana mungkin palsu?"

Saat tahu akan datang ke Keluarga Aristo, dia rela mengambil perhiasan mahal miliknya demi menyanjung Keluarga Aristo.

Emily menoleh ke arah gelang giok yang pecah di lantai. Dia pernah melihatnya di brankas Finn. Itu adalah gelang yang Finn beli di lelang bersama sebuah mahkota. Saat itu, Finn berkata akan dipakai saat pernikahan mereka. Ternyata, gelang itu diberikan kepada Wanda. Namun, yang di lantai itu jelas palsu.

Tiba-tiba, Finn menoleh ke arah Emily. "Kamu menyentuh kotak perhiasan Wanda?"

Emily tertegun, sementara Wanda menangis tersedu-sedu.

"Emily, kamu yang membiayaiku kuliah, kamu juga yang mengenalkanku pada Finn. Aku sungguh berterima kasih. Segalanya bisa kuberikan padamu. Kalau kamu suka, langsung ambil saja, kenapa harus ditukar dengan yang palsu?"

Emily benar-benar marah. "Finn, kamu juga mengira aku yang menukarnya?"

Finn menepuk lembut punggung Wanda, suaranya berat. "Jangan ribut lagi, Kakek lapar. Kalau sudah selesai, hidangkan makanannya."

Jelas sekali, dia percaya pada Wanda. Emily hanya bisa mentertawakan dirinya sendiri. "Kalau begitu, lapor polisi saja. Gelang semahal ini cukup untuk dijadikan kasus."

Wajah Finn semakin kelam.

"Emi, sini, temani Kakek." Norman akhirnya bersuara dan menghentikan ketegangan yang semakin memanas.

Emily menatap Norman yang tampak renta, akhirnya tak tega. Dengan patuh, dia memapah Norman menuju ruang makan.

Tak lama kemudian, makanan terhidang. Semua masakan buatan Emily diletakkan di depan Norman. "Memang Emily yang paling pengertian. Kamu tahu saja aku kangen masakanmu."

Suasana mulai mencair.

Tiba-tiba, Wanda mengangkat gelas anggur. "Kakek, Tante, maafkan aku. Aku salah karena sudah mengganggu. Aku minum sebagai permintaan maaf."

Baru saja hendak meneguk, gelas itu langsung ditahan oleh Finn. "Dokter bilang kamu nggak boleh minum, lupa?"

Mata Wanda berkaca-kaca. "Tapi hatiku sungguh nggak nyaman."

Finn menoleh pada Emily. "Emi, kamu gantikan Wanda minum segelas. Anggap masalah selesai."

Dia benar-benar seperti penguasa, memamerkan aura calon kepala keluarga.

Emily hanya bisa tertawa dingin. Dia meletakkan sendok yang dipakai untuk menyuapi Norman, lalu membalas dengan nada datar, "Aku sakit maag, nggak bisa minum."

Ekspresi Finn menegang. Dia baru teringat semalam Emily mengeluh soal sakit perutnya. Nasihat dokter yang pernah melekat di ingatannya kembali terlintas. Tatapannya seketika penuh rasa bersalah dan rumit.

Di sisi lain, Wanda sudah menenggak segelas anggur, lalu batuk hebat di pelukan Finn. Dia dengan mudah menarik perhatian Finn kembali. "Finn, aku nggak apa-apa. Asalkan kamu nggak kesulitan, aku rela lakuin apa saja."

Finn segera menyuruh orang menyiapkan sup ginseng, wajahnya penuh kecemasan. "Emily, kamu nggak bisa sedikit saja menahan diri?"

Hanya perlu menahan sebentar, semuanya bisa selesai. Kenapa harus ribut di rumah Keluarga Aristo?

Finn sudah memberitahunya, ayahnya memaksanya menikah dengan putri konglomerat, tetapi dia tetap melawan demi melindungi Emily. Dia menanggung semua tekanan. Namun, kenapa Emily tidak bisa lebih pengertian?

Hati Emily hancur mendengar itu. Dulu dia mengorbankan diri demi masa depan Finn, bahkan hampir kehilangan nyawa. Sekarang balasannya malah menyuruhnya menahan diri. Kenapa harus dia?

"Finn, yang diam-diam memberi hadiah, lalu bikin masalah bukan aku. Yang memaksakan diri minum anggur biar masalah semakin besar juga bukan aku. Kamu ini buta atau tuli?"

Finn tidak menyangka Emily akan berbicara begitu di depan para senior Keluarga Aristo. Wajah tampannya pun berubah suram dan menakutkan.

"Cih!" Cibiran Poppy yang sinis langsung merobek harga diri Finn. Rasa malu sebagai anak di luar nikah kembali menghantam dirinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penyesalan Sang CEO yang Terlambat   Bab 100

    Austin duduk tegak di sofa dengan mata setengah terpejam. Sulit ditebak apa yang sedang dipikirkannya. Pria tua itu sedang beristirahat.Emily refleks memperlambat langkahnya. Saat dia mendekat, Austin seakan merasakan sesuatu, lalu membuka matanya. Sepasang mata yang tampak bijak itu perlahan beralih padanya."Emily, kamu nggak terluka?""Hm?"Emily terkejut. Dia sempat mengira, Austin akan menegurnya karena dianggap tidak hormat pada ayah. Tak disangka, hal pertama yang keluar dari mulutnya malah menanyakan keadaannya.Melihat keterkejutannya, sorot mata Austin berangsur-angsur melembut. "Aku memang dengar kabar bahwa kamu membuat ayahmu sampai masuk rumah sakit, tapi aku juga sudah tanyakan duduk perkaranya.""Ayahmu mengadakan jamuan, itu pilihannya. Tanpa memberitahumu lebih dulu, dia malah menuntut kamu menjamu tamu dengan hangat. Lalu saat jamuan, dia menghukummu di depan tamu dengan alasan bicara nggak sopan .... Itu nggak pantas.""Keluarga besar menetapkan aturan, tujuannya a

  • Penyesalan Sang CEO yang Terlambat   Bab 99

    Tatapan cemas Finn sepenuhnya terhalang. Mobil melaju stabil meninggalkan kompleks Keluarga Hadid, menuju hiruk pikuk pusat kota.Di dalam kabin mobil yang hening, barulah Emily menoleh. "Pak Kristof, kenapa kebetulan lewat depan rumah Keluarga Hadid?""Bukan kebetulan lewat."Wajah Kristof tetap tampak dingin di dalam bayangan kabin, hanya matanya yang dalam memantulkan sosok Emily. "Aku memang sengaja datang untuk menjemputmu.""Menjemputku? Apa ada sesuatu yang terjadi?"Emily mengangkat alis. Jangan-jangan, kabar Ronny membantu Finn merebut proyek, lalu Keluarga Hadid berencana bekerja sama dengan Finn, sudah sampai di telinga Kristof? Sebagai sekutu, Kristof sengaja memutar jalan untuk memberi peringatan padanya?Pikiran itu membuat tatapan Emily ikut menjadi serius.Kristof menjawab, "Ibu tirimu yang menelpon ke rumah Keluarga Maison. Katanya sejak kamu jadi istri Keluarga Maison, sikapmu sudah tidak tahu aturan.""Dia bahkan mengadu, bilang kamu membuat Glenn masuk rumah sakit k

  • Penyesalan Sang CEO yang Terlambat   Bab 98

    Setelah keluar dari rumah Keluarga Hadid, Emily berdiri di pinggir jalan, bersiap-siap untuk memesan mobil.Suara langkah terdengar dari belakang. Dia menoleh dan melihat seorang pria yang berlari dengan jaket tersampir di lengannya dan hanya mengenakan kemeja tipis. Dalam cahaya lampu jalan, dia berhenti tepat di depan Emily."Aku antar kamu."Finn menyibak rambut di sisi wajah Emily, sorot matanya hanya dipenuhi dengan Emily. Seolah-olah, semuanya masih sama seperti dulu. Dulu, Finn juga sering berlari menghampirinya begini.Namun sekarang, Emily hanya merasa angin malam ini membuatnya menggigil. Dia kembali merapatkan mantel di tubuhnya dan jari tetap bergerak di layar, terus mencoba untuk memesan mobil."Nggak perlu."Rumah Keluarga Hadid agak jauh dari pusat kota, aplikasi pemesanan terus berputar, tetapi mobil tak kunjung tersedia.Melihat hal itu, Finn mendekatinya. Dia memperlihatkan lengannya yang lebam akibat pukulan itu dan bibir tipisnya terkatup rapat."Emi, hukuman keluar

  • Penyesalan Sang CEO yang Terlambat   Bab 97

    Emily tetap tak bergeming. Dulu, dia sudah sering merasakan hukuman keluarga ini. Kalau dulu saja dia tidak takut, tentunya sekarang juga semakin tidak gentar menghadapinya.Melihat sikap Emily yang keras kepala, Glenn mengangkat tinggi tangannya. Esther menatap penuh semangat sambil membatin, 'Pukul saja sampai mati!'"Anak tak berbakti!"Wajah Emily tampak dingin. Baru saja dia hendak merebut tongkat itu lalu pergi, tiba-tiba ada bayangan orang melintas di depannya.Finn maju ke depan dan menahan pukulan itu untuknya."Kamu ...." Mata Emily memancarkan keterkejutan dalam sekejap.Finn berdiri di depannya, pelipisnya berkeringat menahan sakit. "Kamu nggak apa-apa?"Empat kata itu membangkitkan kembali kenangan suara Finn di masa lalu.Dulu saat dia kabur dari ibu kota dan pergi jauh ke Kota Kumo, banyak rintangan yang mengadangnya. Finn hanya memeluknya dan menanyakan empat kata itu.Saat Grup Eternal baru berdiri, dia membantu Finn menghadapi jamuan bisnis. Saat itu, dia minum alkoho

  • Penyesalan Sang CEO yang Terlambat   Bab 96

    Sore harinya, di rumah Keluarga Hadid.Emily melangkah pulang di bawah cahaya matahari yang mulai tenggelam. Begitu masuk, pandangannya langsung jatuh pada sosok pria yang duduk sendirian di sofa.Finn mengenakan kemeja dengan celana kain, bagian lengannya digulung hingga menampakkan lengan berotot dan jam tangan emas di pergelangan tangannya. Dia hanya duduk diam sambil menatap Emily dengan sorot mata dalam.Sinar senja yang merah masuk lewat jendela dan jatuh ke lantai, seolah memisahkan mereka berdua ke dalam dua dunia yang berbeda.Keheningan menyelimuti ruangan.Glenn maju mencoba menengahi sambil mengambil mantel Emily dengan lembut dan menggantungkannya. Melihat sikap ayahnya yang tak biasa, Emily lalu memasukkan satu tangan ke saku celananya.Namun, sebenarnya Glenn memanfaatkan gerakan itu untuk berbisik pelan, "Kita akan segera bekerja sama dengan Grup Aristo, mau tak mau akan sering bertemu. Lebih baik cepat bertatap muka dan minta maaf, supaya ke depannya nggak canggung.""

  • Penyesalan Sang CEO yang Terlambat   Bab 95

    "Tenang, aku akan menyuruh perawat datang menjagamu, kamu aman.""Nggak ... Finn, aku ingin ikut denganmu. Serbuk sari di kantor Emily nggak banyak, aku jatuh dari lantai cuma lecet, nggak apa-apa."Wanda baru saja duduk, sepasang matanya yang berkaca-kaca ingin bersikap manja pada Finn. Namun, Finn menekan tubuhnya kembali ke ranjang. Begitu Finn membayangkan sosok Wanda yang terengah-engah di pelukannya, kenangan-kenangan mengerikan waktu itu tiba-tiba muncul dalam benaknya.Tatapan Finn menjadi serius, "Nggak boleh. Sampai badanmu benar-benar pulih, rumah sakit adalah tempat amanmu.""Tapi ....""Wanda, jangan buat aku khawatir."Sorot mata Finn penuh peringatan. Gerakannya jadi lebih kasar saat menekan sampai Wanda merasa sakit. Wanda mengatupkan bibir, dia tahu apa yang membuat Finn khawatir, lalu tak lagi menolak.Finn menahan sorot mata dinginnya barusan, lalu menerima panggilan telepon dari Grup Aristo sehingga dia harus keluar sebentar.Glenn tidak pergi. Dia menunggu dengan s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status