Share

Another Vallence

Penulis: Daisyster
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-24 16:13:47

“Om, berhenti, nggak! Aku lompat, nih!” ancam Selma, tetapi Panji malah menambah kecepatan mobilnya.

“Lompat aja kalau kamu bisa,” tantang Panji.

Selma menggedor kaca mobil, berulang kali menekan kunci pintu yang tidak berhasil menganga sama sekali. Pria yang belum diketahui namanya itu tidak terlihat seperti penculik. Pikiran Selma semakin sibuk bekerja. Apa mungkin karena martabat keluarganya yang terpandang, maka penculiknya pun cukup tahu diri untuk memboyong dengan kendaraan dan gaya berkelas seperti ini.

“Om, aku capek. Tolong turunin aku, nggak ada untungnya buat Om berbuat jahat kaya gini. Aku nggak tahu apa masalah Om sama keluargaku, tapi mereka nggak bakal biarin Om lolos sebelum jadi daging panggang,” cerocos Selma, menyandarkan punggungnya yang lelah.

Earbuds yang tersangkut di telinga Panji memang tidak membawa dampak apa-apa dari awal. Suara gadis di samping kemudinya terlalu kuat untuk disebut sebagai berteriak, bahkan mungkin biramanya lebih besar dari tabuhan drum konser musik rock. Pria itu berharap setelah ini dan seterusnya bisa mengamankan rumah siput dan tingkap jorong dalam kupingnya.

Lampu merah, Panji bergabung dengan jajaran kendaraan lain di belakang garis lalu lintas. Pria itu kemudian berkata, “Nah, kalau begini ‘kan enak. Apa kamu pikir saya tidak lelah, Nona Vall? Dan satu lagi, berhentilah mendakwa bahwa saya ini benar-benar menculik Anda.”

“Emang kenyataannya gitu, ‘kan?” balas Selma. “Main seret tanpa babibu, sekarang aku mau Om bawa ke mana?” pungkasnya.

“Berhenti juga memanggil saya seperti itu! Saya tidak menduga bahwa Anda sepikun ini terhadap usia dan janji kita.” Panji perlahan melajukan mobilnya kembali, lampu hijau seolah mengutarakan salam perjalanan padanya.

Selma memiringkan kepala, menatap pria di sampingnya itu begitu lekat. “Janji? Kita kenal aja enggak, gimana mau janjian. Kayanya Om salah target, deh. Kalau mau cari degem buat diajak main-main di hotel, Om udah salah sasaran,” katanya.

“Bukankah mulutmu itu perlu dijaga? Kamu pikir saya pria semacam itu? Jangan pura-pura lupa. Bukannya menciptakan kesan yang baik, kamu justru merusak citra di pertemuan pertama kita.” Emosi Panji dibuat menanjak, alisnya sampai mengerut tajam.

Kesan pertama yang buruk. Enak saja prinsip hidup yang ia pegang selama ini disamakan dengan penjaja uang yang keluar masuk lubang dan hotel. Panji memang tidak peduli dengan wajah calon istrinya, tapi bukankah kelakuan dan perkataan seorang gadis Vallence di sebelahnya itu terlalu jauh dari kriteria istri teladan? Kalau tidak cantik, tidak masalah. Masalahnya, gadis itu cantik, namun mulutnya bermasalah.

Selma mengacungkan kepalan tangannya tepat di sebelah rahang kiri Panji. “Sekarang jawab pertanyaan aku, atau kasus bogem melayang bakal dibuka kembali. Om itu siapa sebenarnya?” tanya gadis itu.

Ckit!

“Turun!” perintah Panji, seraya melepaskan kunci seatbelt Selma. “Biar saya ingatkan janji kita di dalam,” katanya, kemudian lebih dulu mengosongkan kursi kemudi.

Selma ikut turun, lantas menyambut penampakan di depan matanya dengan terbelalak. “Butik?” sebut gadis itu, menatap sekeliling dengan keheranan.

Alih-alih dibawa ke tempat gelap sejenis gudang terbengkalai atau hotel seperti yang sudah disebut tadi, Selma diseret paksa untuk memasuki bangunan yang identik dengan pakaian tersebut. Jadi, dirinya benar-benar tidak diculik? Lalu, apa maksud semua ini?

“Selamat datang, Tuan Panji. Sepertinya hari ini Anda cukup sibuk hingga terlambat datang ke mari,” sambut salah satu wanita berseragam batik peach, sepertinya sudah akrab dengan Panji.

“Oh, namanya Panji,” gumam Selma. Meski sudah tahu namanya pun gadis itu tidak merasa ingat sesuatu hal terkait perjanjian.

“Maaf atas keterlambatan saya, Madam Runi. Tadi ada sedikit masalah,” Panji melirik Selma, “tapi sudah berhasil saya atasi,” imbuh pria itu, mendapat hadiah pelototan maut dari Selma.

“Tidak apa, Tuan. Mari, ikut saya! Untuk calon istrinya bisa mengikuti pegawai saya ke sebelah sana.” Madam Runi menunjuk sudut berlainan dengan arah yang ia tempuh bersama Panji.

“W-what, calon istri?” Muka Selma yang lelah terlihat semakin kacau setelah mendengar dua kata krusial dari pegawai butik tersebut.

“Sekarang kamu sudah ingat?” bisik Panji, disertai senyum yang meledek. Pria itu kemudian berjalan santai mengekori Madam Runi.

“Tunggu, Om! Ini maksudnya apa, ya? Om, Om Panji!” Teriakan Selma tak mengenai telinga Panji. Lagi pula, ia sudah ditenteng dua karyawati menuju ke ruang ganti.

Selma pikir ini adalah sebuah kekeliruan besar. Baru saja ia memutuskan hubungan dari Viko, dan sekarang sudah disuguhi gaun pernikahan bersama pria yang masih anonim di kepalanya. Orang tuanya tidak pernah membahas soal perjodohan. Selma menolak keras diatur sedemikian itu, sehingga ia diberi kebebasan dalam urusan asmara. Lagi pula, ayah dan ibunya juga tahu pasal Viko, meski dua orang itu belum mendapat kabar terkini dari nasib asmara putrinya.

Hanya melongo kebingungan, hingga tanpa Selma sadari gaun putih mengembang telah terpasang apik di tubuh moleknya. Bukan, masalah terbesarnya bukan di situ. Pria yang katanya bernama Panji tadi sangat mengganggu pikirannya. Entah berapa usianya, hanya diamati sekilas pun Selma tahu bahwa pria itu bukan dari golongan umurnya. Menikah dengan om-om sama sekali bukan impian gadis sarjana sastra pecinta bunga daisy itu.

“Sudah siap, Nona,” ujar karyawati yang membantu Selma, “Anda cantik sekali, Tuan Panji hebat dalam memilih calon istri,” pujinya, kemudian menuntun Selma untuk memposisikan diri di tengah tirai ruang ganti.

Hebat apanya, bahkan kapan ia dipilih saja Selma tidak tahu. Tiba-tiba diseret dan dipaksa mengenakan gaun pengantin, apakah pernikahan memang sekonyol itu? Tidak dapat ditampik, hati kecil Selma menyukai gaun sakral yang membungkus tubuhnya. Menikah, tentu saja ia ingin. Hanya saja, pria yang diharap menuntunnya ke pelaminan baru selesai dicampakkan beberapa waktu yang lalu. Miris, tapi nasib seperti itu terlalu konyol untuk Selma bubuhi tangis.

Srek!

Begitu tirai cokelat pastel itu dibuka, seluruh pegawai butik beserta Panji tampak terpana dengan penampilan Selma. Jika gadis itu malu-malu cengo, maka Panji justru terpesona sampai melongo. Kesan gadis urakan yang direkatkan Panji langsung hilang entah bagaimana, seolah gadis bercelana jeans barut di lutut itu bukanlah gadis yang saat ini dibalut gemerlap gaun pengantin.

Pria dengan tuxedo hitam dan dasi kupu-kupu itu berjalan mendekati Selma. “Ekhem! Kamu kalau diam seperti ini ‘kan jadi pantas dilihat,” katanya.

“Maksud Tuan Panji, Anda cantik sekali, Nona Angsana,” ucap Madam Runi.

Spontan, Selma mengerutkan dahi. “Apa, Angsana?” tanyanya, memastikan bahwa gendang telinga berusia dua puluh satu tahun itu tidak salah menangkap sinyal suara.

Madam Runi sedikit tersenyum kaku, lantas menimpali, “I-iya, Nona Angsana Vallence.”

Selma tertawa sumbang, mengabaikan Panji yang tidak melepas sorot mata dari wajahnya. “Sepertinya keluarga Vallence harus membuat spanduk besar untuk memperkenalkan siapa-siapa anggota keluarganya,” ujar gadis itu.

“Maksud Nona?” tanya Madam Runi.

“Perkenalkan, saya Selmara Vallence. Sama-sama Vallence, tapi bukan Angsana.” Gadis itu menutup perkenalannya dengan membungkuk anggun bak sedang melakukan salam ala-ala putri kerajaan. Seluruh penghuni butik dibuat kikuk oleh pernyataannya.

Aktivitas serius Panji dalam memandangi penampakan Selma otomatis buyar setelah mendengar pengakuan gadis itu. Ia yakin tidak salah tempat. Tiga rumah besar dalam satu kompleks dengan warna berlainan. Panji yakin tadi telah berhenti di rumah pertama dari jalur pintu masuk.

Rumah bercat dominasi broken white yang menurut informasi adalah kediaman keluarga Sastama, tapi kenapa malah membawa anak gadis keluarga Sasmara? Apa ayahnya telah salah memberi informasi? Ah, tidak. Sepertinya sekarang Panji sadar betapa pentingnya selembar foto yang ditelantarkan di atas meja kantor.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Upen Supenti
ngakakk lagi,,,,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Perawan Untuk Om Duda   Duda's Issue

    “Nona Selma, apa nggak nunggu Tuan Panji pulang? Sebentar lagi jamnya, ‘toh?” Selma melirik matahari yang sudah mulai tumbang, lalu kembali merapikan boxwood yang mulai liar di halaman. “Biarin aja, Bi, udah gedhe. Ada aku atau enggak sama aja,” balasnya, pada maid yang mendampinginya sejak tadi. “Nggak sama, lho, Non,” bantah maid tersebut, “Tuan Panji biasanya pulang larut malam, kadang malah nggak pulang. Baru setelah menikah ini Tuan mau pulang sore setiap hari,” pungkasnya. Alah, Selma pikir itu akal-akalan Panji saja, malu sama karyawannya kalau masih pengantin baru malah lembur. Nanti kalau sudah 3 bulan menikah, pria itu pasti kembali ke setelan pabrik. Sejak kejadian di danau, Selma berusaha menyibukkan diri di samping mengunjungi toko bunga. Ia memang lebih menjaga jarak dari suaminya. Kadang para maid sampai terheran-heran, gadis itu suka tiba-tiba muncul dan nimbrung pekerjaan mereka. “Bibi udah lama jadi maid di sini?” tanya Selma, me

  • Perawan Untuk Om Duda   Logika VS Hati = Infinity

    “Oh, ini?” Damar menenteng amplop rahasianya. “Cuma … eum, anu … materi presentasi!” celetuknya, asal.Selma yang masih terkejut, langsung cengo menatap sepupunya itu. “Ah, iya. Materi presentasi.” Gadis itu kikuk.“Presentasi apa?” Panji menimpali.“Kak Damar mau presentasi, dia nanya apa materinya udah jelas apa belum gitu, Om,” terang Selma, memakan umpan Damar.Pria yang merasa hidup dan mati di antara sepasang suami-istri itu sedikit bernapas lega. Untung saja Selma cepat berpikir, ia selalu bangga dengan kemampuan sepupunya itu. Cepat berpikir dan cepat bertindak, tetapi 50% dalam artian negatif, alias gadis itu sebenarnya impulsif. Namun, napas Damar belum sepenuhnya lega sebelum Panji menyatakan percaya.“Apa sekretarismu tidak tahu cara bekerja dengan benar?” Panji mendekat, meletakkan kotak yang ia tenteng sedari tadi.Damar tertawa sumbang. “Ya, begitulah. Dia sudah bekerja dengan cukup baik. Hanya saja, aku yang tidak cepat puas,” alibi pria itu.Panji mengangguk-angguk, l

  • Perawan Untuk Om Duda   Kunjungan Rahasia Adamar

    “Gimana kalau udah diperjuangin, tapi ada hal lain di luar kendali yang bikin layang-layang itu nggak bisa terbang?” Selma berdiri. “Angin, misalnya,” tutup gadis itu. “Itulah. Tanpa angin jadi nggak seru, tapi kalau anginnya terlalu kencang juga jadi rusak.” Sepasang bola mata Selma bertubrukan dengan milik pria itu, Panji. Angin yang terlalu sepoi itu menggoyang anak rambut yang menjulur berantakan di sekitar telinganya, mengundang tangan Panji untuk bermain di sana. Sungguh di luar rencana, ia sama sekali tidak mengharapkan suaminya itu datang tiba-tiba. Sekarang apa lagi, rencana rahasianya bisa gagal jika begini caranya. Selma memalingkan muka, menghindari tangan Panji. “Ngapain Om Panji di sini?” tanya gadis itu, datar. “Kelihatannya kamu kecewa. Kenapa? Padahal saat berkeliling mencari tadi seperti semangat sekali,” jawab pria itu, curiga. Tangannya nekat mengatur anak rambut yang terlepas lalu menyematkan pucuk daun di telinga Selm

  • Perawan Untuk Om Duda   Layang-Layang Tanpa Angin

    "Om, Om, aku juga mau dong punya mainan kaya punya Om Panji." Pria yang semula fokus menggulir layar tablet itu melirik aneh pada istrinya yang membuat pose tembak menggunakan jari. Sejak kemarin, Panji lebih sedikit berbicara, tidak tergoyahkan meski Selma banyak membual tentang florist, bihun gulung, bahkan Dafa ikut menjadi bahan. Satu hal yang menyita perhatiannya, istri kecil itu tidak membahas apa pun soal telepon di kantor kemarin, padahal ia yakin suaranya cukup jelas didengar telinga mereka berdua. Panji bersandar, mengetuk meja dengan irama teratur. "Itu bukan mainan, tidak sembarang orang bisa memilikinya," timpal pria itu. "Jadi, itu beneran bisa buat nembak? Aku juga mau punya, Om!" Mata Selma berbinar, antusias. Tidak ada niatan menjawab. Panji segera menyibukkan diri dengan potongan sandwich di dalam mulut, masa bodoh dengan denting kesal di seberangnya. Dijelaskan juga percuma, ia malas mendebat istrinya yang sampai kapan pun tidak

  • Perawan Untuk Om Duda   Penyergapan Kaliber 25

    Bruak! Glodhak! “Selma, cepat minggir!” Gadis yang diteriaki itu sontak membuka mata dan menemukan Enricko tersungkur. Patung yang sepertinya akan digunakan untuk memukuli Selma tadi sudah terjatuh di dekat galon kosong yang masih menggelinding pelan. Panji. Entah dari mana suaminya mendapat galon besar itu. Meskipun sedikit susah, ia segera beringsut menjauh. “Kamu tidak akan ke mana-mana.” Enricko mencekal pergelangan kaki Selma, tangannya merogoh saku lantas menodongkan pisau lipat yang berkilauan ke arah Panji. “Honestly, aku tidak ingin memakai ini, tapi kalian memaksa.” “Letakkan pisau itu sebelum kau menyesal!” tegas Panji. Sorot matanya dingin, melirik tajam seolah bisa menguliti siapa pun dengan sekali tatap. “Hei, ini bukan situasi di mana Anda bisa mengancam saya, Tuan Taraxa. Lihat, istri Anda ada dalam genggaman saya. Kecuali perusahaan Anda mau bekerja sama, mungkin akan saya pikir ulang untuk melepaskannya.” Senyum percaya diri menghiasi wajah En

  • Perawan Untuk Om Duda   S.O.S - Selma On Scared

    "Sel ... ma ...." SaatPanji merogoh saku hendak menunjukkan foto Selma, ada panggilan masuk dari orang yang ia cari. "Sel, kamu di–" 'Om, esh ... to–long aku ....' Decit suara dari seberang membuat Panji membeku dan siaga dalam sewaktu. "Hei, kamu di mana? Kenapa?" paniknya. 'Ak–' Tutt ..., tutt .... Sembari mengendarai kembali mobilnya, Panji mengalihkan panggilan ke asisten andalannya. "Lacak keberadaan ponsel Selma. Aku mau titiknya sekarang juga. Cepat!" Pria itu tidak memberi kesempatan Dafa untuk berbicara, tubuh dan pikirannya mengendalikan roda empat ke sembarang arah hingga sang asisten berhasil mengirimkan keberadaan Selma. Inikah menikah? Panji benci merasakan ini. Namun, gadis yang kerap mengabaikannya itu terlahir ceroboh, ia tidak bisa mengabaikan naluri alamiahnya sebagai seorang suami. Dan karena dia adalah Selma, Panji tidak bisa berhenti peduli.Sementara itu, gadis yang disebut ceroboh saat ini sedang kacau di dalam Camry Red Mica keluaran t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status