Share

BAB 7: Sebuah Pertemuan

Di sisi lain, Alfred memandang pemandangan di seberang jendela mobilnya, bingung.

Ada keributan apa di depan restoran itu?

“Kakak, aku mau permen kapas,” pinta Nara memukul-mukul jendela mobil dengan mata berbinar melihat toko yang menjajakan permen kapas kesukaannya. “Kakak, berhenti disini, aku mau permen kapas.”

“Nanti kita akan membelinya Nara.”

“Aku mau sekarang!” rengek Nara memukul lebih keras jendela mobil agar Alfred mengikuti keinginannya.

Alfred memelankan laju mobilnya, sulit untuk mengalihkan perhatian Nara ketika dia menemukan sesuatu yang sangat disukainya, salah satunya permen kapas.

Pagi ini, Alfred akan pergi ke hotel untuk menjemput ibunya agar pulang, kasihan Nara yang baru kehilangan perawat harus mengganggu aktifitas para pelayan di rumah.

“Kakak,” rengekan Nara kian kuat, gadis kecil itu mulai menangis karena Alfred tidak kunjung menghentikan mobilnya dan pergi ke toko permen kapas yang dia inginkan.

“Tunggu sebentar Nara, kakak harus putar balik dulu,” hibur Alfred mengusap rambut Nara agar berhenti memukuli kepalanya sendiri, dengan sabar Alfred memutar balik mobilnya agar bisa pergi ke toko yang Nara inginkan.

Dengan tidak sabaran Nara melompat keluar mobil begitu Alfred berhenti di depan toko permen kapas.

Nara berlarian masuk ke dalam sambil tertawa memanggil Alfred yang datang menyusul. “Kakak, aku mau itu semua.” Nara menunjuk semua permen kapas yang dijajakan untuk sebagai contoh.

Alfred begitu sabar menarik tubuh Nara agar mundur karena mereka harus mengantri.

“Kita membeli satu saja Nara, nanti setelah permenmu habis, kita membeli lagi,” nasihat Alfred dengan penuh kehati-hatian agar Nara tidak mengamuk didepan umum.

“Aku mau dua.”

Alfred membungkuk mensejajarkan tubuhnya dengan Nara. “Nara, jika kau terlalu banyak memakan permen, ibu akan lebih sering membawamu ke dokter gigi.”

Bibir Nara mengerut tidak suka, dia tidak suka bertemu dengan dokter. “Baiklah, satu saja” jawab Nara patuh.

Perlahan Nara mundur dan duduk disebuah bangku sambil menunggu Alfred yang kini mendapatkan giliran memesan permen kapas untuknya.

Sekelompok anak kecil terlihat berjalan di melintasi toko mengenakan pakaian seragam sekolah, keberadaan mereka menarik perhatian Nara.

Nara beranjak dari duduknya, anak itu berlari mengikuti seolah dia bagian dari kelompok mereka.

“Nara,” panggil Alfred membawa permen kapas kesukaan adiknya, pandangan Alfred mengedar mencari keberadaan Nara yang sudah tidak terlihat, termasuk di dalam mobil. “Nara.”

Tunggu...

Ke mana perginya Nara?

Keberadaan Nara sekelebat terlihat diantara pepohonan, anak itu berlari mengikuti kelompok anak kecil yang hendak berangkat ke sekolah.

“Nara!” teriak Alfred memanggil.

Alih-alih berhenti, Nara tertawa riang terus berlari, jiwa kanak-kanaknya begitu jelas tergambar dari sepasang mata yang berbinar dan jari-jari yang memainkan pita pakaianya.

***

Pertemuan singkat dan tidak menyenangkan antara dirinya dan Emier meninggalkan perasaan yang mengganjal didalam hati, selain semakin sakit hati, Floryn juga khawatir jika Emier akan melakukan sesuatu yang lebih buruk agar dia menyingkir dari kota ini.

Emier sudah berubah dan tidak seperti dulu lagi, dia bukan lagi sosok lelaki yang akan melindunginya, sekarang mungkin Emier akan menjadi orang terdepan yang berusaha melukainya.

Sepertinya, mulai sekarang Floryn harus lebih berhati-hati lagi dengan setiap pergerakannya.

Energi yang sudah terkuras habis membawa Floryn pergi ke sebuah kedai kecil yang menjual roti isi, Floryn mengisi perutnya di sana sambil beristirahat.

Hanya saja, bayangan seorang laki-laki yang berjaket hitam berdiri di Floryn terlihat dari pantulan sebuah kaca gerobak.

Gerak-geriknya yang sedikit mencurigakan membuat Floryn mempercepat makannya dan segera pergi.

Deg!

Bayangan orang asing itu kembali terlihat ketika Floryn melewati toko, dengan sengaja Floryn berhenti melangkah dan secara kebetulan orang asing itu ikut diam seolah menunggu apa yang akan Floryn lakukan.

Siapa orang itu? Apakah dia sedang mengintainya?

Tanpa berpikir panjang, Floryn langsung berjalan cepat dan sesekali melihat bayangan dibelakang tubuhnya melalui jendela dan pantulan mobil yang terparkir.

Floryn tidak salah mengira, orang asing itu memang tengah mengikutinya.

Ketakutan hebat membuat Floryn memutuskan berlari mencari keramaian, dia takut orang aneh itu akan menyakitinya, sama halnya seperti sering terjadi selama dia berada di penjara.

Anehnya, orang asing itu ikut berlari cepat mengejar Floryn yang berusaha menghindar.

Degup jantung berdetak kencang tidak beraturan, dorongan adrenalin membuatnya berlari kian cepat agar bisa terlepas dari kejaran orang asing itu.

Beruntung saja, Floryn dapat melepaskan diri dari kejaran setelah berhasil melewati kerumunan orang untuk menyebrang jalan dan tepat ketika orang asing itu akan ikut menyebrang, lampu lalu lintas berubah.

“Syukurlah,” bisik Floryn dipenuhi oleh kelegaan.

Sebelum orang asing itu kembali mengejar, Floryn harus segera pergi meninggalkan tempat, hari ini dia harus ke kantor pemerintahan untuk membuat identitas.

Tin!

Suara klakson yang terus terdengar menarik perhatian, Floryn melihat seorang anak berkebutuhan khusus tengah berdiri di pinggiran jalan tengah kebingungan. Nara tertinggal, anak-anak yang diikutinya telah pergi menaiki bus.

Nara mengusap telinganya dengan kasar, suara klakson yang bersahutan membuatnya gelisah.

“Kakak!” teriak Nara memanggil kendaraan yang berwarna sama dengan milik Alfred.

Tanpa berpikir panjang Nara berlari hendak mengejar mobil itu dan menyebrang menyebrang ke jalan lain hingga membuat beberapa kendaraan mendadak berhenti.

Floryn menghela napasnya dengan berat, sulit untuknya berpura-pura tidak peduli saat melihat seorang anak berkebutuhan khusus memukuli kepalanya sendiri karena mendengar banyak makian dari pengendara yang kesal.

Dengan cepat Floryn pergi ke tengah jalan, dia menarik Nara ke pinggir dan menahan tangannya agar anak itu tidak berjalan sembarangan lagi.

“Kakak!” panggil Nara mencari-cari keberadaan Alfred tanpa mempedulikan keberadaan Floryn yang telah menolongnya.

“Adik kecil, tenangkan dirimu,” nasihat Floryn menepuk-nepuk bahu Nara agar dia berhenti menanngis, “dimana kakakmu? Biar aku mengantar.”

Wajah Nara terangkat menatap Floryn dengan wajah yang sudah basah oleh air mata. “Dimana kakakku?” Nara balik bertanya sambil mengguncang lengah Floryn.

“Siapa namamu?”

“Nara,” panggil Alfred dengan napas tersenggal.

Nara melepaskan diri dari Floryn, dia langsung menghampiri Alfred hanya untuk mengambil permen kapas ditangan kakaknya.

Suara Alfred tertahan di tenggorkan.

Dia tdak dapat menyembunyikan keterkejutannya melihat seseorang yang selama lima tahun ini berusaha dia lupakan dan tidak terlibat apapun lagi dengannya.

Bagaimana bisa Floryn bersama Nara? Apakah Floryn masih dendam atas kejadian lima tahun lalu dan memanfaatkan Nara?

Kening Floryn mengerut samar melihat laki-laki yang terasa cukup familiar didalam ingatannya. “Kau...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status