Share

3.Bertemu Devina

Hal ini bermulai darinya, seperti kata pepatah ,apa yang kau tanam itulah yang kita tuai. Ketika seseorang ingin menikah atas dasar cinta, dia malah menikah karena ingin memperbaiki masa depan. 

Sebenarnya tidak ada yang salah , dia memikirkan nasib masa depannya ke depan. Itu haknya, sudah yatim piatu, ditinggal sama keluarga satu-satunya dan diberi beban berat di punggungnya membuatnya dengan spontan menerima hal yang menguntungkan dirinya.

Tapi jika semakin kesini, kehidupannya malah menjadi gosip-gosip yang tidak sedap. Dia punya harga diri dan dia berhak membela dirinya ketika tertindas .

Mempunyai suami pengusaha terkenal mengharuskannya sebagai nyonya Smith untuk berpenampilan mahal dan mewah , namun kesederhanaannya malah menjadi gunjing-gunjing yang tak baik. 

Dinilai tidak punya selera Fashion yang bagus hanya karena dia istri pengusaha dan bahkan mencela dirinya tidak bisa membuat suaminya berhenti akan kehidupan bebasnya. Memangnya apa salahnya , mereka menikah tanpa cinta dan Evander berhak melakukan apa yang dia mau, Namun makin ke sini kata-kata menyela itu semakin menusuk hatinya, dia tidak tahan dan ketika seseorang mencapai batas kesabaran , maka tidak ada hal yang bisa menghalanginya melakukan apapun yang dia mau untuk membela dirinya sendiri.

Meminta cerai bukan hal sulit lagipula sebagai istri pengusaha jika dia bercerai dia bisa mendapatkan kompensasi bukan ? dan itu sepertinya bagus buat tunjangan investasinya di masa depan. 

Masa bodoh mereka tidak memiliki anak , menyentuh dirinyapun Evander rasanya mungkin jijik, Jadi ya biarlah.

Berjalan keluar dari ruangan Evander dengan langkah tegap percaya diri. Kali ini dia memang sengaja bercitra bagus untuk kali ini dia memakai outfit dress mewah dengan hils cantik untuk menunjang penampilannya, anggap saja sebagai kenang-kenangan saat masih menjadi Nyonya Smith yang Elegan dan mewah biar membungkam mulut-mulut para wanita yang suka bergosip tentangnya, Florence

melewati meja sekretaris dan menghampirinya.

"Halo," Sapa Florence."Boleh aku tau siapa namamu? " Bertanya formal kepada sekretaris suaminya itu , menanyakan hal yang seharusnya tidak perlu di pertanyakan. Dibaju mereka sudah tertara papan namanya , Ah sudahlah anggap saja basa-basi,Batin Florence.

"N-nama saya Margareth Lorena Mrs.Smith," Jawab sekretarisnya terbata-bata bahkan takut untuk melihat langsung ke mata Florence.

Florence mengangguk-ngangguk seraya memperhatikan lebih seksama,ingin menilai apa wanita ini memang tipe-tipe penggoda atau tidak. Percayalah penilaiannya meski hanya lewat tatapan mata akan selalu tepat dan benar."Kau punya kekasih atau suami ?" 

"A-ah tidak keduanya, Mrs."

"Begini ... Kau perempuan Margareth , Setidaknya dongkakan dagumu. Pria didalam sana adalah seorang suami dari seorang wanita, ya terlepas dari mereka saling mencintai atau tidak, itu juga bukan wewenangmu. Suatu saat jika kau punya seorang suami, dan suamimu bercinta dengan orang lain, apa yang kamu rasakan ? .. Kau tau rasanya bukan?" Nasehat lembut Florence tapi dengan nada menyinggung, Meski pernyataannya seperti dia saling mencintai saja dengan suaminya .

"Sebaiknya perbaiki harga dirimu , bersikap elegant lah seperti perempuan semestinya. Kita wanita dan kita sangat menjunjung tinggi harga diri ,Okay!" Menepuk dua kali bahu Margareth dan pergi dari sana dengan balasan anggukan kaku Margareth.

                                   ***

Bunyi panggilan handphone membuatnya berhenti berjalan sekejab, walau hanya untuk mengambil handphone yang ada di tasnya dan lanjut berjalan lagi.

"Halo Vin , Ada apa ? " Tumben sahabatnya ini menelpon.

"Kamu dimana Flo? Aku mau bertemu ada yang ingin aku bicarain. Sekalian curhat , hehe."

"Aku ada di perjalanan dari Kantor Suamiku, ada apa memangnya ? Kamu ada masalah?"

"Ehm ,bukan masalah juga sih hanya .. uhm pokoknya kita ketemuan aja. Nanti aku bicarain disitu, Ngomong-ngomong tumben kamu ke kantor suamimu? "

"Mengantar surat perceraianku." Jawaban santai Florence membuat orang di seberang menjawab santai sampai di detik selanjutnya menyadari sesuatu dan pekikan itu spontan terkeluarkan.

"Oh Surat percera-WHAT? S-surat perceraian siapa Flo?" tanya Devina bahkan susah untuk berkata-kata.

"Berpikirlah Vina , untuk apa aku mengurus surat perceraiaan orang lain."

"OMG Flo, Akhirnya kau nekat juga? Sulit dipercaya, pokoknya kita harus ketemuan sekarang. Banyak yang harus kita bicarakan!"

"Huh ,yasudah. Kita bertemu di kafe biasa!" Mengeluh sesaat akan antusias sahabatnya itu dan juga menyetujui usulan sang sahabat.

"Okay ,kebetulan aku lagi ada di dekat situ. See you honey "

"See you."

Menutup telpon sembari bergegas ke arah tujuannya sekarang yaitu bertemu dengan sahabatnya.

                                 ***

Lima menit berlalu setelah Florence sampai ke tempat biasa dia dan sahabatnya bertemu. Soal Devina, dia adalah sosok yang sangat dia sayangi setelah kedua orang tuanya. Berteman semasa tingkat akhir sekolah membuat mereka menjalin tali persahabatan yang kokoh.

Devina Abimaya Gareta , teman yang selalu berada di sampingnya saat walau masa sulit sekalipun , meski tidak terlalu setia saat ada kala dia membutuhkan pertolongan. Devina bahkan tak akan segan membantunya membayarkan hutang-hutangnya dulu walau dengan dana yang seadanya.

"Flo , Astaga kangen banget. Udah 1 bulanan kita nggak ketemuan." Devina datang dengan hebohnya lansung memeluknya erat seakan ingin meremukan tubuhnya. Mungkin sudah terlalu rindu berat.

"Apa kabar?" Bertanya seraya melepaskan pelukannya. "Wuuu ,udah nyadar yah jadi Nyonya Smith itu ternyata memang harus Mewah gini? " Seru devina dengan nada menggoda dirinya. Apa-apaan sahabatnya ini.

"Ck, Baik. Kamu gimana? Bunda sama ayah sehat-sehat aja kan?" tanya balik Florence , sungguh dia juga rindu dengan orang tua Devina yang sudah dia anggap keluarganya sendiri sambil tidak menanggapi godaan sahabatnya itu. 

Lagipula ini terakhir kali dia seperti ini dan dia akan menjadi wanita cantik dan sederhana lagi.

"Mereka baik kok. Kamu sih nggak pernah jengukin mereka lagi."

"Maaf Div, saat-saat ini suasana hatiku emang nggak bagus. Jadi ya gitu maunya nenangin diri sendiri aja dulu."

"Ck ,aplagi sih yang kamu pikirin?Sekarang kamu udah hidup enak Flo, nggak perlu susah-susah kayak dulu lagi. "

"Cih hidup enak, Yang ada aku makan hati tiap hari sama rumor-rumor nggak enak."

"Flo aku sahabatmu , kamu bisa berbagi denganku. Ingat? " Devina mengelus punggung tangan Florence dengan senyuman lembut mengingatkan dia tidak sendiri, dia punya tempat berbagi dan berlindung .

"Hm. Aku tahu."

"Aku memang ingin segerah berpisah dengannya Vin, aku muak. Dia yang berbuat dan semena-mena di luar sana malah aku yang di tuduh bukan-bukan."

"Lagipula dia tak akan peduli dengan perceraian kami, itu adalah hal yang paling dia inginkan sedari dulu, kami tidak perlu bertahan akan sesuatu yang tidak ada di antara kami. Cinta dan anak sangat luar dari jangkauan Evander dan aku tidak bisa hidup dengan pasangan seperti itu."

"Uh okay. Kurasa bukan pilihan yang buruk , Setidaknya itu membuatmu bisa menghidup udara segar dengan hubungan kalian yang sesak itu."

" Ya, Begitulah. Vin kata kamu ada yang mau kamu bicarain? Apa itu?"

"Ah bukan hal penting. Biasa urusan percintaan." Cekikikan dengan pernyataannya sambil membayangkan sesuatu yang indah.

"Kurasa kamu harus mulai serius Devina . Umur kita sudah pantas untuk menikah , bukan menjadi remaja yang baru puber gini." ujar Florence.

"Ehe iyaiya aku tau." balas Devina sambil mengibaskan tangannya santai. 

Percakapan mereka terus berlanjut selayaknya sahabat yang saling melapas rindu dengan banyak bercerita bahkan sampai tidak menyadari kalau sudah mulai larut dan senja mulai menampakan diri.

"Vin udah mau malam, Pulang yuk. Keasikan banget sampai nggak nyadar kita udah 2 jam disini." Menyadari waktu berjalan seakan berlomba lari.

"Ahaha iya ya astaga. Kurasa kita bahkan hampir menghabiskan semua menu di kafe." tertawa geli, hampir tidak percaya mereka memesan hampir semua menu camilan kafe untuk menemani percakapan mereka.

"Yasudah. Kamu pulang bareng aku aja yah aku anterin."

" Yaudah ayo." Berjalan sambil berpegang tangan selayaknya lesbi yang saling mencintai padahal status persahabatan mereka yang membuat mereka saling menyanyangi satu sama lain layaknya saudara .

Tbc

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status