Share

Bab 8

Author: Ayudhia
Vanessa dibuat terkejut oleh Jeremy. Jantungnya berdetak kencang. Telapak tangannya diletakkan di dada. Dia berkata dengan nada rendah, "Pak Jeremy, ini aku."

Sorot mata Jeremy yang dalam menatap Vanessa yang mendekat perlahan. Rambut panjang Vanessa tergerai dan bergelombang lembut. Ini menonjolkan wajah mungilnya yang menawan. Kain lembut dari piama sutra yang dikenakannya mengikuti lekuk tubuhnya.

"Pak Jeremy?" panggil Vanessa. Lantaran tidak mendapat respons dari Jeremy, Vanessa bertanya, "Apa kamu minum-minum?"

Suara Vanessa mengandung kelembutan yang menenangkan. Tatapannya lembut. Jeremy teringat dengan penampilan Vanessa saat pagi hari, begitu cantik dan menggoda.

Otak Jeremy yang dikuasai efek alkohol tidak bisa dikendalikan saat ini. Dia melepaskan dasinya dengan satu jari dan melemparkannya ke samping.

Kemudian, Jeremy langsung berdiri tanpa peringatan. Tubuhnya yang tinggi besar berada tepat di depan Vanessa hanya dengan satu langkah. Dia merangkul pinggang ramping Vanessa dengan lengan panjangnya, lalu menunduk mencium bibirnya.

"Emh ...."

Vanessa sempat tertegun sejenak, tetapi dia segera mendorong tubuh Jeremy dengan kaget. Dia terus mundur beberapa langkah karena ketakutan. Punggung tangannya dengan cepat menyeka rasa di bibirnya. Wajah mungil yang putih mulus dan sepasang mata yang berkilau tampak penuh amarah.

"Pak Jeremy, kamu mabuk!" pekik Vanessa. Setelah itu, dia segera berbalik ke lantai atas dan menghilang di ujung tangga.

Jeremy berdiri di tempat. Beberapa saat kemudian, dia baru berbalik. Namun, dia malah melihat kepala pelayan berjalan keluar dari kegelapan, seakan-akan tidak menyaksikan apa-apa.

"Tuan, mau kusiapkan makanan?" tanya kepala pelayan.

Jeremy menyipitkan mata hitamnya dan menjawab dengan dingin, "Nggak perlu. Kamu istirahat saja."

"Baik," sahut kepala pelayan.

Jeremy naik ke lantai atas, kembali ke kamarnya, dan langsung masuk ke kamar mandi. Setelah melepaskan kemeja, terlihat otot punggung yang kekar. Air dingin langsung mengguyur tubuhnya yang tinggi dan berotot. Suara gemericik air terdengar cukup lama.

Keesokan harinya, Vanessa sudah pergi sebelum semua orang bangun. Dia tidak tidur semalaman. Hatinya gelisah. Jadi, dia memutuskan untuk pergi lebih awal.

Setibanya di rumah sendiri, Vanessa teringat dengan ciuman dan sentuhan berbau alkohol Jeremy semalam. Meskipun hanya sekejap, napas panas dan kehangatan telapak tangan Jeremy yang kuat seakan-akan masih membekas di tubuhnya.

Demi tidak terus memikirkannya, Vanessa memutuskan untuk membuat sarapan di rumah. Belajar memasak sambil merekam video sangat merepotkan. Dia tidak terlalu pandai merekam. Hanya bisa mengulanginya berkali-kali. Hal ini justru membuatnya tidak sempat memikirkan hal lain.

Di sisi lain, Giselle sudah tiba di sekolah dan menghubungi Vanessa. Dia melaporkan, "Mama, aku dan Alika sudah sampai di sekolah. Mama nggak perlu khawatir. Oh, iya. Papa datang ke sekolah. Katanya mau lihat aku, tapi sebenarnya aku rasa Papa mau temui Mama."

Ekspresi Vanessa menjadi datar. Dia membalas, "Mama sudah tahu. Kamu nggak perlu memedulikannya."

Tak lama setelah mengakhiri panggilan, Vanessa belajar mengedit video dengan ponselnya. Kala ini, dia menerima panggilan dari Marvin.

"Van, kamu di mana? Aku mau mengobrol denganmu," kata Marvin.

Vanessa tidak menolak. Kebetulan, ada sesuatu yang mau dikatakan pada Marvin juga. Setelah mengganti pakaian, dia pergi ke perusahaan Marvin.

Vanessa berjalan masuk ke Grup Tanrio. Orang-orang di resepsionis mengenalnya. Mereka juga menyapanya sambil tersenyum.

"Bu Vanessa sudah datang ya."

Vanessa mengangguk pelan dan tidak menyangkal. Dia juga sudah memastikan satu hal yang ada di pikirannya. Itu berarti Marvin sama sekali tidak memberi tahu orang-orang ini tentang perceraian mereka.

Setibanya di kantor Marvin, Vanessa malah dihadang. Wanita yang dulu berbuat mesum dengan Marvin di dalam mobil, kini sudah menjadi salah satu sekretaris di perusahaan Marvin.

Wanita itu menunjukkan keangkuhan penuh provokasi. Sama sekali tidak cocok dengan wajahnya yang polos. Dia menegaskan, "Pak Marvin sedang rapat. Nggak bisa menemuimu sekarang. Kamu ada janji? Kalau nggak ada, silakan datang lain kali."

Wanita itu ingin mempersulit Vanessa dengan haknya yang terbatas. Paras cantik Vanessa saat tidak berbicara, tampak dingin dan anggun. Matanya yang indah melirik sekilas wanita itu dengan dingin.

Vanessa tidak berbicara dan hanya menghubungi Marvin. Segera, Marvin keluar sendiri untuk menyambut Vanessa. Wajah tampannya menunjukkan kasih sayang dan kelembutan seperti biasanya.

"Van, kamu sudah datang ya," ucap Marvin. Dia mengulurkan tangan hendak memeluk Vanessa, tetapi Vanessa menghindar.

Begitu melihat hanya ada Vanessa di mata Marvin, wanita itu langsung merasa kesal. Dia mengeluh dengan manja, "Pak Marvin ...."

Marvin menatap dingin wanita itu sekilas dan memberi peringatan. Wanita itu berbalik pergi dengan tidak terima.

Setelah itu, Vanessa baru ikut Marvin masuk ke kantornya. Di dalam kantor, Marvin menyuruh orang untuk membawakan minuman dan camilan favorit Vanessa. Melihat ekspresi dingin Vanessa, Marvin tak kuasa menahan diri untuk menghela napas.

"Van, aku dengar ... kamu mau masak untuk orang? Kenapa kamu bisa lakukan pekerjaan yang begitu melelahkan dan rendah itu? Kalau kamu butuh uang, aku bisa kasih," ucap Marvin.

Vanessa mengatupkan bibirnya dengan dingin. Dia tidak menjawab Marvin dan hanya menatapnya dengan tajam, lalu bertanya, "Marvin, kamu yang kasih tahu Leon soal perceraian kita?"

Marvin tertegun sejenak sebelum bertanya dengan kaget, "Mana mungkin? Van, kenapa kamu bahas Leon?"

Tatapan Vanessa begitu tajam seolah-olah bisa menembus isi pikiran Marvin.

Marvin justru tampak tenang, tetapi tetap tidak bisa menyembunyikan kegugupan sesaatnya. Dia balik bertanya, "Van, apa Leon lakukan sesuatu padamu? Dulu, bocah itu terus mengejarmu waktu di kampus. Jangan-jangan, sekarang dia mau usik kamu lagi?"

Marvin meneruskan, "Jangan takut. Aku akan menemuinya. Kamu itu istriku. Beraninya dia ...."

"Orang-orang di perusahaanmu nggak tahu soal perceraian kita. Aku juga nggak kasih tahu siapa-siapa. Kalau bukan kamu yang bocorkan, siapa lagi? Marvin, apa kamu lupa? Kita lulus dari kampus yang sama. Selama belasan tahun ini, apa kamu benar-benar anggap aku bodoh?" timpal Vanessa.

Vanessa curiga bahwa Marvin sengaja membocorkan perceraian mereka kepada Leon. Bahkan, ada kemungkinan bahwa Marvin yang menyuruh Leon untuk mengusiknya. Tujuannya agar Vanessa takut dan kembali mencari Marvin.

Vanessa tidak bodoh. Saat itu, dia memang tidak terpikirkan hal ini. Namun, bukan berarti akan selalu seperti itu.

Masalah surat perjanjian perceraian hanya diketahui oleh Marvin, Vanessa, dan Giselle. Leon malah mengetahuinya hanya dalam waktu dua atau tiga hari. Sudah pasti Marvin yang sengaja memberi tahu Leon seorang. Jika tidak, gosip seperti ini pasti sudah menyebar luas di lingkaran mereka.

Seperti kemarin, tentang Vanessa yang mau menjadi koki. Bukannya Marvin juga tahu secepat itu? Orang-orang itu tentu bisa menebak bahwa pasti ada masalah di antara Vanessa dan Marvin. Itu sebabnya, Marvin tidak bisa diam saja.

Lantaran niatnya sudah terbongkar, ekspresi Marvin menjadi sedikit kaku.

Mata indah Vanessa sama sekali tidak menyembunyikan kekecewaannya yang makin dalam terhadap Marvin. Dia bertanya, "Marvin, kamu nggak mungkin berpikir aku akan kembali kalau mereka mempersulitku, 'kan?"

Marvin buru-buru menjelaskan, "Nggak. Aku benar-benar nggak berpikir seperti itu. Hanya saja, hari itu suasana hatiku lagi buruk. Aku minum sedikit sama mereka dan nggak sengaja bilang."

Marvin melanjutkan, "Aku benar-benar nggak tahu Leon berengsek itu akan lakukan sesuatu padamu. Van, sumpah aku benar-benar nggak suruh mereka mempersulitmu. Kamu tenang saja, aku akan memperingatkan Leon. Ke depannya, dia nggak akan berani sakiti kamu."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 100

    Semudah ini?Vanessa sendiri tidak menyangka Jeremy akan langsung setuju begitu saja. Dia mendongak dengan kaget. Tatapannya bertemu dengan mata Jeremy yang menyiratkan senyum samar. Sepertinya suasana hati Jeremy hari ini memang sedang baik."Kalau kamu yang bilang, aku pasti setuju."Kalimat ini agak ....Vanessa menjadi canggung. Dia menyelipkan sedikit rambut yang tergerai ke belakang telinga, lalu sengaja mengalihkan pandangan ke arah lain, asal bukan wajah Jeremy.Berbeda dengannya, tatapan Jeremy yang duduk santai dengan kaki bersilang tak beranjak sedikit pun dari sosok wanita di hadapannya. Terang-terangan, tanpa upaya menyamarkan.Jantung Vanessa mulai berdegup kencang. Dia buru-buru mencari alasan agar bisa menghindari tatapan Jeremy. "Kalau begitu, Pak Jeremy, aku pamit ....""Vanessa!"Jeremy meletakkan rokok yang belum dinyalakan itu. Dia bangkit, mendekat, dan mencondongkan badannya ke hadapan Vanessa.Wajah tampan dan tegas itu kini berada sangat dekat. Mata hitamnya me

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 99

    Sudut bibir Vanessa terangkat, matanya yang jernih melengkung penuh senyum. "Sebenarnya hukuman seperti ini justru bagus untuk Alika, lho.""Memang sih, tapi melelahkan."Vanessa tak bisa membantah. Semua anak memang tidak suka belajar, apalagi kalau harus belajar di luar jam sekolah.Di luar, Alika masih sempat menangis meraung-raung. Entah apa yang dikatakan Lukman padanya, tiba-tiba gadis kecil itu berlari masuk ke dapur dan memeluk Vanessa sambil merengek."Bibi Vanessa, tolong aku, ya. Aku bener-bener nggak mau ikut les tambahan, apalagi kalau Kak Robby yang ngajar. Tolong bilang ke Paman, dong. Bibi kan baik banget, masa tega lihat bunga bangsa seimut ini disiksa?"Vanessa tak kuasa menahan tawa, lalu melirik Lukman yang tersenyum lebar di dekat pintu. Sepertinya ini memang ide dari Lukman. Namun, kenapa Alika malah disuruh minta bantuan dirinya?Jantung Vanessa berdetak sedikit lebih cepat. Dia mengalihkan pandangan dari tatapan penuh arti Lukman, kembali menunduk menatap wajah

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 98

    Jeremy mengulurkan bunga di tangannya kepada Vanessa. "Selamat, Vanessa."Kedua mata Vanessa berkedip saat menerima bunga tersebut. "Terima kasih."Sembari menunduk, dia memandangi rangkaian iris ungu di pelukannya. Bunga ini melambangkan cahaya dan kebebasan. Entah Jeremy benar-benar paham maknanya, atau hanya kebetulan saja.Di ruang tamu, dua gadis kecil itu sontak terkejut melihat Jeremy datang membawa bunga.Alika bergumam dengan kecewa, "Duh, kita juga seharusnya beri bunga ke Bibi Vanessa. Kok bisa lupa, ya? Makasih Paman sudah ingat."Jeremy belum sempat menanggapi, Alika sudah nyerocos lagi."Tapi, biasanya urusan beli hadiah itu diurus Kak Robby, 'kan? Jangan-jangan Paman ingat gara-gara diingatkan Kak Robby, atau jangan-jangan ini Kak Robby yang beli?"Vanessa langsung mendongak. Matanya yang berbinar bertemu dengan pandangan Jeremy.Jelas terlihat, pria ini sedang marah karena ucapan polos dari Alika. Bibirnya terkatup tipis, sebelum akhirnya dia menatap Vanessa dan menjela

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 97

    Setelah libur musim panas tiba, Vanessa berencana membawa Giselle menginap beberapa hari di rumah orang tuanya. Setelah itu barulah dia akan menceritakan semuanya pada mereka.Sore itu, Vanessa sibuk membereskan rumah. Terpikir jaraknya lebih dekat dengan sekolah anak-anak, dia memutuskan untuk menjemput Giselle dan Alika.Mulai besok, Giselle akan kembali ke rumah Marvin. Vanessa ingin memanfaatkan waktu hari ini untuk berbicara berdua dengan putrinya. Begitu tiba di gerbang sekolah, beberapa orang tua murid langsung melirik ke arahnya.Sejak insiden di pesta ulang tahun keluarga Arkan, berbagai gosip miring beredar tentang dirinya. Vanessa pun jarang lagi menunjukkan keterampilannya yang dulu sering dibicarakan, seperti datang ke rumah orang untuk memasak.Meskipun ucapan Paula belum tentu benar, sebagian besar orang tua murid tetap memandang rendah perilaku Vanessa. Bahkan ada yang khawatir dia akan merebut suami orang dengan wajahnya yang cantik.Vanessa mengabaikan tatapan penuh s

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 96

    Sekretaris Calvin baru kembali ke kantor hukum setelah mengantar Vanessa ke rumah sendiri.Setibanya di kantor, sekretaris Calvin buru-buru mendatangi ruangan Calvin. Melihat Calvin sedang menelepon, dia tak berani menyela, hanya berdiri tenang di sisi ruangan.Calvin melirik berkas di tangan sekretarisnya, alisnya sedikit terangkat. Dia segera mengakhiri panggilan itu secepat mungkin. Begitu telepon ditutup, sang sekretaris langsung menyerahkan berkas tersebut."Sudah beres, surat cerainya sudah di tangan. Nggak ada hambatan sama sekali, semuanya lancar."Calvin memeriksa berkas itu. Selain kesepakatan yang sebelumnya sudah ditandatangani Marvin dan dinyatakan sah, ada tambahan soal hak asuh, bahkan Marvin masih menambahkan uang tunjangan sebesar seratus juta per bulan untuk Vanessa.Nominalnya memang tidak fantastis, tapi mengingat sikap Marvin yang dulu perhitungan setengah mati, perubahan ini terasa seperti berbalik seratus delapan puluh derajat.Calvin tercengang, lalu menoleh ke

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 95

    Calvin mengernyit. "Apa Marvin bakal datang?""Dia pasti datang."Calvin merasa heran dengan nada Vanessa yang begitu yakin. "Bu Vanessa yakin? Cuma perlu sekretarisku mengantarkan dokumennya?""Yakin. Tolong titipkan saja ke sekretaris Bapak.""Baik."Setelah menutup telepon, Calvin memanggil sekretarisnya dan menjelaskan situasinya."Pagi-pagi besok, serahkan dokumen-dokumen itu ke Bu Vanessa. Tapi nggak perlu langsung kembali. Aku penasaran, gimana cara dia bisa membujuk Marvin?""Kamu pantau di tempat, lihat apa Marvin benar-benar akan pisah baik-baik dengannya. Terus, apa dia bisa terima perjanjian cerai yang Vanessa ajukan."Sekretaris Calvin juga penasaran. Oleh karena itu, dia sudah menunggu di depan Pengadilan Negeri sejak pagi keesokan harinya.Melihat Vanessa tiba, dia menyerahkan dokumen yang diminta, lalu bertanya sambil menatap Vanessa, "Ibu yakin semua bakal berjalan lancar?"Vanessa tersenyum tipis. "Tenang saja. Kalau kamu ada perlu, pulang dulu saja.""Ah ... nggak us

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status