Share

Bab 9

Author: Ayudhia
Vanessa sudah tidak mau lagi menilai apakah ucapan Marvin itu benar atau tidak.

Ekspresi Vanessa tampak dingin. Wajah cantiknya sudah tidak ada lagi kelembutan penuh cinta yang pernah ditunjukkan kepada Marvin dulu. Sekujur tubuhnya seolah-olah diselimuti penghalang tak kasat mata dan membuatnya makin menjauh dari Marvin.

Pada saat ini, hati Marvin tiba-tiba gelisah. Dia langsung meraih jari-jari Vanessa yang putih dan ramping. Katanya, "Van, aku salah. Maafkan aku ya? Kamu juga jangan kerja di luar lagi. Melelahkan sekali. Apalagi, masak untuk orang sama sekali bukan hal yang seharusnya kamu lakukan."

"Lepas! Lepaskan aku!" pekik Vanessa. Dia menarik tangannya dengan paksa dan segera berdiri. Wajah cantiknya tampak menjaga jarak.

"Marvin, kamu sudah tanda tangan surat perjanjian perceraiannya. Aku juga nggak akan rujuk denganmu. Kalau nggak ada hal lain lagi, aku pergi dulu. Ke depannya, selain soal Giselle, lebih baik kita nggak usah ketemu lagi. Sebulan lagi, aku tunggu kamu di Pengadilan Negeri," tegas Vanessa.

Vanessa dengan cepat meninggalkan Grup Tanrio. Baru saja dia pergi, wanita sok polos itu masuk ke kantor Marvin.

"Pak Marvin ...," panggil wanita itu dengan nada lembut dan memelasnya yang khas. Dia menerjang ke dalam pelukan Marvin. Tidak disangka, dia malah langsung didorong Marvin tanpa belas kasihan.

"Keluar!" sergah Marvin.

Wanita itu terkejut. Wajahnya tampak ketakutan. Dia buru-buru meninggalkan kantor Marvin.

Marvin meredakan amarahnya. Matanya yang dalam sedikit menyipit. Begitu teringat nada bicara Vanessa yang dingin dan tegas, dia tiba-tiba tertawa sinis. Tidak disangka, setelah hidup bersama selama belasan tahun, Marvin tidak tahu bahwa Vanessa punya sifat keras kepala seperti ini.

Pada malam hari, Marvin minum-minum bersama Leon.

"Marvin, terakhir kali kami sudah membantumu. Hasilnya, istrimu malah mau jadi koki? Ck, ck. Kelihatannya, tekadnya sudah bulat untuk meninggalkanmu," komentar Leon.

Saat ini, semua orang sudah tahu tentang Vanessa yang mau jadi koki. Marvin agak merasa kehilangan muka.

"Dia hanya marah sesaat. Selama ini, aku membiayainya, kasih dia makan dan minum yang enak, merawatnya sampai secantik itu. Semuanya menghabiskan biaya yang besar. Mana mungkin dia benar-benar meninggalkanku? Tunggu saja. Nggak sampai sebulan, dia pasti kembali," bantah Marvin.

Leon bersulang dengan Marvin. Melihat senyuman percaya diri Marvin, dia sedikit mengangkat alisnya.

Leon menimpali, "Kamu yakin? Aku dengar keahlian memasak Vanessa memang lumayan bagus. Ada beberapa keluarga yang sedang tunggu untuk mengundangnya masak. Kelihatannya, dia sudah dapat pengakuan."

Marvin tertawa pelan sebelum membalas, "Pengakuan? Itu hanya hal kecil. Dulu, dia melakukan itu untuk menghibur putrinya. Sekalipun benar-benar punya keahlian memasak, memangnya dia sanggup susah? Pada dasarnya, itu adalah pekerjaan melayani orang. Mana mungkin dia bisa terima derajatnya turun?"

Marvin meneruskan, "Selain itu, bisa-bisanya dia bodoh sampai pilih mempromosikan keahlian memasaknya di lingkaran kita, bahkan mau dipanggil untuk masak? Bodoh sekali. Apa yang dipikirkan orang-orang yang memintanya datang ke rumah untuk masak?"

Marvin berkomentar, "Orang yang dulunya jadi nyonya muda bergengsi yang jalan-jalan dan berbelanja, sekarang mau melayani orang dengan sikap merendah. Orang-orang itu hanya mau mentertawakannya!"

Marvin menggeleng sembari berkata, "Tapi kalau dipikir-pikir, ini juga bagus. Setelah dia ditertawakan dan diejek orang-orang itu, dia pasti akan menyesal."

Leon ikut tersenyum. Balasnya, "Kamu memang kejam."

Menyuruh Leon dan lainnya sengaja mempersulit Vanessa adalah idenya Marvin. Sekarang, dia juga sangat menunggu Vanessa dipandang rendah. Menurutnya, dipandang rendah dan diejek adalah hal paling biasa. Mungkin saja, ada yang akan benar-benar menindas Vanessa karena hal ini.

Lagi pula, kecantikan Vanessa sudah diakui di lingkaran mereka. Para pria di belakang juga sering membicarakan, bahkan menginginkannya.

Marvin tersenyum tipis dengan penuh rasa puas. Dia berujar, "Bukan aku yang kejam, tapi dia yang terlalu nggak tahu diri dan bersikeras mau ribut. Kali ini, biar dia dapat pelajaran, agar ke depannya dia tahu cara menahan diri kalau ada hal seperti ini lagi."

"Ck. Kenapa? Setelah baikan, kamu masih mau lanjut main- main?" tanya Leon.

"Kapan aku berhenti main-main? Seumur hidupku ini, aku nggak akan hanya setia padanya saja. Ke depannya, dia harus mengerti kalau jadi istriku sudah cukup baik baginya. Dia seharusnya bersyukur," sahut Marvin.

Sebenarnya, Marvin bukan pertama kali berselingkuh. Sebelum ini, dia sudah berselingkuh beberapa kali, tetapi dia menyembunyikannya dengan baik dan pandai berpura-pura. Kali ini memang terlalu tiba-tiba sampai bisa tertangkap basah oleh Vanessa.

Namun, tidak masalah. Begitu Vanessa cukup membuat keributan kali ini, ke depannya tidak akan ribut lagi.

Setelah Marvin banyak minum dan merangkul seorang wanita pergi, orang-orang yang ikut Leon mempersulit Vanessa baru bertanya, "Leon, kenapa nggak membiarkan kami kasih tahu Marvin kalau hari itu Vanessa dibawa pergi sama Jeremy? Selain itu, Jeremy nggak akan benar-benar punya hubungan sama Vanessa, 'kan?"

Leon tertawa mengejek, lalu membalas, "Nggak perlu kasih tahu dia. Soal benar atau nggak, bukannya nanti juga akan tahu?"

Leon masih menunggu untuk menonton pertunjukkan bagus. Dia juga punya rencana sendiri.

....

Sesudah pulang, Vanessa mengunggah video memasak pertama yang sudah dieditnya pada hari itu juga. Dia tidak muncul di kamera sepanjang video. Hanya memperlihatkan sepasang tangannya saat memasak daging semur.

Sepasang tangan Vanessa panjang dan putih. Kukunya bulat dan rapi. Ada lanula indah di dasar kukunya yang menunjukkan semburat merah jambu.

Dengan tangan seperti ini, setiap gerakan tangan saat mengolah bahan makanan dan setiap cuplikan seperti sebuah karya yang indah. Saking menariknya, membuat orang tak kuasa menahan diri untuk meneteskan air liur.

Tentu saja, meneteskan air liur karena bahan makanan atau karena jarinya, itu tergantung penilaian masing-masing.

Berkat dukungan serta penyebaran yang dilakukan Alika dan Giselle, orang-orang yang awalnya tahu Vanessa mulai bekerja juga melihat videonya. Popularitasnya bisa dikatakan cukup tinggi. Bahkan, Regio juga menemukan videonya.

Regio bertanya, "Jeremy, kamu sudah lihat? Video istrinya Marvin .... Bukan, harusnya Bu Vanessa. Omong-omong, hanya lihat saja, aku juga jadi mau coba masakannya. Kudengar, Alika minta Bu Vanessa ke rumah dan memasak banyak hidangan lezat. Gimana rasanya? Kalau enak, aku juga mau minta dia masak untukku."

Suara Jeremy yang santai terdengar agak rendah. Jawabnya, "Lumayan."

Regio bertutur, "Kamu saja sudah bilang lumayan. Kalau begitu, benar-benar layak dicoba. Kamu punya kontak Bu Vanessa nggak? Tahu begini, waktu terakhir kali ketemu dia, aku seharusnya minta kontaknya."

Setelah melontarkan ucapannya, Regio teringat pada perasaan bingungnya saat terakhir kali bertemu Vanessa.

Regio berkata, "Aku pikir kenapa Leon berani melakukan sesuatu sama Bu Vanessa, ternyata Bu Vanessa mau cerai sama Marvin. Kudengar, Marvin tertangkap basah selingkuh di tempat oleh Bu Vanessa. "

Regio berkomentar, "Ck, ck. Aku nggak paham. Padahal Bu Vanessa secantik itu, bisa-bisanya Marvin masih main wanita di luar. Benar-benar istri kalah sama selingkuhan."

Setelah Regio mengungkapkan isi hatinya, Jeremy sama sekali tidak bereaksi. Regio menganggap Jeremy tidak tertarik, jadi dia tidak membahas tentang Vanessa lagi.

Sesudah pulang dan mandi, Jeremy mengenakan jubah mandi, lalu duduk di sofa sambil memegang ponsel. Dia menemukan video Vanessa.

Vanessa memang tidak menunjukkan wajahnya di dalam video, tetapi dia mengisi suaranya sendiri. Suara Vanessa sangat lembut dan sejernih air. Suaranya juga seperti alunan musik yang nyaman dan menenangkan.

Jari-jari Vanessa yang putih dan ramping membuat bahan makanan di tangannya tampak menggugah selera.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 100

    Semudah ini?Vanessa sendiri tidak menyangka Jeremy akan langsung setuju begitu saja. Dia mendongak dengan kaget. Tatapannya bertemu dengan mata Jeremy yang menyiratkan senyum samar. Sepertinya suasana hati Jeremy hari ini memang sedang baik."Kalau kamu yang bilang, aku pasti setuju."Kalimat ini agak ....Vanessa menjadi canggung. Dia menyelipkan sedikit rambut yang tergerai ke belakang telinga, lalu sengaja mengalihkan pandangan ke arah lain, asal bukan wajah Jeremy.Berbeda dengannya, tatapan Jeremy yang duduk santai dengan kaki bersilang tak beranjak sedikit pun dari sosok wanita di hadapannya. Terang-terangan, tanpa upaya menyamarkan.Jantung Vanessa mulai berdegup kencang. Dia buru-buru mencari alasan agar bisa menghindari tatapan Jeremy. "Kalau begitu, Pak Jeremy, aku pamit ....""Vanessa!"Jeremy meletakkan rokok yang belum dinyalakan itu. Dia bangkit, mendekat, dan mencondongkan badannya ke hadapan Vanessa.Wajah tampan dan tegas itu kini berada sangat dekat. Mata hitamnya me

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 99

    Sudut bibir Vanessa terangkat, matanya yang jernih melengkung penuh senyum. "Sebenarnya hukuman seperti ini justru bagus untuk Alika, lho.""Memang sih, tapi melelahkan."Vanessa tak bisa membantah. Semua anak memang tidak suka belajar, apalagi kalau harus belajar di luar jam sekolah.Di luar, Alika masih sempat menangis meraung-raung. Entah apa yang dikatakan Lukman padanya, tiba-tiba gadis kecil itu berlari masuk ke dapur dan memeluk Vanessa sambil merengek."Bibi Vanessa, tolong aku, ya. Aku bener-bener nggak mau ikut les tambahan, apalagi kalau Kak Robby yang ngajar. Tolong bilang ke Paman, dong. Bibi kan baik banget, masa tega lihat bunga bangsa seimut ini disiksa?"Vanessa tak kuasa menahan tawa, lalu melirik Lukman yang tersenyum lebar di dekat pintu. Sepertinya ini memang ide dari Lukman. Namun, kenapa Alika malah disuruh minta bantuan dirinya?Jantung Vanessa berdetak sedikit lebih cepat. Dia mengalihkan pandangan dari tatapan penuh arti Lukman, kembali menunduk menatap wajah

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 98

    Jeremy mengulurkan bunga di tangannya kepada Vanessa. "Selamat, Vanessa."Kedua mata Vanessa berkedip saat menerima bunga tersebut. "Terima kasih."Sembari menunduk, dia memandangi rangkaian iris ungu di pelukannya. Bunga ini melambangkan cahaya dan kebebasan. Entah Jeremy benar-benar paham maknanya, atau hanya kebetulan saja.Di ruang tamu, dua gadis kecil itu sontak terkejut melihat Jeremy datang membawa bunga.Alika bergumam dengan kecewa, "Duh, kita juga seharusnya beri bunga ke Bibi Vanessa. Kok bisa lupa, ya? Makasih Paman sudah ingat."Jeremy belum sempat menanggapi, Alika sudah nyerocos lagi."Tapi, biasanya urusan beli hadiah itu diurus Kak Robby, 'kan? Jangan-jangan Paman ingat gara-gara diingatkan Kak Robby, atau jangan-jangan ini Kak Robby yang beli?"Vanessa langsung mendongak. Matanya yang berbinar bertemu dengan pandangan Jeremy.Jelas terlihat, pria ini sedang marah karena ucapan polos dari Alika. Bibirnya terkatup tipis, sebelum akhirnya dia menatap Vanessa dan menjela

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 97

    Setelah libur musim panas tiba, Vanessa berencana membawa Giselle menginap beberapa hari di rumah orang tuanya. Setelah itu barulah dia akan menceritakan semuanya pada mereka.Sore itu, Vanessa sibuk membereskan rumah. Terpikir jaraknya lebih dekat dengan sekolah anak-anak, dia memutuskan untuk menjemput Giselle dan Alika.Mulai besok, Giselle akan kembali ke rumah Marvin. Vanessa ingin memanfaatkan waktu hari ini untuk berbicara berdua dengan putrinya. Begitu tiba di gerbang sekolah, beberapa orang tua murid langsung melirik ke arahnya.Sejak insiden di pesta ulang tahun keluarga Arkan, berbagai gosip miring beredar tentang dirinya. Vanessa pun jarang lagi menunjukkan keterampilannya yang dulu sering dibicarakan, seperti datang ke rumah orang untuk memasak.Meskipun ucapan Paula belum tentu benar, sebagian besar orang tua murid tetap memandang rendah perilaku Vanessa. Bahkan ada yang khawatir dia akan merebut suami orang dengan wajahnya yang cantik.Vanessa mengabaikan tatapan penuh s

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 96

    Sekretaris Calvin baru kembali ke kantor hukum setelah mengantar Vanessa ke rumah sendiri.Setibanya di kantor, sekretaris Calvin buru-buru mendatangi ruangan Calvin. Melihat Calvin sedang menelepon, dia tak berani menyela, hanya berdiri tenang di sisi ruangan.Calvin melirik berkas di tangan sekretarisnya, alisnya sedikit terangkat. Dia segera mengakhiri panggilan itu secepat mungkin. Begitu telepon ditutup, sang sekretaris langsung menyerahkan berkas tersebut."Sudah beres, surat cerainya sudah di tangan. Nggak ada hambatan sama sekali, semuanya lancar."Calvin memeriksa berkas itu. Selain kesepakatan yang sebelumnya sudah ditandatangani Marvin dan dinyatakan sah, ada tambahan soal hak asuh, bahkan Marvin masih menambahkan uang tunjangan sebesar seratus juta per bulan untuk Vanessa.Nominalnya memang tidak fantastis, tapi mengingat sikap Marvin yang dulu perhitungan setengah mati, perubahan ini terasa seperti berbalik seratus delapan puluh derajat.Calvin tercengang, lalu menoleh ke

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 95

    Calvin mengernyit. "Apa Marvin bakal datang?""Dia pasti datang."Calvin merasa heran dengan nada Vanessa yang begitu yakin. "Bu Vanessa yakin? Cuma perlu sekretarisku mengantarkan dokumennya?""Yakin. Tolong titipkan saja ke sekretaris Bapak.""Baik."Setelah menutup telepon, Calvin memanggil sekretarisnya dan menjelaskan situasinya."Pagi-pagi besok, serahkan dokumen-dokumen itu ke Bu Vanessa. Tapi nggak perlu langsung kembali. Aku penasaran, gimana cara dia bisa membujuk Marvin?""Kamu pantau di tempat, lihat apa Marvin benar-benar akan pisah baik-baik dengannya. Terus, apa dia bisa terima perjanjian cerai yang Vanessa ajukan."Sekretaris Calvin juga penasaran. Oleh karena itu, dia sudah menunggu di depan Pengadilan Negeri sejak pagi keesokan harinya.Melihat Vanessa tiba, dia menyerahkan dokumen yang diminta, lalu bertanya sambil menatap Vanessa, "Ibu yakin semua bakal berjalan lancar?"Vanessa tersenyum tipis. "Tenang saja. Kalau kamu ada perlu, pulang dulu saja.""Ah ... nggak us

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status