Share

Bab 2: Tawaran Semu

Auteur: HarunaHana
last update Dernière mise à jour: 2022-10-13 12:01:13

Dua kali Lintang mengulang membaca pesan itu dan berharap sia hanya salah baca. Sayang, kenyataan berkata lain. Satya memang masih berhubungan dengan Hanum, kekasihnya. Dengan tangan gemetar, Lintang menelusuri chat sebelumnya yang membuat hatinya semakin hancur. 

Lintang mengembalikan ponsel Satya ke tempat semula ketika mendengar suara langkah kaki di luar kamar yang semakin jelas. Dihapusnya setitik air mata yang sempat jatuh lalu ia berpura-pura menyibukkan diri dengan membersihkan kamar.

Kedua sudut bibir Lintang terangkat kala Satya masuk kamar. Lelaki itu terlihat segar dan melihat wajahnya membuat dada Lintang berdebar. Namun, buru-buru ditepisnya harap yang tumbuh di hati. Jangan sampai ia justru jatuh cinta saat nanti berpisah dengan Satya. Pasti sangat menyakitkan ditinggal ketika sedang sayang-sayangnya.

“Beneran kamu nggak mau ikut ke Bandung? Jalan-jalan dulu, nanti baru ngerjakan skripsi lagi?” Satya kembali bertanya pada Lintang. Sudah beberapa kali ia mengajak istrinya ikut ke Bandung, tetapi selalu tak bersambut. Bukan apa-apa, Satya hanya tidak ingin Bunda marah karena meninggalkan Lintang di Yogyakarta.

Mendengar pertanyaan Satya, seketika chat lelaki itu dengan Hanum kembali mengusik ingatan Lintang. Sejak awal ia memang sudah berencana untuk tetap di Yogyakarta. Ia akan ke Bandung setelah selesai skripsi. Namun, chat suaminya membuat Lintang bimbang. Bagaimana jika keduanya intens bertemu layaknya pasangan kekasih selama ia berada di Yogyakarta? Bagaimana jika Satya diam-diam menikahi Hanum ketika ia tidak berada di sisi suaminya itu? Berbagai pertanyaan buruk seketika berjejalan di kepala, membuat hati Lintang mendadak diliputi rasa was-was.

“Lin ….” Satya menatap lekat Lintang. Matanya memindai wajah berselimut make up tipis di depannya yang terlihat melamun. Sejujurnya, Satya mengakui jika Lintang gadis berparas ayu. Tidak salah Bunda memilihkan istri untuknya. Namun, ia tentu tidak ingin mengingkari janji yang sudah terucap. Laki-laki pantang ingkar janji dan yang paling penting ia tidak ingin menyakiti hati Hanum.

“Diajak bicara kok, malah melamun?” Satya mengibaskan tangan di depan Lintang seraya tersenyum samar. “Mikirin apa?”

Lintang tergeragap. “Eh, enggak, kok, Mas. Nggak mikir apa-apa.” Lintang memalingkan wajah dari Satya sejenak, menyembunyikan rasa malu karena ketahuan bengong. “Aku di sini dulu saja. Khawatirnya kalau ikut Mas Satya ke Bandung, aku nggak balik karena keenakan di sana. Nanti aku nggak jadi lulus, deh,” ujarnya setelah kembali bersitatap dengan Satya.

Satya memamerkan deretan giginya yang rapi, membuat hati Lintang berdesir karena suaminya selalu menawan saat tersenyum. “Kamu ada-ada saja, Lin. Liburan seminggu enggak masalah. Nanti aku ingetin kalau mager di sana.”

Lintang terdiam. Saraf-saraf otaknya sibuk menimbang dan berhitung tentang segala kemungkinan. Ajakan Satya cukup menggiurkan juga. Ia belum pernah liburan ke Bandung. Siapa tahu nanti di sana ia bisa sekalian mencari informasi tentang Hanum.

“Nggak usah khawatir, rumah di Bandung punya dua kamar tidur, kok. Jadi kamu enggak usah takut aku bakal ngapa-ngapain kamu.” Satya kembali memecah beku di antara mereka.

Kata-kata itu lagi, membuat mood Lintang terjun bebas ke jempol kaki. Ia yang sempat bahagia karena ajakan Satya dan berharap ini jadi awal yang baik bagi pernikahannya kembali terpuruk. Perempuan itu merasa seperti disanjung kemudian dihempaskan ke tanah dengan keras sehingga tulang-belulang di tubuhnya remuk.

“Nggaklah, Mas. Nanti saja sekalian kalau sudah beres skripsinya aku ke Bandung. Jadi bisa liburan tenang tanpa kepikiran kerjaan di lab dan nulis.” Lintang mencoba mengurai senyum meski hatinya diamuk topan badai.

“Ya sudah, kalau begitu. Nanti kabari saja kalau kamu mau ke Bandung biar aku jemput.” Satya bangkit dari tepi ranjang kemudian menata barang-barangnya di dalam koper.

“Sini aku setrikain dulu, Mas, baju-bajunya. Di sana nanti tinggal pakai.” Lintang menawarkan diri ketika melihat baju-baju suaminya masih kusut. Ia merutuki diri yang lupa menyetrika. Kebiasaannya hanya menyetrika baju saat akan berangkat kuliah. Untuk urusan itu Lintang memang termasuk ceroboh.

“Nggak usah. Aku.ada laundry langganan, kok. Lagian kalau disetrika sekarang nanti kusut lagi.” Satya menjawab santai sembari tersenyum.

Lintang tertunduk sesaat. Entah kenapa hari ini suaminya banyak menghias wajah dengan senyum sehangat mentari yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

“Ssst …, sudah dibilangin, enggak usah, kok, nekat.” Satya memegang tangan Lintang yang terulur hendak meraih baju-baju di dalam koper. Selama sekian detik, sepasang mata Satya menatap manik mata berwarna hazel milik Lintang. Sekian detik yang membuat hawa panas menjalari tubuh Satya. Buru-buru ia melepas kontak mata dan pegangan di tangan Lintang ketika bayang wajah Hanum melintas. Diam-diam Satya bersyukur istrinya tidak ikut ke Bandung. Kalau begini terus setiap hari, lama-lama ia bisa jatuh cinta pada Lintang dan menelantarkan Hanum.

Lintang membuang muka, menyembunyikan rona merah di wajah lalu keluar kamar demi mengusir rasa gugup yang mendadak hadir.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Commentaires (1)
goodnovel comment avatar
Emi Susanti
yah lagi wanita nya maksa bgt sih, dah tau lakinya gak cinta dan punya kekasih msh ngarep aj.. nyakitin diri sendiri...suka bgt hdp nelangsa..
VOIR TOUS LES COMMENTAIRES

Latest chapter

  • Perempuan Masa Lalu Suamiku   Bab 141: Rahasia Satya

    “Ya, kamu, sih, enteng bilang kayak gitu karena satu server sama Evan.” Satya merapikan anak-anak rambut yang sempat menyembul dari jilbab Lintang. “Dalam hal ini, cita-citaku sederhana, Lin. Hapal juz tiga puluh saja aku sudah seneng. Kamu tahu aku agak bebal kalau soal ini.” Satya tersenyum malu. “Aku doakan Allah memberi lebih dari juz tiga puluh.” Lintang mengecup mesra jemari Satya. “Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah.” Satya tertawa. Ia masih sangsi bisa lebih dari itu. Seumur hidupnya ia belum pernah menghapal Al Quran secara khusus selain ketika masih kecil dan ikut TPA di masjid.Langit perlahan berubah warna. Dari biru ke jingga, kemudian menggelap seiring masuknya bola besar berwarna kuning ke dalam laut. Keduanya meninggalkan Parangtritis setelah salat Magrib. Sepanjang jalan menuju hotel, sesekali Satya menggenggam jemari Lintang seperti anak kecil khawatir terpisah dari ibunya. Lalu keduanya saling menatap. Penuh cinta.Dadai Lintang berdebar melihat senyum Saty

  • Perempuan Masa Lalu Suamiku   Bab 140: Bulan Madu

    “Sejak melahirkan, kamu macam gadis pingitan.” Satya tertawa di ujung kalimat. “Kamu butuh refreshing. Pasti capek ngurus Rendra dan meramu bahan-bahan pewarna itu. Lagi pula, Bulik Marni dan Paklik Heru pasti sudah kangen cucunya.” Satya mendekati Lintang hingga keduanya bersisihan menatap taman di luar kamar. Lintang terdiam. Ia memang menyarankan Satya menggunakan pewarna dari bahan alam agar penggunaan pewarna kimia bisa berkurang. Sejak dua bulan sebelum melahirkan, ia sibuk mencari bahan yang dibutuhkan dan mencoba membuat meski dalam skala kecil dan sejak sebulan lalu Lintang sudah kembali disibukkan dengan aneka pewarna alam itu. Beruntung, beberapa perajin batik di Yogyakarta yang telah menggunakan pewarna alam bersedia memberitahu bahan-bahan yang dibutuhkan. Mereka juga menghubungkan Lintang dengan penyedia pewarna alam itu sehingga untuk beberapa warna ia tidak perlu membuat sendiri. Kepala Lintang penuh rencana kerja dan refreshing tidak masuk di dalamnya. Ia tidak mer

  • Perempuan Masa Lalu Suamiku   Bab 139: Ajakan Bulan Madu

    Tatapan kecewa Satya bertemu dengan raut muka penuh sesal milik Evan. Satya menarik napas. “Bisa nggak, kamu hubungi mereka lagi? Siapa tahu mereka masih berminat?”“Siap, Mas. Nanti saya hubungi Ustaz Haikal.” Evan menatap sekilas Satya sembari tersenyum. Detik berikutnya ia mempercepat laju mobil. Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Draft laporan yang harus dicek dan jadwal rapat berderet panjan di tabletnya.“Nggak mampir, Van? Ngopi-ngopi dulu,” tawar Satya sebelum turun dari mobil ketika mereka sudah sampai di halaman rumah Satya.“Makasih, Mas. Saya langsung ke kantor saja.” Satya mengangguk. Hanya dalam hitungan menit setelah ia turun, Evan lenyap dari pandangan. Sejurus kemudian ia memasuki rumah dengan hati bungah. Satya menghentikan langkah di ambang pintu dapur ketika dilihatnya Lintang tengah mengupas timun sementara Dini mengulek sambal. Aroma segar dari timun dan nanas berpadu dengan bau sambal rujak menyelusup hidung.“Kapan datang, Din?” Lintang menoleh k

  • Perempuan Masa Lalu Suamiku   Bab 138: Akhir Perjuangan Satya

    Di sisi lain, Bagas tersenyum puas. Akhirnya ia bisa membalaskan dendam sang ayah untuk menghancurkan Satya. Sepupunya tidak hanya akan kehilangan gurita bisnis, tetapi juga nama baik. Tidak ada yang lebih buruk dalam hidup selain kehilangan reputasi. Harta bisa dicari, jabatan bisa diperebutkan, tetapi serpihan nama baik yang hancur tidak akan mudah dipungut dan disatukan. “Mengingat bahwa terdakwa: (1) masih berusia muda, (2) bersikap kooperatif dan terbuka selama proses persidangan, (3) bukan satu-satunya pihak yang membuang limbah ke Kali Jenes, (4) telah membangun instalasi pengolah limbah sehingga air buangannya memenuhi baku mutu yang ditentukan perundang-undangan, (4) memberi kesempatan kepada warga sekitar pabrik untuk meningkatkan taraf hidup mereka melalui berbagai unit usaha yang dimiliki.” Wajah-wajah di ruang sidang terlihat tegang. Evan menatap tak sabar pimpinan majelis hakim yang menurutnya bertele-tele. Segala urusan yang berkaitan dengan hukum sering membuat kesab

  • Perempuan Masa Lalu Suamiku   Bab 137: Kabar dari Dini

    Dini tersenyum lebar. Ditepuknya pipi Lintang dengan gemas. Setelah masa-masa awal pernikahan yang menyedihkan, gadis itu kini merasa lega karena Lintang telah berhasil melewati semua.“Ya, teleponlah. Tapi, kan, jarang banget. Jadi ibuku ngambek. Terakhir nelepon, dia kasih ultimatum segera balik Semarang sekalian bawa calon suami.” “Ya, Allah, ada-ada saja.” Lintang tertawa. Ia kenal baik ibunya Dini karena beberapa kali ke Semarang dan bisa membayangkan bagaimana mimik wajah perempuan itu ketika berbicara pada Dini. “Trus, calon suaminya gimana? Berhasil bawa pulang dia nggak?” Seketika air muka Dini berubah. Pendar ceria di matanya meredup. Lintang menelan ludah, merasa tidak enak karena telah menghapus binar cerah di wajah sahabatnya. “Itu dia, Lin.” Dini menunduk lalu merogoh tas dan mengeluarkan dompet. Sejurus kemudian tangannya mengambil selembar foto dan menyodorkannya pada Lintang. “Insyaallah aku mau nikah sama orang ini.” Dini menahan tawa hingga pipinya sedikit mengg

  • Perempuan Masa Lalu Suamiku   Bab 136: Bumbu Rayuan Paling Lengkap

    Evan menekan pedal gas dan kembali melajukan mobil. Ia memilih tidak melanjutkan negosiasi dengan Satya. Suasana hati Satya sedang tidak mendukung dan ia akan mencari waktu lain untuk membicarakan masalah itu.“Kamu nggak masuk dulu?” Satya menatap heran Evan yang tidak melepaskan tangan dari kemudi ketika mereka memasuki halaman. “Saya masih harus balik kantor, Mas. Ada beberapa laporan yang harus ditandatangani. Kasihan Laras sudah nunggu.” “Dia nggak cuma nunggu kamu tanda tangan dokumen, tapi juga nunggu lamaran dan tanda tangan kamu di buku nikah,” sahut Satya santai. Ia keluar mobil tanpa mengindahkan Evan yang bengong. Satya melambaikan tangan sebelum melangkahkan kaki ke pendopo.“Lagi masak apa, Mama Cantik?” Satya memeluk Lintang dari belakang. Istrinya tengah mengaduk panci dan mencicip kuahnya.‘Nyobain bikin sup iga. Dari tadi pengen makan seger-seger.” “Hmm, baunya enak, jadi nggak sabar buat makan.” “Mandi dulu, bau ruang sidang.” “Baru kali ini ruang sidang ada ba

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status