Share

Bab 2: Tawaran Semu

Dua kali Lintang mengulang membaca pesan itu dan berharap sia hanya salah baca. Sayang, kenyataan berkata lain. Satya memang masih berhubungan dengan Hanum, kekasihnya. Dengan tangan gemetar, Lintang menelusuri chat sebelumnya yang membuat hatinya semakin hancur. 

Lintang mengembalikan ponsel Satya ke tempat semula ketika mendengar suara langkah kaki di luar kamar yang semakin jelas. Dihapusnya setitik air mata yang sempat jatuh lalu ia berpura-pura menyibukkan diri dengan membersihkan kamar.

Kedua sudut bibir Lintang terangkat kala Satya masuk kamar. Lelaki itu terlihat segar dan melihat wajahnya membuat dada Lintang berdebar. Namun, buru-buru ditepisnya harap yang tumbuh di hati. Jangan sampai ia justru jatuh cinta saat nanti berpisah dengan Satya. Pasti sangat menyakitkan ditinggal ketika sedang sayang-sayangnya.

“Beneran kamu nggak mau ikut ke Bandung? Jalan-jalan dulu, nanti baru ngerjakan skripsi lagi?” Satya kembali bertanya pada Lintang. Sudah beberapa kali ia mengajak istrinya ikut ke Bandung, tetapi selalu tak bersambut. Bukan apa-apa, Satya hanya tidak ingin Bunda marah karena meninggalkan Lintang di Yogyakarta.

Mendengar pertanyaan Satya, seketika chat lelaki itu dengan Hanum kembali mengusik ingatan Lintang. Sejak awal ia memang sudah berencana untuk tetap di Yogyakarta. Ia akan ke Bandung setelah selesai skripsi. Namun, chat suaminya membuat Lintang bimbang. Bagaimana jika keduanya intens bertemu layaknya pasangan kekasih selama ia berada di Yogyakarta? Bagaimana jika Satya diam-diam menikahi Hanum ketika ia tidak berada di sisi suaminya itu? Berbagai pertanyaan buruk seketika berjejalan di kepala, membuat hati Lintang mendadak diliputi rasa was-was.

“Lin ….” Satya menatap lekat Lintang. Matanya memindai wajah berselimut make up tipis di depannya yang terlihat melamun. Sejujurnya, Satya mengakui jika Lintang gadis berparas ayu. Tidak salah Bunda memilihkan istri untuknya. Namun, ia tentu tidak ingin mengingkari janji yang sudah terucap. Laki-laki pantang ingkar janji dan yang paling penting ia tidak ingin menyakiti hati Hanum.

“Diajak bicara kok, malah melamun?” Satya mengibaskan tangan di depan Lintang seraya tersenyum samar. “Mikirin apa?”

Lintang tergeragap. “Eh, enggak, kok, Mas. Nggak mikir apa-apa.” Lintang memalingkan wajah dari Satya sejenak, menyembunyikan rasa malu karena ketahuan bengong. “Aku di sini dulu saja. Khawatirnya kalau ikut Mas Satya ke Bandung, aku nggak balik karena keenakan di sana. Nanti aku nggak jadi lulus, deh,” ujarnya setelah kembali bersitatap dengan Satya.

Satya memamerkan deretan giginya yang rapi, membuat hati Lintang berdesir karena suaminya selalu menawan saat tersenyum. “Kamu ada-ada saja, Lin. Liburan seminggu enggak masalah. Nanti aku ingetin kalau mager di sana.”

Lintang terdiam. Saraf-saraf otaknya sibuk menimbang dan berhitung tentang segala kemungkinan. Ajakan Satya cukup menggiurkan juga. Ia belum pernah liburan ke Bandung. Siapa tahu nanti di sana ia bisa sekalian mencari informasi tentang Hanum.

“Nggak usah khawatir, rumah di Bandung punya dua kamar tidur, kok. Jadi kamu enggak usah takut aku bakal ngapa-ngapain kamu.” Satya kembali memecah beku di antara mereka.

Kata-kata itu lagi, membuat mood Lintang terjun bebas ke jempol kaki. Ia yang sempat bahagia karena ajakan Satya dan berharap ini jadi awal yang baik bagi pernikahannya kembali terpuruk. Perempuan itu merasa seperti disanjung kemudian dihempaskan ke tanah dengan keras sehingga tulang-belulang di tubuhnya remuk.

“Nggaklah, Mas. Nanti saja sekalian kalau sudah beres skripsinya aku ke Bandung. Jadi bisa liburan tenang tanpa kepikiran kerjaan di lab dan nulis.” Lintang mencoba mengurai senyum meski hatinya diamuk topan badai.

“Ya sudah, kalau begitu. Nanti kabari saja kalau kamu mau ke Bandung biar aku jemput.” Satya bangkit dari tepi ranjang kemudian menata barang-barangnya di dalam koper.

“Sini aku setrikain dulu, Mas, baju-bajunya. Di sana nanti tinggal pakai.” Lintang menawarkan diri ketika melihat baju-baju suaminya masih kusut. Ia merutuki diri yang lupa menyetrika. Kebiasaannya hanya menyetrika baju saat akan berangkat kuliah. Untuk urusan itu Lintang memang termasuk ceroboh.

“Nggak usah. Aku.ada laundry langganan, kok. Lagian kalau disetrika sekarang nanti kusut lagi.” Satya menjawab santai sembari tersenyum.

Lintang tertunduk sesaat. Entah kenapa hari ini suaminya banyak menghias wajah dengan senyum sehangat mentari yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

“Ssst …, sudah dibilangin, enggak usah, kok, nekat.” Satya memegang tangan Lintang yang terulur hendak meraih baju-baju di dalam koper. Selama sekian detik, sepasang mata Satya menatap manik mata berwarna hazel milik Lintang. Sekian detik yang membuat hawa panas menjalari tubuh Satya. Buru-buru ia melepas kontak mata dan pegangan di tangan Lintang ketika bayang wajah Hanum melintas. Diam-diam Satya bersyukur istrinya tidak ikut ke Bandung. Kalau begini terus setiap hari, lama-lama ia bisa jatuh cinta pada Lintang dan menelantarkan Hanum.

Lintang membuang muka, menyembunyikan rona merah di wajah lalu keluar kamar demi mengusir rasa gugup yang mendadak hadir.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Emi Susanti
yah lagi wanita nya maksa bgt sih, dah tau lakinya gak cinta dan punya kekasih msh ngarep aj.. nyakitin diri sendiri...suka bgt hdp nelangsa..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status