Share

Perempuan Masa Lalu Suamiku
Perempuan Masa Lalu Suamiku
Penulis: HarunaHana

Bab 1: Hanya Sementara

“Pernikahan ini hanya sementara, Lin. Tidak akan lama.”

Satya menatap lekat Lintang yang baru dinikahinya beberapa jam lalu. Mereka tengah duduk di bibir ranjang pengantin ditemani wangi melati dan sedap malam. “Aku tidak pernah menginginkan pernikahan ini.”

Mulut Lintang terbuka dan kedua matanya membulat. Lalu, kepalanya tertunduk demi menyembunyikan air mata yang nyaris tumpah. Ia tidak menyangka Satya menginginkan pernikahan mereka segera berakhir. Mimpi dalam genggamannya seketika jatuh berceceran.

“Aku tahu kamu juga terpaksa melakukannya.”

Lintang tersenyum getir. “Awalnya saya memang terpaksa, tapi semua sudah terjadi, Mas. Kita enggak mungkin putar balik.”

Satya menggeleng. “Sesuatu yang dipaksakan tidak akan memberi kebaikan, Lin. Daripada kita saling menyakiti, lebih baik kita pisah. Aku yakin, lama-lama Bunda akan mengerti kalau kita tidak saling mencintai.”

Tidak saling mencintai. Kata-kata itu berputar di kepala Lintang. Ia sadar sepenuhnya kalau mereka menikah karena perjodohan. Namun, bukan berarti bisa berbuat seenaknya seolah pernikahan hanya permainan. Hari ini mengucap janji di depan penghulu, esok lusa berpisah.

“Kenapa kita tidak berusaha dulu, Mas?”

“Tidak perlu,” sahut Satya cepat.

Suasana kamar mendadak tegang. Lintang dan Satya saling menatap dalam diam. Mulut mereka terkunci, tetapi pikiran keduanya begitu berisik.

“Jadi berapa lama kita akan berpura-pura jadi suami istri, Mas?”

Satya mengalihkan pandangan dari wajah Lintang. Ia menatap langit-langit kamar, mencoba mengurai pikiran seruwet benang kusut. “Aku tidak bisa memastikan, Lin. Tergantung kondisi Bunda. Kamu tahu kan, kalau Bunda punya darah tinggi dan penyakit lainnya. Aku harus hati-hati dan cari waktu yang tepat untuk bicara dengannya.”

“Astagfirullah.” Lintang menarik napas panjang. Rasa kecewa bergumpal-gumpal di dada. “Jadi saya harus menunggu tanpa kepastian?”

“Bukan begitu, Lin. Maksudku ....”

“Membiarkan hubungan seperti ini tanpa kepastian waktu sama saja dengan menzalimi saya, Mas.” Bola mata bening milik Lintang menatap tajam Satya. Ia sudah tidak mampu lagi mengerem gelombang kekecewaan yang bergulung-gulung di hatinya. “Harus ada batas waktu yang pasti. Saya bukan boneka yang tidak punya perasaan!” serunya dengan suara bergetar.

“Aku pastikan, tidak lebih dari empat bulan, kamu sudah bebas. Aku akan segera cari waktu terbaik untuk bicara dengan Bunda.” Akhirnya Satya memberi keputusan. “Semoga kondisi Bunda stabil,” lanjutnya.

“Kalau dalam waktu empat bulan Mas Satya belum berhasil membujuk Bunda?”

Satya tertegun. Kemungkinan itu belum pernah ia pikirkan sebelumnya. Sampai saat ini ia masih yakin suatu hari Bunda akan luluh dan mengizinkannya menikah dengan perempuan pilihannya.

“A-aku belum memikirkannya, Lin.” Jemari kokoh Satya menyugar rambut lurus tebal miliknya. “Nanti aku pikirkan lagi kalau sampai empat bulan Bunda belum juga mengizinkan kita berpisah.”

Lintang membuang napas kasar, lagi-lagi dia yang harus mengalah. “Baiklah, jika itu maumu,” batin Lintang. Dalam hati, perempuan berlesung pipit itu berjanji akan menaklukan hati Satya sebelum waktu yang ditentukan habis. Ia bertekad tidak akan menyerah.

“Okelah, kalau memang itu maunya Mas Satya. Toh, memang cinta nggak bisa dipaksakan.” Lintang berujar sok bijak padahal batinnya merintih.

Senyum lega terbit di wajah Satya. “Makasih sudah mengerti, Lin.” Salah satu masalah sudah teratasi. Ia tinggal membujuk Bunda dan setelahnya mereka bias berpisah baik-baik dan meneruskan hidup masing-masing.

Tujuh hari berlalu dan semua rangkaian prosesi pernikahan yang telah diatur sang bunda akhirnya selesai. Satya sebenarnya ingin pernikahan sederhana. Toh, nanti mereka akan berpisah juga, jadi tidak perlu repot-repot menghabiskan banyak uang. Namun, seperti biasa, titah bundanya tak pernah bisa dilawan.

Hari ini Satya bersiap kembali ke Bandung dan Lintang masih akan tinggal di Yogyakarta untuk menyelesaikan skripsinya yang hampir rampung.

Tiba-tiba, terbit keinginan Lintang untuk melihat-lihat ponsel Satya, satu hal yang belum pernah dilakukannya selama satu minggu bersama. Kebetulan suaminya meninggalkan ponsel di atas meja saat mandi. Kamarnya tidak memiliki kamar mandi dalam sehingga Lintang punya cukup waktu untuk membuka-buka ponsel Satya.

Ia menarik napas lega ketika ponsel Satya tidak bersandi. Segera dibukanya aplikasi hijau. Ternyata masih terbuka chat dengan seseorang bernama Hanum. Jemari lentik Lintang segera menyusuri deretan kalimat dalam chat tersebut.

“Aku sudah bicara dengan Lintang. Hanya tiga bulan dan aku akan kembali.” Demikian tulis Satya dalam satu chat.

“Kamu sabar ya, Sayang. Tiga bulan tidak lama,” tulis Satya di chat berikutnya setelah Hanum mempertanyakan berapa lama ia harus menunggu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Walaupun udah baca di Joylada dan kisah cinta Satya dan Lintang mengharu biru...tapi tetap saja rasanya nyesek pas awal mereka menikah gedek sama Satya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status