Share

Perempuan Yang Merebut Suamiku
Perempuan Yang Merebut Suamiku
Penulis: TrianaR

1. Di-PHK

"Dek, mas di PHK," ucapnya lesu. Dia duduk di sofa sembari melepaskan sepatunya. Wajahnya tertunduk dengan kedua telapak tangan menutup wajahnya. Sesekali terdengar deru nafasnya yang begitu berat dan penat. Kulihat ia merentangkan tangannya di punggung sofa, lalu kembali mengembuskan nafas panjang.

"Dek, kenapa kamu diam saja?" tanyanya menolehku.

Aku masih bungkam. Entah apa yang harus kukatakan, akupun tidak tahu.

"Sebenarnya bukan di PHK, tapi PT bangkrut jadi semua karyawan dirumahkan tanpa pesangon apapun," jelasnya lagi tanpa kuminta. Ia kembali menggerakkan tubuh, memijat pelipisnya perlahan. Terlihat jelas kalau dia benar-benar pusing dengan masalah ini.

Aku menatapnya datar. 'Yess, rasain kamu mas!' batinku bersorak. Bukannya aku sedih tapi aku malah senang suamiku di-PHK, jadi tak ada yang dia sombongkan lagi. Malas aku berdebat dengannya. Dia tak pernah memberiku nafkah bila tidak kuminta. Dia sangat pelit dan juga perhitungan padahal untuk makan kami sekeluarga. Ya, seperti itulah perangai suamiku.

“Dek, aku ngomong sama kamu lho. Kok malah diam aja kayak patung?" tanyanya lagi dengan nada risau. Dia menatap ke arahku dengan tatapan tajam.

"Ya mau gimana lagi mas, ini kan udah takdir," jawabku sekenanya, aku masih berusaha memasang wajah datar tanpa ekspresi.

Dia kembali mengambil nafas panjang untuk menghilangkan penatnya. "Dek, kamu masih punya simpanan kan?" tanyanya tanpa rasa bersalah.

Keningku berkerut. Simpanan dari mana? Bahkan kamu menjatahku tak lebih dari 20ribu sehari, itupun jika aku minta. Lalu selama ini aku bersusah payah cari uang sendiri untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan uang jajan anak kita. Masa dengan gampangnya kamu bertanya seperti itu? Ck!

"Simpanan dari mana? Mikir dong mas, kamu tiap hari ngasih aku uang gak?" tanyaku agak emosi.

Dia terdiam. "Ya yang 20ribu itu?" jawabnya salah tingkah.

"Astaghfirullah hal adzim... Uang 20 ribu cukup apa sekarang mas? Itupun kamu ngasih 3 hari yang lalu. Memangnya kita gak butuh makan? Anakmu jajan itu dari mana coba? Selama ini aku dah coba bantu dengan jualan online buat memenuhi kebutuhan kita."

"Iya, iya! Mentang-mentang jualan online aja sombong!" sahutnya ketus. Ia membuang muka.

Astaghfirullah... Ya, selalu begitu berakhir dengan perdebatan. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Kau belum tahu saja omset penjualanku tiap bulan itu melebihi gajimu, mas. Aku menabungnya tanpa sepengetahuanmu, suamiku yang pelit. Itu saja banyak terpakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan gajimu yang 5 juta itu, entah tak tahu rimbanya. Aku tak pernah diizinkan untuk mengelola uang gajimu itu. Kau hanya memberiku 20ribu itupun jika kuminta. Saking capeknya tiap hari meminta, jadi kubiarkan saja. Kupikir kau akan peka tapi lagi-lagi hanya harapan semu belaka. Kau tak pernah tahu bagaimana inginku sebagai seorang istri.

Sebenarnya aku sudah muak bersamamu. Aku lelah denganmu. Aku ingin bercerai. Namun berkali-kali aku memikirkannya lagi. Jika berpisah denganmu, aku akan berstatus janda. Status janda itu yang membuatku berpikir ribuan kali. Aku takut mereka akan selalu mengolok-olokku. Aku juga tak ingin penilaian negatif melekat padaku. Meskipun rasa ini sudah mulai hambar terhadapmu. Karena berulangkali kau membuatku kecewa.

Dia kembali mengusap wajahnya dengan gusar. Aku tersenyum kecil sambil berlalu ke belakang untuk membuatkan teh manis untuknya.

Saat kukembali, aku mendengar dia bercakap-cakap di dalam telepon.

"Sayang, tolong mengertilah, saat ini mas gak bisa ngasih kamu uang dulu. Mas habis kena PHK. Mas janji akan cari kerjaan lagi secepatnya agar bisa menjatahmu lagi," ucapnya ditelepon yang membuat hatiku runtuh. Seketika ada rasa sakit menyelinap di dalam dada. Nyeri, sangat nyeri.

"Iya, iya tenang saja. Aku pasti bertanggung jawab. Sampai ketemu nanti, I love you, sayang..."

Deg deg deg, jantungku berdegup kencang. Jadi selain pelit, dia juga berselingkuh? Apakah ini alasannya dia tak memberikan nafkah padaku? Dan selama ini uang gajinya dia berikan untuk selingkuhannya itu? Rasanya begitu perih, mendengar kenyataan ini, terlalu pahit bagiku. Bagaikan luka yang ditaburi garam.

Kuurungkan niatku untuk memberikannya teh manis. Aku berlalu ke belakang dan meletakkan teh itu di meja. Biarkan saja, biar dia puas telepon-teleponan dengan wanita jalangnya itu. Aku membasuh wajahku untuk mengusir kegelisahan, setelah itu aku berlalu ke kamar anakku. Anakku sudah terlelap tidur disana. Aku berbaring disampingnya, dan entah kenapa air mata ini tak bisa kubendung lagi. Biarpun perasaanku hambar terhadapnya, tapi aku masih merasakan sakit. Sakit yang menghujam sampai ulu hati, karena telah dikhianati oleh suami sendiri.

"Dek ... dek ..." panggilnya dari luar kamar. Aku memang sengaja mengunci pintu kamar anakku, agar dia tak bisa masuk. Tak sanggup berhadapan dengannya dengan sebuah kenyataan, ada wanita lain dalam hatinya.

"Dek ... dek ... Mas tahu kamu belum tidur," panggilnya lagi sembari mengetuk pintu.

Aku bangkit dengan malas. Sengaja kupasang wajah kusut dan rambut awut-awutan. Sebelumnya sudah kusapu air mataku. Entahlah sebenarnya aku menangisi apa? Nasibku? Ah, menyedihkan bukan?

Kubuka pintu. Suamiku masih berdiri disana. Dia tersenyum. Tunggu-tunggu, tumben-tumbenan dia tersenyum padaku, pasti ada maunya nih.

"Dek, layani mas yuk. Mas stress banget nih," pintanya sambil meraih tanganku.

Dih, jadi orang gak tahu diri banget nih laki! Dibiarin malah ngelunjak. Tadi habis telponan sama selingkuhan, kini malah memintaku melayaninya? Ckckck, dikira aku gak dengar percakapanmu, mas.

"Maaf mas, aku lagi datang bulan," jawabku tanpa berbohong. Hari ini memang sedang datang bulan,  apa dia tak pernah mengingat jadwal tamu bulananku. Ah, walapun aku tak datang bulan, aku tidak akan siap untuk melakukannya. Apalagi membayangkan dia pernah bersama wanita lain.

Wajahnya tampak kecewa ketika mendengar jawabanku.

"Makanya aku tidur sama Sofia, biar kamu gak terganggu," jawabku asal. Sofia adalah putriku, dia baru berumur 4 tahun.

Dia berlalu begitu saja tanpa sepatah kata apapun. Ya Allah, apa yang harus aku lakukan dengan lelaki macam itu? Haruskah aku berpisah darinya? Tapi aku ingin lihat sejauh mana tanggung jawabnya terhadap keluarga, apalagi setelah dia kehilangan pekerjaan. Akankah dia sadar?

"Cih! Memangnya secantik apa, wajah pas-pasan aja berani-beraninya menolak ajakanku! Dasar istri tak tahu diri! Aaarrggghh..." umpatnya di dalam kamar.

"Mentang-mentang sekarang aku nganggur, jadi dia berani menolakku ya! Awas saja kau!" Berkali-kali dia menggerutu kesal. Aku yang ingin masuk ke dalam kamar langsung mengurungkan niatku dan kembali lagi ke kamar Sofia.

Kenapa kau tetap saja begitu, Mas? Apa aku selalu salah dimatamu? Kau anggap apa pernikahan kita? Apakah hanya pajangan dan status belaka?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
apa isi otak wanita yg menerima aja diperlakukan g adil. apa krn memang jelek dan suaminya tampan jd takut berpisah krn g bakalan dapat suami lagi.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status