Share

2. Salah Sangka

Author: TrianaR
last update Last Updated: 2022-04-03 09:50:19

Setelah semalaman tidurku tak nyenyak, mataku sudah seperti mata panda, kantung hitam di bawah mata tampak begitu kentara. Apalagi, hampir semalam air mata terus saja jatuh berderai, membuat kedua mata ini begitu sembab.  Pagi-pagi sekali aku sudah keluar untuk membeli sarapan bubur untuk anakku. Suami? Biarkan saja, bukankah dia punya banyak uang? Biar dia beli sendiri. Aku masih dongkol karenanya. Karena sikapnya yang begitu tega kepada kami. Aku baru mengalami sendiri, jadi beginilah rasanya dikhianati? Sakit sekali, sangat sakit.

Kulirik jam yang bertengger di dinding, waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi. Meski di luar sana sudah terang, tapi jam segini dia belum bangun, aku sudah membangunkannya tiap subuh, namun hanya makian yang kudapat. Ah, ternyata perjuangan menjadi istrimu terlalu berat. Melebihi beratnya rindu Dilan pada kekasihnya.

Setelah menyuapi anakku sarapan, aku kembali melakukan aktivitasku sebagai ibu rumah tangga. Mencuci dan beberes rumah, semua kuhandle sendiri. Tak berselang lama, kulihat suamiku terbangun dan berlalu menuju meja makan.

"Dek, kok kosong? Mana sarapannya?" tanyanya dengan nada berteriak. Aku tergopoh-gopoh menghampirinya.

"Ada apa mas?" tanyaku.

"Ini mana sarapannya? Kamu gak masak?" tanyanya lagi.

"Enggak, mas. Berasnya sudah habis."

"Beli dong di warung," perintahnya.

"Mana uangnya?" tanyaku sembari menodongkan tangan ke arahnya. Sesungguhnya aku ingin lihat ekspresinya dan bagaimana responnya jika tengah terdesak.

"Pakai uangmu dulu lah, kan kamu jualan," sahutnya lagi, membuat hati ini kesal.

Aku menghela napas dalam-dalam. "Udah dipake mas, buat modal belanja lagi,” jawabku enteng.

"Emangnya gak ada simpanan sedikitpun?"

Aku menggeleng perlahan. Dia menghela nafas panjang, mengeluarkan karbon dioksida itu melalui mulutnya.

"Mas kan yang punya gaji, katanya gaji mas juga besar, terus kemana gaji mas yang lima juta itu? Aku minta jatah juga kadang-kadang, kamu cuma ngasih 20rb. Masa iya gaji mas habis gitu aja?" Aku balik memberondongnya dengan pertanyaan.

"Ah itu... Itu...." jawabnya gugup. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Aku berlalu meninggalkannya, tentu saja kau tak bisa menjawabnya, uang gajimu udah kau habiskan untuk selingkuhanmu itu, benar kan? Hebat banget ya dia, bisa sampai memorotimu habis-habisan? Sedangkan aku sendiri yang istri sahnya selalu hidup dalam kekurangan.

***

Aku sedang menyiapkan makan siang seadanya. Ya, akhirnya aku mengalah untuk membeli beras dua kilo di warung, bisa untuk beberapa hari kedepan. Sedangkan sayurnya aku memetik kangkung di belakang rumah, setiap aku beli kangkung di warung, batangnya tidak kubuang, tapi ditanam lagi. Ternyata kangkung-kangkung itu tumbuh dengan subur, karena tiap hari aku siram dengan air cucian beras. Sementara untuk lauknya aku mencari sisa-sisa di kulkas. Untung saja masih ada telor satu biji dan tepung terigu, aku membuatnya jadi telor crispy agar terlihat banyak. Selesai sudah tinggal memanggil anak dan suamiku yang masih malas-malasan di depan televisi.

"Mas, makan dulu," ajakku. Kasihan juga dia dari pagi tidak makan, entah kenapa rasanya tak tega.

"Nah itu punya uang!” sahutnya sumringah.

"Iya, tapi cuma cukup buat beli beras dua kilo,” jawabku.

Dia beranjak ke meja makan dan membuka tudung saji. Sekilas raut wajahnya kecewa ketika hidangan makanan yang ada dihadapannya tidak sesuai dengan seleranya.

"Gak ada ayam goreng, Dek?" protesnya.

Aku hanya tersenyum kecut, sebenarnya dia punya otak gak sih? Sudahlah tak ngasih duit, tapi protes saja! Pertanyaannya macam anak kecil aja. Sofia aja menerima apapun masakanku.

"Sini uangnya, nanti aku belikan ayam goreng," sahutku yang membuatnya terbungkam.

Dia menyendokkan makanan ke mulutnya, mungkin karena lapar atau masakanku memang enak, dia memakannya dengan lahap.

Tok ... Tok ... Tok ... Terdengar suara pintu diketuk.

"Assalamualaikum ..." sapa suara seseorang dari luar. 

"Waalaikum salam," jawabku. 

"Biar aku saja yang buka pintu," sela suamiku, dia sudah menghabiskan makanannya. Kemudian beranjak ke depan.

"Kamu siapa? Nyari siapa?" tanya suamiku dengan nada tidak bersahabat.

"Mbak Windanya ada?"

"Ada apa kamu cari istriku?" tanya suamiku masih dengan nada ketus.

"Siapa mas yang datang?" tanyaku menghampirinya.

"Oh jadi ini ya kelakuanmu di belakangku?" tanya suamiku dengan mata membulat.

"Apa maksudmu, Mas?" tanyaku tak mengerti.

"Udah selingkuh, berlagak  bego pula!" hardiknya yang membuatku makin tak mengerti. Kutengok kearah luar, rupanya mas Farid, seorang kurir ekspedisi yang biasa menjemput paket yang akan kukirimkan.

"Mas, kamu pulang dulu ya. Maaf, nanti aku yang antar sendiri paketnya,” ucapku padanya. Aku jadi tak enak hati, tiba-tiba dia menjadi sasaran amarahnya.

"Oh iya mbak, maaf mengganggu," sahutnya yang kemudian pergi bersama motornya.

"Puas kamu, Mas? Kamu malu-maluin aku di depan orang, mana nuduh sembarangan pula!" omelku padanya.

"Ya siapa tahu kamu memang punya hubungan dengannya! Selama ini aku juga gak pernah lihat apa yang kau lakukan di rumah seharian!"

"Astaghfirullah... Jaga ucapanmu, mas! Aku masih punya iman. Kamu gak usah deh nyari-nyari kesalahanku untuk menutupi kebohonganmu!"

"Bohong? Bohong apa?" Lelaki itu mengernyitkan keningnya. Rona wajahnya berubah.

"Aku tahu, mas. Kau pasti menyembunyikan sesuatu dariku!" ucapku sambil berlalu.

Enak saja dia menuduhku sembarangan, padahal dia sendiri yang berselingkuh. Untuk menutupi kebohongannya dia malah menuduhku? Dasar lelaki tak tahu diri!

Hah, tapi rupanya dia punya rasa cemburu juga ya? Padahal cuma seorang kurir yang biasa datang ke rumah untuk menjemput paketan. 

"Maafkan aku" ucap suamiku. Dia menghampiriku yang sedang mencuci piring bekas makan kami tadi. Aku terdiam, malas sekali menanggapinya.

"Winda, ayolah..." rengeknya seperti anak kecil.

"Ayo apa mas?" tanyaku heran.

"Pinjami mas uang, kamu pasti punya tabungan, kan?"

"Uang? Uang dari mana mas?"

"Uang jualan kamu, mas pinjam dulu. Mas ada perlu diluar"

"Perlu apa? Aku gak punya. Aku sudah bilang kan mas, uangnya udah aku belikan modal daganganku lagi."

"Dasar istri pelit!" dumelnya seraya meninggalkanku. 

Gak ngaca! Bukankah dirimu yang pelit? Dasar lelaki aneh!

Kulihat dia pergi mengeluarkan motornya, tanpa berpamitan denganku. Aku menghela nafas panjang. Paling-paling menemui selingkuhannya itu. Kenapa aku merasa menjadi wanita bodoh sedunia, hanya dimanfaatkan dan dibohongi saja selama bertahun-tahun. Rasanya sudah tak kuat untuk bertahan. Lelah.

Aku kembali melakukan aktivitasku sebagai penjual online. Tentu saja online sambil membalas chat para customerku. Aku jualan apa saja, gamis, jilbab, alat rumah tangga dan lain-lain sesuai dengan pesanan customer. Alhamdulillah setahun belakangan ini, bisa punya penghasilan sendiri sebagai reseller. Semua barang dagangan aku taruh di gudang yang tak terpakai, bahkan suamiku sendiri gak pernah masuk ke ruangan itu. Cukup aman bagiku menaruh barang-barang dagangan disana, karena aku yang memegang kuncinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
bertitel istri sah tapi dungunya kebangetan. cuma diam dan mwnwrima dijatah 20 rb pertiga hari. yg benar aja nyet. alasan bertahan g masuk akal bangrt
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 81

    Hari HPagi itu di kediaman Pak Darmawan, para tetangga dan kerabat sudah ramai berkumpul mengunjungi di hari pernikahan kami. Beberapa yang lain terlihat sibuk memasak di dapur. Saat ini aku masih berada di dalam kamar, Bu Devina tengah merias wajahku dengan make-up yang natural. Kebaya pengantin berwarna putih dan kain batik membalut tubuhku untuk hari spesialku ini.Bapakku dan istrinya ternyata datang bersama dengan Rania dan juga Mas Beno. Alhamdulillah, akhirnya mereka semua bisa berkumpul kembali dan berbahagia. Bunda Aini serta beberapa pengurus rumah perempuan pun ikut datang meramaikan acara kami.Aku disandingkan bersama Mas Rendy. Dia menoleh ke arahku dan tersenyum tulus. "Kau sangat cantik," bisiknya sesaat sebelum pak penghulu itu datang.Aku pun tersenyum mendengar kata pujiannya. Dia pintar menggodaku rupanya.Tak lama, Pak penghulu hadir, dia yang menjadi wali nikahku berhubung bapakku tidak bisa apa-apa.Hatiku makin bergembira ketika Mas Rendy dengan lancar menguca

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 80

    Mas Rendy mulai mengerjapkan matanya secara perlahan. Setelah 3 hari tak sadarkan diri, akhirnya Mas Rendy mulai membukakan matanya lagi. Aku tersenyum melihatnya."Alhamdulillah, kamu sadar, mas..."Mas Rendy menoleh kearahku dengan keadaan lemah."Santi, kau ada disini?" tanyanya dengan suara begitu pelan.Aku mengangguk. "Tunggu mas, kamu jangan banyak bergerak. Biar aku panggilkan suster dulu," sahutku saat dia ingin bangun dari posisi tidurnya.Kemudian aku memencet bel untuk memanggil perawat yang bertugas. Tak berselang lama, perawat itu datang dan memeriksa kondisi Mas Rendy. Senyuman merekah dari bibir perawat itu."Alhamdulilkah, kondisi mas'nya mulai membaik. Kami akan panggilkan dokter yang menangani pasien dulu ya," tukas perawat itu dengan ramah.Kami mengangguk. Rasanya sangat bersyukur mendengar keadaan Mas Rendy mulai membaik.3 hari kemudian...Dokter dan perawat itu kembali datang memeriksa kondisi pasien. Iapun bertanya-tanya kecil tentang keluhan yang dirasakan ole

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 79

    Setelah memilih kebaya untuk hari pernikahan nanti, Mas Rendy mengantarku ke rumah perempuan. Sebelumnya kami ke kontrakan baru, bahwa aku tidak jadi pindah, alias dibatalkan. Uang yang sudah masuk untuk membayar kontrakan hanya dikembalikan separuh. Tidak apalah, beruntung aku ambil yang bayar bulanan bukan tahunan."Aku pulang dulu ya, tadi juga aku udah sempat mengurus berkas-berkas pernikahan kita, seperti yang ayah dan ibu mau, kita menikah 1 bulanan lagi. Kamu gak keberatan, kan?""Gak mas, terserah kamu saja.""Besok insyaallah aku mau nyari tempat tinggal baru, nanti kalau udah dapat, kamu langsung pindah saja kesana, dan gak usah bekerja lagi, biar aku yang nanggung biaya hidupmu," tukas Mas Rendy lagi, penuh dengan semangat."Ya sudah, aku pulang dulu ya... Assalamualaikum...""Iya, waalaikum salam... Hati-hati dijalan, mas."Setelah Mas Rendy berlalu, seseorang menepuk pundakku. Aku berbalik, rupanya ada Bunda Aini dan juga Rania di belakangku. "Apa bunda gak salah dengar?

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 78

    Hari minggu...Setelah kekalutanku semalam, akhirnya aku pergi. Pergi ke tempat yang membuatku nyaman. Makam ibu dan juga Maura. Padahal seharusnya hari ini aku pindah ke kontrakan yang baru. Namun urung kuniatkan, perasaan dilema kembali menyelimuti hati. Apakah aku harus tetap bekerja di kantornya Mas Beno? Atau resign saja? Aku tak mau gejolak hatiku mempengaruhi segalanya.Sesampainya disana, aku melihat pemandangan yang tak biasa. Ada seseorang di samping pusara anakku. Aku mendekatinya dan tak percaya. Dia menoleh dan cukup terkejut melihat kedatanganku. "Mas Rendy? Apa yang kamu lakukan disini?" tanyaku.Dia tersenyum, sambil mengusap embun di sudut matanya."Aku kangen sama Maura, dia terlalu cepat meninggalkan kita," ungkapnya yang membuatku tak mengerti.Aku menghela nafas dalam-dalam. Andai saja dulu kau tak meninggalkanku, mungkin ... Ah sudahlah aku tak ingin mengingat masa lalu, memang sudah takdirnya begini. "San, kamu lagi libur kerja?" tanyanya."Iya mas, aku sempa

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 77

    Pak Jae ada di sana sendirian. Duduk di atas kursi roda, termenung sendiri sembari mendengarkan suara lantunan orang mengaji dari ruang tamu."Pak!" sapaku. Dia menoleh, mulutnya yang tertarik ke bawah membuatnya tak bisa bersuara dengan jelas. Aku pandangi dia dengan seksama. Menatapnya lagi sambil bertanya-tanya, lebih tepatnya mengingat-ingat perihal dirinya. Garis-garis keriput halus di wajahnya begitu kentara menandakan ia sudah tua.Ya, sekarang aku ingat. Dia orang yang ada di foto itu. Foto aku, ibu dan laki-laki itu. Aku yang saat itu masih kecil dan digendong olehnya. Foto yang selalu kubawa kemana-mana hingga aku SMA. Karena itu satunya kenang-kenangan tentangnya yang aku miliki. Laki-laki yang hanya kukenal lewat potret itu. Ibu bilang dia bapakku. Walaupun wajahnya mulai menua, tapi aku mengenalinya, dia sama sekali tak berubah. Hanya umurnya yang bertambah, serta rambutnya yang tampak memutih. Dulu, aku selalu berharap agar lelaki itu datang menemui kami, namun sayang

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 76

    "Hei, Santi, kamu kenapa mau sama lelaki kere seperti dia?! Ikut pulanglah denganku...!" teriaknya.Aku tak peduli. Hatiku terasa sakit bila terus mengingatnya. Terlanjur sakit. "Mas, kenapa kau ada disini? Kau mengikutiku lagi?" tanyaku. Dia hanya tersenyum."Hah, aku tidak menyangka kau sudah mirip seperti stalker." Aku mendumel tapi Mas Rendy hanya tertawa."Aku hanya ingin tahu kegiatanmu selain di rumah perempuan. Ternyata kau sudah mulai bekerja lagi," jawabnya dengan santai."Hentikan ini mas, jangan terus ikuti aku. Aku gak nyaman kalau kamu seperti ini terus.""Kenapa? Aku kan suamimu. Aku khawatir terjadi sesuatu denganmu, kayak tadi benar bukan? Sudah seharusnya seorang suami menjaga istrinya dengan baik.""Suami? Itu dulu mas, duluuu ... Aku udah menganggap kita berpisah.""Ah ya, kalau begitu kita menikah lagi.""Hah?""Ayo naik, kamu mau pulang gak?" tegurnya.Aku menaiki boncengan motor Mas Rendy. Ingatan masa lalu kembali hadir menari-nari dalam benakku. Ya, aku jadi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status