Share

2. Salah Sangka

Setelah semalaman tidurku tak nyenyak, mataku sudah seperti mata panda, kantung hitam di bawah mata tampak begitu kentara. Apalagi, hampir semalam air mata terus saja jatuh berderai, membuat kedua mata ini begitu sembab.  Pagi-pagi sekali aku sudah keluar untuk membeli sarapan bubur untuk anakku. Suami? Biarkan saja, bukankah dia punya banyak uang? Biar dia beli sendiri. Aku masih dongkol karenanya. Karena sikapnya yang begitu tega kepada kami. Aku baru mengalami sendiri, jadi beginilah rasanya dikhianati? Sakit sekali, sangat sakit.

Kulirik jam yang bertengger di dinding, waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi. Meski di luar sana sudah terang, tapi jam segini dia belum bangun, aku sudah membangunkannya tiap subuh, namun hanya makian yang kudapat. Ah, ternyata perjuangan menjadi istrimu terlalu berat. Melebihi beratnya rindu Dilan pada kekasihnya.

Setelah menyuapi anakku sarapan, aku kembali melakukan aktivitasku sebagai ibu rumah tangga. Mencuci dan beberes rumah, semua kuhandle sendiri. Tak berselang lama, kulihat suamiku terbangun dan berlalu menuju meja makan.

"Dek, kok kosong? Mana sarapannya?" tanyanya dengan nada berteriak. Aku tergopoh-gopoh menghampirinya.

"Ada apa mas?" tanyaku.

"Ini mana sarapannya? Kamu gak masak?" tanyanya lagi.

"Enggak, mas. Berasnya sudah habis."

"Beli dong di warung," perintahnya.

"Mana uangnya?" tanyaku sembari menodongkan tangan ke arahnya. Sesungguhnya aku ingin lihat ekspresinya dan bagaimana responnya jika tengah terdesak.

"Pakai uangmu dulu lah, kan kamu jualan," sahutnya lagi, membuat hati ini kesal.

Aku menghela napas dalam-dalam. "Udah dipake mas, buat modal belanja lagi,” jawabku enteng.

"Emangnya gak ada simpanan sedikitpun?"

Aku menggeleng perlahan. Dia menghela nafas panjang, mengeluarkan karbon dioksida itu melalui mulutnya.

"Mas kan yang punya gaji, katanya gaji mas juga besar, terus kemana gaji mas yang lima juta itu? Aku minta jatah juga kadang-kadang, kamu cuma ngasih 20rb. Masa iya gaji mas habis gitu aja?" Aku balik memberondongnya dengan pertanyaan.

"Ah itu... Itu...." jawabnya gugup. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Aku berlalu meninggalkannya, tentu saja kau tak bisa menjawabnya, uang gajimu udah kau habiskan untuk selingkuhanmu itu, benar kan? Hebat banget ya dia, bisa sampai memorotimu habis-habisan? Sedangkan aku sendiri yang istri sahnya selalu hidup dalam kekurangan.

***

Aku sedang menyiapkan makan siang seadanya. Ya, akhirnya aku mengalah untuk membeli beras dua kilo di warung, bisa untuk beberapa hari kedepan. Sedangkan sayurnya aku memetik kangkung di belakang rumah, setiap aku beli kangkung di warung, batangnya tidak kubuang, tapi ditanam lagi. Ternyata kangkung-kangkung itu tumbuh dengan subur, karena tiap hari aku siram dengan air cucian beras. Sementara untuk lauknya aku mencari sisa-sisa di kulkas. Untung saja masih ada telor satu biji dan tepung terigu, aku membuatnya jadi telor crispy agar terlihat banyak. Selesai sudah tinggal memanggil anak dan suamiku yang masih malas-malasan di depan televisi.

"Mas, makan dulu," ajakku. Kasihan juga dia dari pagi tidak makan, entah kenapa rasanya tak tega.

"Nah itu punya uang!” sahutnya sumringah.

"Iya, tapi cuma cukup buat beli beras dua kilo,” jawabku.

Dia beranjak ke meja makan dan membuka tudung saji. Sekilas raut wajahnya kecewa ketika hidangan makanan yang ada dihadapannya tidak sesuai dengan seleranya.

"Gak ada ayam goreng, Dek?" protesnya.

Aku hanya tersenyum kecut, sebenarnya dia punya otak gak sih? Sudahlah tak ngasih duit, tapi protes saja! Pertanyaannya macam anak kecil aja. Sofia aja menerima apapun masakanku.

"Sini uangnya, nanti aku belikan ayam goreng," sahutku yang membuatnya terbungkam.

Dia menyendokkan makanan ke mulutnya, mungkin karena lapar atau masakanku memang enak, dia memakannya dengan lahap.

Tok ... Tok ... Tok ... Terdengar suara pintu diketuk.

"Assalamualaikum ..." sapa suara seseorang dari luar. 

"Waalaikum salam," jawabku. 

"Biar aku saja yang buka pintu," sela suamiku, dia sudah menghabiskan makanannya. Kemudian beranjak ke depan.

"Kamu siapa? Nyari siapa?" tanya suamiku dengan nada tidak bersahabat.

"Mbak Windanya ada?"

"Ada apa kamu cari istriku?" tanya suamiku masih dengan nada ketus.

"Siapa mas yang datang?" tanyaku menghampirinya.

"Oh jadi ini ya kelakuanmu di belakangku?" tanya suamiku dengan mata membulat.

"Apa maksudmu, Mas?" tanyaku tak mengerti.

"Udah selingkuh, berlagak  bego pula!" hardiknya yang membuatku makin tak mengerti. Kutengok kearah luar, rupanya mas Farid, seorang kurir ekspedisi yang biasa menjemput paket yang akan kukirimkan.

"Mas, kamu pulang dulu ya. Maaf, nanti aku yang antar sendiri paketnya,” ucapku padanya. Aku jadi tak enak hati, tiba-tiba dia menjadi sasaran amarahnya.

"Oh iya mbak, maaf mengganggu," sahutnya yang kemudian pergi bersama motornya.

"Puas kamu, Mas? Kamu malu-maluin aku di depan orang, mana nuduh sembarangan pula!" omelku padanya.

"Ya siapa tahu kamu memang punya hubungan dengannya! Selama ini aku juga gak pernah lihat apa yang kau lakukan di rumah seharian!"

"Astaghfirullah... Jaga ucapanmu, mas! Aku masih punya iman. Kamu gak usah deh nyari-nyari kesalahanku untuk menutupi kebohonganmu!"

"Bohong? Bohong apa?" Lelaki itu mengernyitkan keningnya. Rona wajahnya berubah.

"Aku tahu, mas. Kau pasti menyembunyikan sesuatu dariku!" ucapku sambil berlalu.

Enak saja dia menuduhku sembarangan, padahal dia sendiri yang berselingkuh. Untuk menutupi kebohongannya dia malah menuduhku? Dasar lelaki tak tahu diri!

Hah, tapi rupanya dia punya rasa cemburu juga ya? Padahal cuma seorang kurir yang biasa datang ke rumah untuk menjemput paketan. 

"Maafkan aku" ucap suamiku. Dia menghampiriku yang sedang mencuci piring bekas makan kami tadi. Aku terdiam, malas sekali menanggapinya.

"Winda, ayolah..." rengeknya seperti anak kecil.

"Ayo apa mas?" tanyaku heran.

"Pinjami mas uang, kamu pasti punya tabungan, kan?"

"Uang? Uang dari mana mas?"

"Uang jualan kamu, mas pinjam dulu. Mas ada perlu diluar"

"Perlu apa? Aku gak punya. Aku sudah bilang kan mas, uangnya udah aku belikan modal daganganku lagi."

"Dasar istri pelit!" dumelnya seraya meninggalkanku. 

Gak ngaca! Bukankah dirimu yang pelit? Dasar lelaki aneh!

Kulihat dia pergi mengeluarkan motornya, tanpa berpamitan denganku. Aku menghela nafas panjang. Paling-paling menemui selingkuhannya itu. Kenapa aku merasa menjadi wanita bodoh sedunia, hanya dimanfaatkan dan dibohongi saja selama bertahun-tahun. Rasanya sudah tak kuat untuk bertahan. Lelah.

Aku kembali melakukan aktivitasku sebagai penjual online. Tentu saja online sambil membalas chat para customerku. Aku jualan apa saja, gamis, jilbab, alat rumah tangga dan lain-lain sesuai dengan pesanan customer. Alhamdulillah setahun belakangan ini, bisa punya penghasilan sendiri sebagai reseller. Semua barang dagangan aku taruh di gudang yang tak terpakai, bahkan suamiku sendiri gak pernah masuk ke ruangan itu. Cukup aman bagiku menaruh barang-barang dagangan disana, karena aku yang memegang kuncinya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
bertitel istri sah tapi dungunya kebangetan. cuma diam dan mwnwrima dijatah 20 rb pertiga hari. yg benar aja nyet. alasan bertahan g masuk akal bangrt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status