"Serius?" kejar Bayu lagi.
"Pelangi sudah seperti adik aja buatku. Gak lebih."
"Adik ketemu gede maksudnya?" kekeh Bayu mencoba menggoda Surya.
Bayu tergelak dan Surya menggelengkan kepalanya berulang kali, berusaha menyakinkan Bayu. Setelah itu pandangannya menerawang ke langit malam. Rembulan yang wajahnya tertutup separoh seolah sedang tersenyum padanya. Dalam hati Surya mengakui, pandangan pertamanya pada Bunga menggetarkan perasaan suka. Namun setelah ia renungkan, ternyata hatinya bukan sekedar suka kepada lawan jenis, melainkan ada rasa rindu yang ganjil di hatinya.
Surya merindukan jalan yang bisa mendekatkan dirinya kepada Tuhannya. Jalan yang sudah lama ia cari sejak ia memutuskan buat meninggalkan kehidupannya di pulau seberang dan memutuskan buat merantau ke pulau Sumatera mengikuti saudara dari orang tuanya.
Bayu melihat Surya yang tampak melamun dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Bayu sangat yakin, Surya punya perasaan yang istimewa pada Bunga. Sebagai sesama lelaki ia bisa merasakan dan melihat betapa ada cahaya yang lebih terang saat Surya berada di dekat Bunga, Surya nampak lebih bersemangat.
"Yo wes. Awas aja kalau suatu saat kemakan kata-kata mu sendiri. Tapi terlepas dari pendapatmu tentang dia, bagiku Bunga adalah seorang gadis yang manis dan soleha. Dia beda dari yang lain dan sifat juteknya itu hanya sebagai perlindungan diri saja, aku yakin sekali hatinya sangat lembut dan peka." ucap Bayu yakin sambil mensejajarkan duduknya di samping Surya.
Surya nampak termenung mencerna semua kata-kata Bayu. Ia membenarkan semua itu tapi jujur ia malu karena Bunga mengingatkannya pada sosok seorang gadis, yang dulu membuatnya pergi meninggalkan tanah kelahirannya dan memilih Bengkulu sebagai pelabuhan terakhirnya. Tempatnya ingin mengabdikan hidupnya dan berharap mendapat pendamping hidup pula di kota ini.
"Heem nampaknya kamu lebih pandai menilainya ya, Yu? Perhatian sekali." ejek Surya membalas kata-kata Surya tadi.
Ia kini merasa tidak nyaman karena ternyata tebakannya benar, Bayu juga menaruh perhatian pada gadis yang diinginkannya.
Surya ingat betul sosok bernama Bunga itu, satu-satunya gadis berjilbab di angkatannya yang sikapnya hampir mirip dengan laki-laki. Tomboy. Penampilannya sangat sederhana namun nampak serasi selalu. Walau orang tuanya cukup terpandang di daerah sana tapi Bunga tidak pernah menggunakan fasilitas orang tua secara berlebihan.
Jaman itu Bunga merupakan salah satu dari beberapa orang saja yang menggunakan motor sendiri saat ke kampus. Bukan motor orang tua tapi milik pribadinya yang bisa ia pakai kapan saja ia membutuhkannya.
Teman-teman di kampus mengenal Bunga sebagai gadis tercantik yang menjadi perbincangan di sekitar tempat tinggalnya. Bahkan sudah ada beberapa orang yang memberanikan diri buat melamar gadis itu dan bersedia menunggunya sampai Bunga menyelesaikan kuliahnya.
Sedetil itu Surya mengetahui siapa Bunga dan keluarganya. Sejak awal Surya sudah menaruh perhatian dan mulai berusaha mendekat dengan cara yang tidak seorang pun yang tahu padahal saat itu mereka baru saja menjejakkan kaki sebagai mahasiswa ospek.
Bunga sangat berbeda dengan puluhan gadis yang pernah dekat dengan Surya di masa jahiliah dulu. Di kota asalnya, Surya mengenal banyak sekali gadis cantik, karena penampilannya yang kalem dan kharismatik membuat para gadis itu tertarik dan tidak menolak buat dijadikan kekasih pemuda itu.
Pergaulan muda mudi era sembilan puluhan yang belum mengenal batasan dalama sehingga pacaran menjadi sesuatu yang biasa dalam kaca mata Surya waktu itu. Gadis-gadis yang berpakaian setengah tel*nj*Ng dengan dandanan seronok dulu bagai bidadari di mata Surya, tapi kini ia merasa jijik sendiri dan ingin muntah bila mengingatnya. Ia menyesali masa lalunya dan bertekad buat merubah hidupnya menjadi lebih baik.
Prinsip Bunga yang tidak sengaja didengarnya waktu itu yang mengatakan tidak menganut sistem pacaran buat menikah dan akan menerima siapa saja yang mempunyai landasan agama yang baik ketika melamarnya setelah lulus kuliah sangat menggelitik perasaan Surya. Itu membuat Surya bertekad kembali mendalami Al Islam secara kaffah dan dengan sendirinya Bunga akan semakin dekat padanya. Dimulai dengan bersama gadis itu merintis dakwah di kampus putih ini nantinya.
"Hei, melamun, toh?" seru Bayu menyadarkan Surya dan membuyarkan lamunannya. Lalu mereka tertawa bersama, lebih tepatnya saling mentertawakan satu sama lain. Dua sahabat dengan rahasia hati masing-masing.
Bersambung
"Aku perhatikan sejak pulang dari taman tadi kok kamu lebih banyak diam ya, Yu?" tanya Surya pada Bayu yang hanya mengaduk makanannya tanpa gairah buat memindahkan makanan itu ke perutnya. Pikirannya dipenuhi oleh Bunga dan Bunga.Bayu tidak bergeming, ia tetap pada aktifitasnya semula tanpa niat buat memperdulikan Surya, membuat teman sekamarnya itu menjadi makin penasaran dan berniat buat menggodanya."Hei! Ditanya malah makin diam. Kesambet kamu, ya?" ujar Surya usil sambil menepuk pipi Bayu gemas, berharap Bayu mau menceritakan isi hatinya.Sedang Bayu masih mengingat semua isi surat yang ditulis Petrus tadi, membuat Bayu sadar jika Petrus tidak main-main mencintai Bunga, sampai ia rela mengganti keimanannya walau menurut Petrus itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan perasaannya pada Bunga.Bayu menepis tangan Surya pelan lalu kembali mengaduk nasi dan di piringnya hingga jadi sesuatu yang bikin Surya ikut-ikutan tidak selera buat melanjutkan ma
Ternyata pemuda yang sempat kutemui saat menulis di samudera pulau Baai waktu itu adalah dia,' batin Bunga resah. Mengingat kembali pertemuannya dengan seorang pemuda waktu itu, karena Bunga tidak menanggapi, itu sebabnya bunga tidak pernah tahu siapa nama pemuda itu. Tapi dari mana ia tahu alamat kampusnya?Bunga ingat betul hari itu tidak terlalu menanggapi semua pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang pemuda yang ingin mengajaknya berkenalan. Selain memang ia tidak tertarik juga karena ia sedang asik meneruskan tulisan cerita pendek yang harus segera ia selesaikan."Muhammad Imam Wijaya," gumam Bunga pada dirinya sendiri. Rasanya bukan itu nama yang disebut oleh pemuda tempo hari, lalu mengapa ia menyebut pelabuhan pulau Baai ini sebagai tempat pertemuan dengannya?Bunga memijit pelipisnya yang berdenyut dan melirik teman-temannya yang masih sibuk menerka siapa pengirim surat misterius itu."Aku kok penasaran sekali sama pengirim surat i
Setahun berlalu dengan sangat cepat, hubungan Bayu dan Bunga tidak seperti prediksi banyak orang di awal interaksi mereka di awal-awal dulu, semua sudah berubah. Bunga menyibukkan diri dengan kegiatan keagamaan bersama Surya dan ke 4 teman-teman nya. Kini ke 5 gadis cantik yang menduduki prestasi 10 besar di kampus sudah sempurna menutup auratnya, mereka saling mendukung di jalan hijrah yang tidak selamanya indah.Petrus dan Margaret telah menyelesaikan kuliahnya, setelah menjadi mualaf dan mendapatkan tawaran pekerjaan di luar negeri, Petrus benar-benar menghilang dan Margaret memilih mengikuti tes CPNS dan diterima di sebuah rumah sakit besar di Jakarta karena koneksi orang tuanya.Bayu dan Surya juga sudah sibuk dengan kegiatannya masing-masing, mereka sudah jarang bertemu karena sudah magang di wahana praktek dengan kelompoknya masing-masing dan kebetulan mereka tidak pernah satu kelompok.Seperti bintang reputasi Bunga dan teman-teman nya
Sepulang dari menemui Margaret, Petrus menuju asrama putri, niatnya ingin menemui Bunga, ia lupa kalau hari itu libur dan kemungkinan besar Bunga pulang ke rumah orang tuanya.Sesampai di pintu asrama ia dicegat oleh Mustika dan kedatangan pemuda tampan nan kalem itu membuat seisi asrama jadi heboh. Banyak yang tahu kalau Petrus adalah pacar Margaret."Pagi Tika...!" sapa Petrus pada Mustika yang sudah lebih dulu melihat kedatangannya."Sepertinya penghuni asrama ini tinggal sedikit, Kak, dan tidak ada yang namanya Margaret," kata Bunga sebelum Petrus lanjut bertanya."Kakak mencari Bunga. Apa dia ada?" tanya Petrus lagi.Mustika memperhatikan Petrus dengan tatapan tidak percaya."Kakak serius mencari Bunga bukan Margaret?"Petrus hanya mengangguk, ia memasukkan tangan ke kantung celananya dan memandang Mustika dengan tersenyum. Mustika jadi sedikit salah tingkah dengan gaya kakak kelasnya itu, Petrus termasuk salah satu dari katagori
"Betul hanya ngobrol?" tanya Embun."Aku tidak percaya seorang Margaret yang sudah sangat cemburu bisa sekedar mengobrol denganmu, Bunga!" seru Mustika tegas sambil menatap Bunga yang sedang melihat Bayu dan teman pria bermain bola di lapangan depan mereka duduk."Aku juga meragukannya," sahut Pelangi dan Mentari hampir serempak."Ayolah Bunga, bukankah kita ini sahabat, satu kamar, satu kampus pula. Masa tidak percaya pada kami," sambung Mustika lagi, sangat ingin tahu."Margaret hanya memintaku menjauhi Petrus,""Hah? Jadi Petrus yang pernah kau tendang saat ospek waktu itu juga menyukaimu, Nga?" jerit Mentari tertahan sambil melihat sekeliling takut ada yang mendengar kata-kata nya barusan.Bunga tidak menjawab tapi malah asik memperhatikan laju permainan bola di depannya, dimana Bayu dan Surya ikut terlibat di sana."Bunga! Kok malah asik liat Bayu dan Surya sih!" kata Pelangi merajuk."Margaret dan teman-temann
Bunga membeku di tempat mendengar kata-kata Surya barusan. Bumi terasa berhenti berputar dan ia merasa jantungnya berdegup lebih kencang. "Haiissh! Apa-apaan ini? Memalukan sekali!" gumam Bunga pada dirinya sendiri. Tapi tak urung sudut bibirnya membentuk lengkung dan memperlihatkan ceruk yang menambah manis wajahnya. "Cieeee...dapat surat cinta dari Surya. Sampai senyum-senyum begitu," ledek Mustika yang tiba-tiba sudah muncul di samping Bunga bersama Embun, Pelangi juga Mentari. "Eh, kalian bikin kaget saja. Bukan surat cinta tapi puisi yang kutulis kemarin. Terselip di buku catatan yang dipinjam Surya, nih dia kembalikan!" kata Bunga menjelaskan sambil memandang Pelangi. "Ooh, kupikir kamu jadian sama Surya. Kasian tuh Pelangi kalau sampai kamu tikung," kata Mentari lagi menunjuk Pelangi dengan isyarat dagunya. "Apa sih, Tika. Sembarangan aja kalau ngomong!" jawab Pelangi dengan mimik tidak suka. "Halah kamu itu ya, ka