Share

Kekesalan Guruh

Sementara itu, Bunga menuju mushola kampus yang terletak paling ujung gedung kuliahnya nanti. Terletak di bawah pohon mangga yang rindang, memberi kesan seram di waktu malam.

Bunga lalu mengambil wudhu dan membasuh sebagian tubuhnya yang gerah lalu menghabiskan malamnya dengan bermunajat kepada Rabb-Nya.

Tangisnya pecah, mengadu dan bercerita panjang keluh kesahnya kepada Sang Maha Cinta. Terbayang di matanya bagaimana selama dua Minggu belakang ini, ia digodok dengan cara-cara yang tidak masuk akal. Sangat jauh dari bayangan Bunga saat baru menginjakkan kakinya di Akademi Keperawatan Depkes tersebut.

Entah Bunga yang terlalu naif atau memang para seniornya yang begitu usil mengerjai anak baru sepertinya, yang pasti banyak hal yang menurut Bunga tidak seharusnya diberlakukan bagi mahasiswa kesehatan seperti mereka. Masa ospek di kampus seperti ajang balas dendam dan mengerjai para yunior yang tidak pernah membantah walau bertentangan dengan hati mereka.

Seperti satu kejadian yang tidak pernah Bunga lupakan saat ia dan beberapa temannya menjalani sesi terakhir dari semua rangkaian acara ospek.

"Kalian ada berapa orang?" tanya salah seorang senior bermata sipit dan berkulit coklat itu. Tubuhnya gempal dan nampak seram dengan bekas  cambang yang memenuhi beberapa sisi wajahnya yang bulat, mungkin sudah dua hari ia tidak bercukur sehingga kumis dan cambang itu mulai tumbuh dan terlihat kasar, memberi kesan seram pada dirinya.

"Tujuh orang, Kak. Dua laki-laki dan lima perempuan." jawab Bunga dan anggota kelompoknya hampir serentak.

Guruh refleks melihat ke arah Bunga, satu-satunya gadis berkerudung di kelompok itu. Dalam hati ia bergumam 'Ini pasti gadis yang suka jadi perbincangan di angkatannya'

"Kamu siapa? Kamu ketua regunya?" tanya Guruh pura-pura belum tahu siapa Bunga.

"Saya Bunga, Kak. Ketua regunya Genta bukan saya." jawab Bunga sambil menunjuk Genta yang berdiri tidak jauh darinya.

"Baik. Saya punya satu permen buat kalian semua. Karena permennya hanya satu dan kalian ada tujuh orang maka permen ini harus dibagi rata dengan adil. Semua harus kebagian dengan bagian yang sama. Tapi ingat! Permennya tidak boleh dipotong-potong!"

"Lalu bagaimana, Kak?" tanya Genta sambil mengambil satu buah permen yang disodorkan Guruh padanya.

"Kalian harus bergantian mengemut permen itu. Kamu, ketua regu duluan dan kamu...yang terakhir." kata Guruh lagi yang refleks disambut reaksi ingin muntah dari Bunga dan teman-teman perempuannya.

"Aku tidak.mau, Kak....!" ujar Bunga sambil menggelengkan kepalanya.

"Berani kamu melawan perintah saya? Ini permainan kebersamaan. Bukan sembarangan saya kasi perintah." seru Guruh sambil memandang Bunga dan kelompoknya bergantian.

"Bukan melawan, Kak tapi itu tidak sehat. Jorok....iiihh....menjijikkan sekali harus saling mencicipi air liur dan...huuek..." Bunga mual tiba-tiba dan itu membuat temannya yang lain semakin jijik pula dengan perintah Guruh.

"Kalian dengar ya. Saat kalian melangkah masuk ke kampus ini, itu artinya kalian sudah lulus tes kesehatan dan dinyatakan bebas dari semua penyakit menular. Makanya kalian bisa ada di sini sekarang. Kenapa masih takut tidak sehat? Bego namanya tuh!" sembur Guruh emosi.

"Aku tetap menolak, Kak, karena tes kesehatan yang kemarin dilakukan kemarin tidak sampai cek up secara keseluruhan bahkan kami tidak di cek darah sama sekali. Jadi kami tidak pernah tahu siapa yang benar-benar sehat dan siapa yang sakit. Apa kakak bisa jamin semua bebas dari penyakit TBC dan Hepatitis? Bisa Kak?" tegas Bunga, membuat Guruh sejenak terdiam mencoba mencari jawaban dari semua yang dikatakan Bunga.

"Kalau begitu, kamu keluar dari kelompok!" katanya kasar sambil memandang Bunga dengan tatapan tidak suka.

'Bunga...udah ikut aja...Gak usah melawan lagi...!' bisik Mustika ke telinga Bunga.

"Baik!"

Bunga langsung beringsut mundur dari barisan dan menepi ke pinggir lapangan, sedang teman-teman sekelompok ya mulai gelisah dan saling pandang satu sama lain. Mustika menarik nafas panjang setelah dilihatnya Bunga malah lebih memilih keluar daripada mengikuti sarannya.

Genta mulai berbisik kepada anggota kelompoknya, pro dan kontra terjadi dan akhirnya  mereka semua membubarkan diri dan  bergabung bersama  Bunga di pinggir lapangan diiringi teriakan marah Guruh yang serasa mengguncang seisi lapangan.

"Dasar gadis biang kerok! Selalu saja membuat onar, bikin masalah terus! Bagaimana mau merawat pasien kalian kalau baru disuruh begitu saja sudah jijik." makinya lagi, menoleh pada Bunga yang nampak tenang dan melihat rumput hijau di bawah kaki Guruh.

Akibatnya mereka bertujuh mendapatkan hukuman membersihkan lapangan sampai benar-benar bebas dari sampah sekecil apapun dan Guruh mengawasi mereka layaknya mandor jaman Belanda. Sangar dan bengis.

"Kerja kalian! Pungut semua sampai dengan tangan dan cabut rumput liar sampai bersih. Satu lagi...jangan istirahat walau kelompok lain sudah diperbolehkan istirahat!"

"Wah...itu zolim namanya, Kak," protes Bunga sambil menghentikan aktifitasnya mencabut rumput liar dan menoleh kepada Guruh.

"Kamu mau hukumannya ditambah hah?"

"Udah Bunga. Gak usah melawan lagi," ujar Genta mencoba menengahi.

"Maaf ya, karena aku kalian semua malah dihukum," sesal Bunga lirih. Ia merasa bersalah pada teman-teman nya.

"Tidak apa-apa, Bunga. Sebenarnya kami juga jijik kalau harus melakukan perintah Kak Guruh tadi," ujar Mega sambil menutup mulutnya dengan tangan.kanannya.

Teman yang lain pun mengangguk setuju, ternyata mereka semua mau melawan tadi tapi tidak punya nyali.

"Ya udah permennya buat aku aja," tukas Genta sambil membuka permen yang tadi diserahkan padanya dan memasukkan ke dalam mulutnya.

"Huuuu...maunya kamu tuuh....!!" Koor serempak teman-teman Bunga.

"Hai. Kalau lagi dihukum itu jangan main-main dan jangan bercanda. Serius!!!" hardik Guruh.

Serentak mereka menoleh dan melihat Guruh sudah berkacak.pinggang di belakang mereka. Matanya yang sipit nampak dipaksa buat melebar biar seram tapi alih-alih menakutkan, kelakuannya itu malah membuatnya nampak lucu tapi tidak ada lagi yang berani menertawakannya. Semua diam dan kembali ke aktifitas masing-masing.

"Hei...dengar tidak???" hardik Guruh lagi merasa tidak dipedulikan.

"Apa salahnya sambil bercanda, Kak? Biar kerjanya jadi ringan dan tidak terasa capek," bantah Bunga kalem, diiyakan oleh semua temannya 

"Kamu lagi!! Selalu kamu yang menantang saya!" tunjuk Guruh kesal pada Bunga.

Guruh sudah sering mendengar tentang gadis bernama Bunga ini tapi ia tidak menyangka jika gadis itu benar-benar tidak punya rasa takut. Sebenarnya Bunga sangat cantik dan menarik tapi seperti macan ia belum bisa dijinakkan.

"Bukan menantang, Kak. Hanya memberikan pembelaan atas tuduhan yang Kakak lemparkan pada kami. Hanya bela diri, Kak. Sekalian membebaskan kakak dari perbuatan fitnah," sambung Bunga lagi.

Guruh terdiam, mulai malas meladeni gadis yang tidak pernah mau kalah itu. Beberapa senior yang lain memperhatikannya sambil tersenyum bahkan ada yang terang-terangan tertawa sambil menyorakinya.

"Sudahlah, Guruh. Tidak usah berurusan dengan gadis itu lagi. Masih banyak yunior lain yang lebih manis dan sudah jinak. Hahahaha....!"

"Asem loe!" tukas Guruh sambil menjitak kepala temannya yang diiringi tawa yang lain sedang Bunga pura-pura tidak tahu saja ada yang membicarakannya.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status