“Dia memang cantik.” El ikut menimpali.
“Iya, pantas daddy terpesona.” Al pun ikut menimpali.“Benar, tubuhnya saja seksi.” Rowan tak kalah ikut berkomentar.Bian mengalihkan pandangan pada kakak-kakaknya yang sedang ikut mengomentari Flavia. Namun, ada yang melihat menarik dibanding reaksi kakak-kakaknya yang melihat foto Flavia, yaitu melihat reaksi kakak dan kakak iparnya yang kesal melihat suaminya yang memuji wanita lain.“Jadi lebih cantik dia?” Freya akhirnya membuka suara. Dia menahan gemuruh dalam hatinya.“Seperti tidak hanya daddy yang terpesona.” Shera ikut menimpali.“Iya, dan sepertinya lebih seksi dibanding kita.” Ghea merujuk pada ucapan sang suami.El, Al, dan Rowan langsung mengalihkan pandangan mereka pada istri masing-masing. Mereka menelan salivanya melihat tatapan tajam dari istri mereka masing-masing.“Sayang, bukan begitu.” El mencoba menjelaskan pada Freya.“Lalu?” tanya Freya dengan tatapan menghujam.“Sayang, siapa yang terpesona. Aku—”“Siapa yang bilang kamu terpesona. Aku hanya bisa tidak hanya daddy saja.” Sebelum Al selesai bicara, Shera langsung memotong ucapan sang suami. Tentu saja itu membuat nyali Al ciut.“Sayang—”“Jangan tidur denganku malam ini!” Ghea memberikan peringatan pada suaminya.Rowan hanya bisa pasrah. Apalagi tadi dirinya memuji seksi pada foto Flavia.Bian dan Dean yang ada di sana hanya bisa tersenyum. Mereka merasa ini akan jadi masalah untuk para pria itu.“Sebaiknya kita fokus pada masalah ini dulu. Kalian bisa urus masalah kalian nanti.” Dean pun mengakhiri perselisihan sengit antara suami dan istri itu.Mereka semua pun kembali fokus pada Bian. Melanjutkan kembali pada pembicaraan tentang Flavia.“Jadi apa yang harus kita lakukan?” Dean menatap semuanya satu per satu.“Prinsipnya kita harus cari tahu. Harus dengan mata kita sendiri melihat daddy berhubungan dengan Flavia.” Bian memberikan pendapatnya.“Aku sedang ada proyek, jelas tidak bisa mencari tahu.” El menatap adiknya.“Aku jelas tidak bisa mencari tahu karena aku di rumah sakit.” Dean merasa pasti akan mencurigakan jika keseringan ke kantor Adion Company.“Aku sedang banyak wedding. Jadi sepertinya juga tidak bisa.” Rowan ikut menimpali.“Aku juga tidak bisa, pekerjaanku juga sedang banyak.” Al menjelaskan alasannya tidak bisa.“Jika semua tidak bisa, tentu saja hanya aku bisa. Lagi pula memastikan daddy menjalin hubungan dengan Flavia atau tidak, harus di Adion Company. Jadi aku akan bekerja di Adion Company sekaligus mengawasi daddy.” Bian pun memberikan pendapat dan rencananya.“Itu rencana bagus. Dengan kamu di sana, tentu saja kamu akan lebih leluasa mencari informasi.” El setuju dengan rencana adiknya.“Baiklah, nanti saat aku pulang, aku akan mengatakan pada daddy jika aku akan bekerja di Adion Company.” Bian begitu bersemangat sekali. Tak sabar untuk mencari segala informasi tentang gadis yang sedang menggoda sang daddy itu.“Baiklah, sepertinya masalah ini sudah jelas. Bian akan mencari tahu lebih dulu. Setelah itu, baru kita bisa ambil tindakan selanjutnya.” Al mengakhiri rapat ala-ala yang diadakan secara mendadak itu.“Kami akan pastikan mommy tidak mendengar gosip ini.” Ghea menatap Freya dan Shera. Membuat kesepakatan bersama dengan kakaknya.“Iya.” Freya dan Shera mengangguk.Akhirnya, semua sudah sepakat dengan rencana awal yang dibuat Bian. Langkah selanjutkan akan dipikirkan jika sudah mendapat informasi akurat.Mengingat waktu sudah malam, akhirnya, mereka semua memutuskan untuk segera pulang. Saat semua pulang, hanya Bian yang tinggal. Bian akan menginap di rumah kakaknya malam ini. Baru besok dia akan pulang.Bian yang sudah lelah segera masuk ke kamar. Dia ingin mengistirahatkan tubuhnya lebih dulu. Rasanya, dia ingin tidur nyanyang malam ini, karena di pesawat dia tidak bisa tidur nyenyak.Bian merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Pandangannya mengarah ke langit-langit kamar. Pikirannya melayang memikirkan sang mommy.“Aku tidak mau sampai mommy sedih jika tahu suaminya digoda gadis muda. Aku tidak akan biarkan hal itu terjadi. Tidak ada gosip adalah fakta yang tertunda. Gosip hanya akan jadi gosip, tanpa pernah jadi fakta.” Bian bertekad akan melindungi sang mommy dan daddy dari godaan daun muda di luar sana. Bian akui, sang daddy memang masih tampan di usia yang sudah mencapai enam puluh tahu. Pasti gadis-gadis di luar sana berpikir sang daddy bisa dijadikan sugar daddy bagi mereka.***Bian yang semalam kelelahan, begitu pulas sekali tertidur. Sampai pagi menyapa pun dia masih asyik menikmati tidurnya. Saat merasa selimut tersingkap, dia segera menarik selimut tersebut. Kembali meringkuk di bawah selimut. Mencari kehangatan di dalamnya. Namun, baru saja dia merasakan kehangatan itu, tiba-tiba selimut kembali tersingkap. Kali ini Bian menarik kembali selimut. Berusaha untuk menutupi tubuhnya yang dingin. Sayangnya, saat tangannya meraih selimut, selimut itu tak ada.Bian segera membuka matanya. Melihat selimut yang tersingkap. Ternyata selimut tersingkap cukup jauh. Jadi pantas saja dia tidak bisa meraih selimut itu. Saat mendapatkan selimutnya, akhirnya Bian kembali memejamkan matanya. Namun, ada yang membuat Bian membuka kembali matanya. Dia merasa melihat seseorang.Dengan segera Bian mengarahkan pandangan pada di mana keberadaan orang tersebut.Alangkah terkejutnya dirinya ketika melihat siapa orang yang berdiri di ujung tempat tidur. “Mommy.” Bian begitu terkejut melihat siapa yang berdiri di ujung tempat tidur. Dia segera terduduk.Mommy Shea langsung menghampiri Bian. Dia menarik telinga Bian. “Anak nakal, sudah pulang, tetapi tidak langsung pulang ke rumah.” Mommy Shea benar-benar kesal dengan anak bungsunya itu.Tadi pagi, saat sedang menemani Gemma yang sedang makan di saat mommy-nya sedang memandikan Rivans, Mommy Shea bertanya ke mana gerangan Gemma semalam. Dengan polos gadis kecil itu menceritakan jika semalam pergi ke rumah Kean dan Lean. Tak hanya di situ Gemma menceritakan jika dia bertemu dengan Uncle Bian juga. Mommy Shea begitu terkejut mendengar jika anak bungsunya pulang. Mommy Shea pun langsung bertanya pada Ghea. Semalam Ghea ingin pulang, tetapi sang mommy memintanya menginap karena Rivans sudah tidur. Ghea yang mendapati pertanyaan sang mommy, tidak bisa mengelak. Apalagi anaknya sudah mengatakan jika Bian di rumah kakaknya. Terpaksa Ghea membenarkan.Mendapat kabar jika anaknya sudah pulang dan menginap di rumah kakaknya, dia pun segera berlalu pergi ke rumah El. Mengajak sang suami.“Mom, sakit.” Bian merasakan telinganya panas karena ditarik sang mommy.“Biar saja. Biar kamu tahu rasa. Seenaknya tidak langsung pulang.” Mommy Shea terus menarik telinganya.“Ampun, Mom.” Bian sudah seperti anak kecil yang dihukum orang tuanya.“Sayang, nanti jika kamu tarik telinga Bian, dia akan berubah jadi kelinci.” Daddy Bryan yang melihat anaknya ditarik telinganya langsung segera membelanya. Tak mau sampai sang anak terus kesakitan.“Kenapa berubah jadi kelinci?” Mommy Shea menatap sang suami.“Iya, karena telinga kelinci panjang. Jadi kalau kamu tarik terus telinga, dia akan berubah jadi kelinci. Jadi hentikan” Daddy Bryan mencoba membujuk sang istri.Mommy Shea mengembuskan napasnya. Kemudian segera melepaskan telinganya.Bian langsung memegangi telinganya yang panas karena ditarik oleh sang mommy.“Cepat keluar. Jelaskan kenapa kamu tidak langsung pulang?” Mommy Shea pun segera keluar. Menunggu sang anak di ruang keluarga.Di kamar tersisa Daddy Bryan. “Cepat keluar, sebelum mommy jadi monster.” Dia menggoda anaknya. Kemudian ikut menyusul sang istri keluar.Bayi Flavia dan Bian masih di ruang NICU karena mereka masih perlu perawatan. Mengingat berat badan mereka masih begitu kecil. Flavia sendiri sudah belajar bangun paska operasi. Dia semangat melakukan itu semua karena ingin segera bertemu dengan anak-anaknya. Flavia pergi ke ruang NICU diantar oleh Bian. Dia duduk di kursi roda didorong oleh suaminya. Flavia ingin menyusui anak-anaknya. Tidak hanya sendiri, Flavia bersama dengan papanya, mertuanya, kakak, dan bibi dan paman mertuanya. Mereka semua melihat anak-anak Flavia dan Bian lebih dulu dari balik kaca. Tiga anak sedang pulas tertidur. Hal itu membuat mereka begitu gemas sekali. “Kalian sudah punya nama?” Mommy Shea menatap Flavia dan Bian. “Sudah Ma.” Flavia mengangguk. “Siapa?” Daddy Bryan begitu penasaran sekali dengan nama cucunya.“Si sulung, namanya Nathan Fabio Adion.” Karena anak laki-lakinya lahir pertama, jadi Bian menyebutnya sulung. “Itu yang bibirnya tebal namanya Fiorenza Claire Adion.” Bian menunjuk satu anak
Bian mengajak Flavia keliling komplek. Kebetulan sore hari. Cuaca tidak terlalu panas, jadi enak untuk berkeliling komplek. “Apa kamu suka?” Bian menoleh sejenak pada sang istri. “Tentu saja aku suka. Ternyata seru sekali.” Flavia begitu berbinar menikmati perjalanan. Angin yang bertiup sepoi-sepoi begitu nikmat sekali. “Kapan lagi kita berlima bisa naik motor ini. Nanti jika anak-anak lahir. Aku rasa hanya cukup mereka bertiga.” Bian tertawa. “Iya, satu di sana, dan dua di sini.” Flavia menunjuk tempat duduk di belakang Bian.“Iya, pasti seru membawa mereka bertiga keliling komplek bersama.” Bian sudah membayangkan akan seseru apa nanti kehidupan mereka dengan tiga anak. Bian dan Flavia menikmati perjalanannya keliling komplek. Bian melihat wajah sang istri yang benar-benar berbinar. Tidak sia-sia akhirnya Bian membelikan motor. Walaupun entah kapan akan dipakai lagi. Puas berkeliling-keliling. Akhirnya mereka kembali ke rumah. Bian membantu Flavia untuk turun dari motor. Tanga
Flavia mengukur perutnya yang sudah semakin membesar. Flavia selalu mencatat berapa ukuran perutnya. Tak hanya itu, dia mengambil foto setiap perkembangan besar perutnya. Itu akan dipakainya untuk dokumentasi.Bian yang masuk ke kamar melihat sang istri yang sedang asyik mengukur perutnya. Rasanya gemas sekali melihat istrinya. Bian menghampiri sang istri. Memeluk dari belakang. “Tanganku sepertinya tidak muat untuk memeluk.” Perut Flavia yang besar membuat Bian kesulitan.“Iya, ternyata besar sekali perutku.” Flavia sendiri merasa jika yang dikatakan sang suami benar. “Dengar, nanti kamu harus duduk diam saja. Aku yang akan memilih.” Rencananya hari ini Bian, Flavia, dan keluarga akan memilihkan baju untuk anak mereka. Mengingat usia kandungan cukup besar, sebenarnya Bian tidak tega untuk membiarkan sang istri memilih baju untuk anak mereka. “Baiklah, aku akan diam saja nanti di sana. Duduk manis, dan membiarkan kalian untuk memilih.” Flavia tersenyum. Dia juga tidak yakin jika ak
Kehamilan Flavia sudah mencapai enam bulan. Perut Flavia semakin besar. Ukurannya tidak seperti orang hamil pada umumnya. Itu karena di dalam kandungan Flavia ada tiga janin yang tumbuh. Hari ini Flavia akan mengecek kandungannya. Bulan ini rencananya mereka akan mengecek jenis kelamin, karena dua kali pemeriksaan tidak terlihat. Seperti biasa Bian dan Flavia tidak sendiri. Ada mommy, daddy, dan kakak-kakak mereka. Yang penasaran tidak hanya Flavia dan Bian saja. “Setelah ini kira-kira siapa lagi yang akan kita antar untuk ke rumah sakit memeriksakan kandungan?” Mommy Shea menatap anak-anaknya. Semua kakak Bian langsung menggeleng. Karena tidak ada dari mereka yang berniat memiliki anak lagi. Tentu saja Flavia dan Bian adalah yang terakhir diantar oleh keluarga saat memeriksakan kandungan. Tentu saja itu membuat mereka semua memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Mama Lyra sudah menunggu di ruang pemeriksaan. Segera Flavia melakukan pemeriksaan. Mama Lyra segera mengecek keadaan janin
Tidak ada makanan sama sekali di lemari pendingin. Hal itu membuat Bian bingung apa yang bisa dimakan sang istri malam-malam seperti ini.“Bagaimana jika kita ke restoran cepat saja? Mereka buka dua puluh empat jam. Jadi aku rasa kita bisa beli makanan di sana.” Bian pun memberikan ide.“Aku mau.” Sudah hampir sebulan ini Flavia di rumah. Berkutat di rumah terus. Walaupun ada keponakannya, tetap saja dia bosan. Jadi saat diajak keluar, tentu saja dia merasa senang.“Baiklah, kita ambil baju hangat dulu.” Bian mengajak sang istri untuk segera ke kamarnya.Bian dan Flavia menggunakan mobil untuk ke restoran cepat saja. Jalanan begitu lengang sekali. Mengingat sudah malam. Flavia benar-benar senang sekali. Akhirnya setelah sekian lama dia bisa keluar dari rumah, dan lebih menyenangkan adalah melihat suasana luar.“Kamu senang sekali.” Bian melihat jelas sang istri yang begitu senangnya.“Iya, kamu tahu bukan jika aku sudah sebulan jadi tahanan.” Flavia dengan wajah polosnya menatap Bian.
Mama Lyra segera melakukan tindakan untuk menolong Flavia. Beruntung pendarahan dapat diatasi. Setelah pendarahan dapat diatasi, Mama Lyra meminta perawat untuk membawa ke ruangan USG. Dia ingin memastikan keadaan kandungan Flavia. Bian senantiasa menemani Flavia.Mama Lyra memeriksa kandungan Flavia lewat layar USG. Tubuh Flavia yang lemas hanya pasrah saja ketika Mama Lyra melakukan pemeriksaan.Mama Lyra membulatkan matanya ketika melihat kandungan Flavia. Hal itu membuat Bian begitu panik.“Ma, ada apa?” tanya Bian. “Apa anakku kenapa-kenapa?” Bian benar-benar khawatir sekali.“Ada tiga janin di dalam kandungan Flavia.” Mama Lyra menatap Bian. Kemarin dia tidak melihat. Jadi kali ini dia cukup terkejut.Bian membulatkan matanya. Anaknya tidak lagi kembar dua saja, seperti kakaknya, tetapi tiga. Tentu saja itu membuatnya begitu terkejut.“Sayang, anak kita ada tiga.” Bian meraih tangan Flavia. Memberitahu sang istri. Kebetulan saat dibawa ke ruang USG Flavia tersadar.Flavia tidak