Bian keluar dari kamar, kemudian menyusul mommy dan daddy yang sudah duduk di ruang keluarga. Ada kakak dan kakak iparnya di sana.
Tadi El sudah berangkat untuk ke kantor dan mengantarkan anaknya sekolah, tetapi Ghea menghubungi jika mommy dan daddy akan datang. Jadi dia kembali ke rumah untuk menemani adiknya yang pastinya akan jadi sasaran sang mommy.“Kenapa tidak langsung pulang?” Mommy Shea langsung melempar pertanyaan itu lagi.“Kemarin aku lelah, Mom. Jadi saat Kak El jemput aku putuskan untuk menginap.” Bian memberikan alasan yang menurutnya masuk akal. Tidak mungkin dia mengatakan jika menginap karena mengadakan rapat penting dengan kakak-kakaknya.“Lalu kenapa tidak memberitahu Mommy jika sudah pulang?” Mommy Shea berkaca-kaca. Dia masih tidak terima ketika anaknya tidak mengabari. Padahal kedatangannya tentu saja jadi kebahagiaan untuknya.Bian tidak bisa melihat sang mommy yang menangis. Dia segera menghampiri sang mommy dan memeluknya. Menenangkan sang mommy yang bersedih.“Maaf, Mom. Aku semalam mau pulang. Hanya saja sudah lelah. Jangan bersedih.” Bian membelai lembut rambut sang mommy yang sudah mulai memutih.“Kamu tidak mau bertemu mommy sampai tidak langsung pulang?” Mommy Shea menangis. Bertemu dengan anaknya adalah hal yang selalu dinanti. Karena memang anaknya tinggal di luar negeri dan jarang pulang.“Tentu saja aku mau bertemu mommy. Bagaimana bisa aku tidak bertemu dengan cinta pertamaku.” Bian melepaskan pelukan dan menatap sang mommy dengan senyuman.Mommy Shea yang sempat menangis, tersenyum.“El, apa kamu berasa melihat drama film?” Daddy Bryan bertanya dengan suara lirih. Pandangannya masih pada anak dan istrinya.“Iya, sepertinya melihat film drama.” El membenarkan.“Bersiaplah, saat rumah tangga kehadiran seorang pria kecil, kamu akan tersingkir.” Daddy Bryan. Tampak serius sekali. Dia merasa kini tempatnya sudah terganti oleh anak-anaknya.El menelan salivanya, kemudian mengalihkan pandangan pada sang istri. Sang istri yang mendengar ucapan mertuanya mengangguk membenarkan. El akhirnya sadar jika dia akan bersaing dengan anak-anaknya mendapatkan kasih sayang sang istri.“Mommy tidak perlu khawatir. Mulai sekarang aku akan ada untuk Mommy. Menemani Mommy setiap saat.” Senyum manisnya menghiasi wajahnya.“Kamu akan tinggal di sini?” Daddy Bryan menebak setelah mendengarkan ucapan sang anak.“Iya, aku akan tinggal di sini, Dad. Aku akan bekerja di Adion Company.” Bian mulai melancarkan aksinya. Hal pertama yang dilakukannya adalah masuk ke kantor daddy-nya. Setelah itu barulah dirinya bisa mencari informasi tentang Flavia dan sang daddy.“Sayang, Mommy senang akhirnya kamu mau bekerja juga di sini. Jadi paling tidak kamu akan menetap di sini dan tinggal dekat dengan Mommy.” Ibu mana yang tidak suka jika anaknya berada dekat dengannya. Tentu saja semua ibu sangat bahagia. Begitu juga dengan dirinya. Dirinya begitu bahagia sekali karena bisa dekat dengan sang anak.“Bagus jika kamu akhirnya mau bekerja di perusahaan kita. Memang seharusnya kamu mau bekerja di perusahaan sendiri, dari pada perusahaan orang lain.” Daddy Bryan turut bahagia karena akhirnya anaknya mau bekerja di perusahaannya. Dengan begitu ada anak yang meneruskan usahanya. Mengingat anak sulungnya sudah memilih membangun perusahaan sendiri.Aku bekerja di perusahaan sendiri karena ada tujuan. Jika tidak, mungkin aku akan memilih bekerja di perusahaan Kak El. Paling tidak, aku bisa hidup bebas.“Tentu saja. Aku akan bekerja di perusahaan sendiri. Kapan lagi memajukan perusahaan sendiri. Dari kemarin aku memajukan perusahaan orang lain saja.” Bian tentu saja tidak akan mengungkapkan niat aslinya. Tentu saja dia akan menyimpannya rapi.“Kalau begitu ayo cepat pulang. Kamu harus istirahat di rumah dulu. Karena sebentar lagi kamu akan kerja di tempat daddy.” Mommy Shea berbinar tak sabar membawa anaknya pulang.“Baiklah.” Bian setuju.Daddy Bryan, El, dan Freya hanya bisa menggeleng saja. Bian sudah besar, tetapi sang mommy masih memperlakukan seperti anak kecil.***Seharian Bian benar-benar menggunakan waktunya untuk beristirahat. Seharian dia tidur dan hanya bangun saat makan saja. Seperti halnya sekarang dia keluar saat makan malam.“Daddy belum keluar, Mom?” Bian yang menarik kursi, bertanya pada sang mommy. Saat datang ke ruang makan, dia tidak menemukan sang daddy. Hanya ada sang mommy saja.“Daddy-mu pulang malam. Dia masih ada pekerjaan. Jadi kita makan dulu.” Mommy Shea tersenyum sambil mengambilkan makanan untuk anaknya.Pulang malam?Mendapati info itu, seketika Bian merasa curiga. Dia merasa jika sang daddy pasti sedang bersama Flavia.“Sudah, jangan pikirkan daddy-mu. Dia pasti sudah makan.” Mommy Shea tersenyum sambil menyerahkan piring yang sudah diisi nasi dan lauk pauknya.Bian menerima piring yang diberikan oleh sang mommy. Kemudian dia menikmati makanan yang dimasak oleh sang mommy. Bian selalu rindu ketika berada jauh dengan masakan sang mommy. Kini dia akan menikmati ini semua untuk waktu yang lama.“Apa daddy sering pulang malam?” Di tengah-tengah menikmati makanannya, Bian mencari informasi dari sang mommy.“Belakangan ini dia sering pulang malam. Karena memang sedang ada proyek dengan hotel Davis.” Mommy Shea menjelaskan, kemudian memasukkan makanan ke mulutnya.Melihat sang mommy yang tampak tenang ketika menjelaskan dan tidak menaruh curiga sama sekali, membuat Bian tidak tega. Dia memikirkan bagaimana jika sampai sang daddy benar-benar melakukan hal yang tak terduga, yaitu selingkuh. Tentu saja sang mommy akan sangat sedih.Seusai makan, Mommy Shea dan Bian mengobrol sebentar di ruang keluarga. Menceritakan banyak hal. Mulai dari apa yang banyak di lakukan Bian di London sampai menceritakan para cucu. Mereka mengobrol cukup lama, hingga akhirnya Mommy Shea berpamitan ke kamar. Bian yang melihat sang daddy belum pulang, memilih untuk menunggu.Bryan akhirnya pulang tepat jam sebelas malam. Dia begitu lelah sekali. Sambil berjalan, dia melepaskan dasi yang melingkar di kerah kemejanya.“Daddy baru pulang?” Bian yang menunggu di ruang keluarga langsung bertanya.Daddy Bryan yang fokus ke depan, tidak tahu jika ada Bryan di ruang keluarga. Suara Bian membuatnya terkejut sekali.“Kamu belum tidur?” Daddy Bryan menatap anaknya.Bian menghampiri sang daddy. “Belum, mau menunggu Daddy.”“Kenapa harus menunggu, kamu bisa tidur saja? Lagi pula ini sudah malam.” Daddy Bryan tersenyum.“Belum mengantuk juga.” Bian memerhatikan sang daddy. Saat matanya menerawang tubuh sang daddy, pandangannya terhenti pada jas Daddy Bryan. Walaupun jas berwarna hitam, sebuah bekas lipstik yang menempel terlihat jelas.“Baiklah, jika sudah mengantuk segeralah beristirahat.” Daddy Bryan menepuk bahu sang anak. “Daddy masuk dulu.” Daddy Bryan segera mengayunkan langkahnya. Masuk ke kamarnya.“Apa benar daddy selingkuh?” Apa yang dilihatnya tadi membuat pertanyaan itu terucap. Tidak mungkin jika tidak ada hubungan apa-apa, seorang wanita bisa meninggalkan bekas di baju pria.Bayi Flavia dan Bian masih di ruang NICU karena mereka masih perlu perawatan. Mengingat berat badan mereka masih begitu kecil. Flavia sendiri sudah belajar bangun paska operasi. Dia semangat melakukan itu semua karena ingin segera bertemu dengan anak-anaknya. Flavia pergi ke ruang NICU diantar oleh Bian. Dia duduk di kursi roda didorong oleh suaminya. Flavia ingin menyusui anak-anaknya. Tidak hanya sendiri, Flavia bersama dengan papanya, mertuanya, kakak, dan bibi dan paman mertuanya. Mereka semua melihat anak-anak Flavia dan Bian lebih dulu dari balik kaca. Tiga anak sedang pulas tertidur. Hal itu membuat mereka begitu gemas sekali. “Kalian sudah punya nama?” Mommy Shea menatap Flavia dan Bian. “Sudah Ma.” Flavia mengangguk. “Siapa?” Daddy Bryan begitu penasaran sekali dengan nama cucunya.“Si sulung, namanya Nathan Fabio Adion.” Karena anak laki-lakinya lahir pertama, jadi Bian menyebutnya sulung. “Itu yang bibirnya tebal namanya Fiorenza Claire Adion.” Bian menunjuk satu anak
Bian mengajak Flavia keliling komplek. Kebetulan sore hari. Cuaca tidak terlalu panas, jadi enak untuk berkeliling komplek. “Apa kamu suka?” Bian menoleh sejenak pada sang istri. “Tentu saja aku suka. Ternyata seru sekali.” Flavia begitu berbinar menikmati perjalanan. Angin yang bertiup sepoi-sepoi begitu nikmat sekali. “Kapan lagi kita berlima bisa naik motor ini. Nanti jika anak-anak lahir. Aku rasa hanya cukup mereka bertiga.” Bian tertawa. “Iya, satu di sana, dan dua di sini.” Flavia menunjuk tempat duduk di belakang Bian.“Iya, pasti seru membawa mereka bertiga keliling komplek bersama.” Bian sudah membayangkan akan seseru apa nanti kehidupan mereka dengan tiga anak. Bian dan Flavia menikmati perjalanannya keliling komplek. Bian melihat wajah sang istri yang benar-benar berbinar. Tidak sia-sia akhirnya Bian membelikan motor. Walaupun entah kapan akan dipakai lagi. Puas berkeliling-keliling. Akhirnya mereka kembali ke rumah. Bian membantu Flavia untuk turun dari motor. Tanga
Flavia mengukur perutnya yang sudah semakin membesar. Flavia selalu mencatat berapa ukuran perutnya. Tak hanya itu, dia mengambil foto setiap perkembangan besar perutnya. Itu akan dipakainya untuk dokumentasi.Bian yang masuk ke kamar melihat sang istri yang sedang asyik mengukur perutnya. Rasanya gemas sekali melihat istrinya. Bian menghampiri sang istri. Memeluk dari belakang. “Tanganku sepertinya tidak muat untuk memeluk.” Perut Flavia yang besar membuat Bian kesulitan.“Iya, ternyata besar sekali perutku.” Flavia sendiri merasa jika yang dikatakan sang suami benar. “Dengar, nanti kamu harus duduk diam saja. Aku yang akan memilih.” Rencananya hari ini Bian, Flavia, dan keluarga akan memilihkan baju untuk anak mereka. Mengingat usia kandungan cukup besar, sebenarnya Bian tidak tega untuk membiarkan sang istri memilih baju untuk anak mereka. “Baiklah, aku akan diam saja nanti di sana. Duduk manis, dan membiarkan kalian untuk memilih.” Flavia tersenyum. Dia juga tidak yakin jika ak
Kehamilan Flavia sudah mencapai enam bulan. Perut Flavia semakin besar. Ukurannya tidak seperti orang hamil pada umumnya. Itu karena di dalam kandungan Flavia ada tiga janin yang tumbuh. Hari ini Flavia akan mengecek kandungannya. Bulan ini rencananya mereka akan mengecek jenis kelamin, karena dua kali pemeriksaan tidak terlihat. Seperti biasa Bian dan Flavia tidak sendiri. Ada mommy, daddy, dan kakak-kakak mereka. Yang penasaran tidak hanya Flavia dan Bian saja. “Setelah ini kira-kira siapa lagi yang akan kita antar untuk ke rumah sakit memeriksakan kandungan?” Mommy Shea menatap anak-anaknya. Semua kakak Bian langsung menggeleng. Karena tidak ada dari mereka yang berniat memiliki anak lagi. Tentu saja Flavia dan Bian adalah yang terakhir diantar oleh keluarga saat memeriksakan kandungan. Tentu saja itu membuat mereka semua memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Mama Lyra sudah menunggu di ruang pemeriksaan. Segera Flavia melakukan pemeriksaan. Mama Lyra segera mengecek keadaan janin
Tidak ada makanan sama sekali di lemari pendingin. Hal itu membuat Bian bingung apa yang bisa dimakan sang istri malam-malam seperti ini.“Bagaimana jika kita ke restoran cepat saja? Mereka buka dua puluh empat jam. Jadi aku rasa kita bisa beli makanan di sana.” Bian pun memberikan ide.“Aku mau.” Sudah hampir sebulan ini Flavia di rumah. Berkutat di rumah terus. Walaupun ada keponakannya, tetap saja dia bosan. Jadi saat diajak keluar, tentu saja dia merasa senang.“Baiklah, kita ambil baju hangat dulu.” Bian mengajak sang istri untuk segera ke kamarnya.Bian dan Flavia menggunakan mobil untuk ke restoran cepat saja. Jalanan begitu lengang sekali. Mengingat sudah malam. Flavia benar-benar senang sekali. Akhirnya setelah sekian lama dia bisa keluar dari rumah, dan lebih menyenangkan adalah melihat suasana luar.“Kamu senang sekali.” Bian melihat jelas sang istri yang begitu senangnya.“Iya, kamu tahu bukan jika aku sudah sebulan jadi tahanan.” Flavia dengan wajah polosnya menatap Bian.
Mama Lyra segera melakukan tindakan untuk menolong Flavia. Beruntung pendarahan dapat diatasi. Setelah pendarahan dapat diatasi, Mama Lyra meminta perawat untuk membawa ke ruangan USG. Dia ingin memastikan keadaan kandungan Flavia. Bian senantiasa menemani Flavia.Mama Lyra memeriksa kandungan Flavia lewat layar USG. Tubuh Flavia yang lemas hanya pasrah saja ketika Mama Lyra melakukan pemeriksaan.Mama Lyra membulatkan matanya ketika melihat kandungan Flavia. Hal itu membuat Bian begitu panik.“Ma, ada apa?” tanya Bian. “Apa anakku kenapa-kenapa?” Bian benar-benar khawatir sekali.“Ada tiga janin di dalam kandungan Flavia.” Mama Lyra menatap Bian. Kemarin dia tidak melihat. Jadi kali ini dia cukup terkejut.Bian membulatkan matanya. Anaknya tidak lagi kembar dua saja, seperti kakaknya, tetapi tiga. Tentu saja itu membuatnya begitu terkejut.“Sayang, anak kita ada tiga.” Bian meraih tangan Flavia. Memberitahu sang istri. Kebetulan saat dibawa ke ruang USG Flavia tersadar.Flavia tidak