“Jangan menantangku, Alex! Jangan membuatku lepas kendali!” geram Phillipe seraya beranjak dari duduknya. Tanpa mengatakan apa pun lagi, pria itu berlalu meninggalkan Alexandre yang terus melayangkan tatapan tajam.
Sepeninggal Phillipe, Alexandre sempat termenung beberapa saat. Dia begitu terkejut dengan sikap serta tutur kata sang ayah yang teramat menakutkan. “Apakah itu sisi lain dirimu, ayah?” gumam Alexandre seraya menggeleng tak percaya.
Sementara, Phillipe memacu kendaraan menuju kediamannya. Wajah pria paruh baya tersebut merah padam menahan emosi. Phillipe ingin segera tiba di rumah, untuk melampiaskan segala amarah yang tadi sempat tertahan
Sedan hitam milik Phillipe telah memasuki halaman luas kediaman mewahnya. Tanpa berlama-lama, ayah tiga anak tersebut melangka
Langit cerah menaungi Kota Paris, ketika Damien dan Majandra keluar dari bandara. Mereka langsung memasuki mobil jemputan yang sengaja Alexandre siapkan. โSelamat siang, Nyonya,โ sapa sopir yang tak lain adalah Felix. Majandra menanggapi sapaan tadi dengan anggukan pelan. Dia tak mengatakan apa pun, karena dirinya tak lagi mengenali Felix. Namun, Felix sudah mengetahui kondisi Majandra. Dia tetap bersikap ramah seperti biasa. โKita akan langsung ke kantor pengacara. Tuan Alexandre sudah menunggu Anda di sana,โ ucap pria yang sudah mengabdi sekian lama kepada Alexandre. โIya,โ sahut Majandra pelan. Dia menoleh kepada Damien, yang menatapnya penuh arti. Majandra tersenyum, sambil meremas pelan jemari pria yang sengaja menemani dirinya ke Perancis. Majandra mengalihkan pandangan ke luar jendela. Dulu, dia kerap menjelajahi setiap sudut jalanan Kota Paris. Namun, semua itu sudah terhapus dari ingatannya. Majandra juga tak menyangka, bahwa dirinya akan bercerai dari Alexandre, dal
โDamien โฆ,โ desah Majandra pelan, setelah pria tampan bermata abu-abu itu melumat mesra bibirnya. โOh โฆ.โ Desahan manja meluncur begitu saja, ketika Damien menjalarkan ciuman lembut penuh godaan ke leher. Geli dan nikmat bercampur menjadi satu, membuat Majandra memejamkan mata sambil menggigit pelan bibirnya. โBerbaliklah,โ bisik Damien setelah puas mencium mesra Majandra. Majandra tersenyum. Dia membalikkan badan. Wanita itu menebak apa yang akan Damien lakukan. Majandra mengangkat tangan lurus ke atas.Perlahan, Damien menaikkan T-Shirt longgar yang Majandra kenakan. Dia melepas, lalu melempar kaos polos berwarna putih tadi ke lantai. Begitu juga dengan tali bra berwarna hitam yang melintang di sana. Kini, Majandra hanya mengenakan pakaian dalam, masih dalam posisi membelakangi pria tampan tersebut. โAku menyukai warna kulitmu,โ ucap Damien pelan sambil mengecup pundak Majandra. Perlakuan sederhana, yang seketika menimbulkan desiran aneh dalam dada wanita berambut panjang itu. Ma
Majandra sudah bersiap untuk meninggalkan rumah sakit. Penampilannya terlihat jauh lebih rapi dan segar, meski masih ada beberapa sisa luka di wajahnya. Namun, itu tak sedikit pun mengurangi kecantikan wanita asal Meksiko tersebut. Sementara, Alexandre juga sudah melunasi seluruh biaya administrasi. Dia bahkan telah kembali ke kamar rawat Majandra. Alexandre begitu terpesona, melihat kecantikan sang istri yang tak lama lagi akan dirinya ceraikan. Namun, sesaat kemudian pria itu tersadar. Sang pemilik La Bougenville tadi harus membuang jauh segala ketertarikan serta perasaan indah, yang baru dia persembahkan terhadap Majandra. โKita pergi sekarang?โ tanya Damien yang sudah datang menjemput, sambil mendorong kursi roda ke dekat sofa di mana Majandra berada.โUntuk apa kursi roda ini?โ tanya Majandra dengan tatapan heran, kepada Damien yang berdiri di dekatnya. โTentu saja untukmu,โ jawab Damien enteng, diiringi senyuman kalem. Majandra menautkan alisnya. Dia menatap semua yang ada d
Majandra terdiam beberapa saat, setelah mendengar penuturan Alexandre. Dia menatap Miguel sekilas, lalu beralih kepada Amelia. “Tolong tinggalkan kami bertiga,” pinta wanita cantik itu. Meski dalam keadaan hilang ingatan, ternyata tak membuat Majandra kehilangan aura tegasnya.“Sayang ….” Amelia seakan hendak melakukan protes.Namun, Miguel memberi isyarat. Pria itu menggeleng samar. Dia langsung meraih tangan sang istri, lalu mengajaknya keluar kamar.Kini, di dalam sana hanya ada Majandra bersama dua pria tampan yang mencintainya. Wanita berambut cokelat itu awalnya memandang lekat Alexandre, lalu beralih kepada Damien. Lagi-lagi, dia seperti tak kuasa mengalihkan pandangan dari sosok berparas rupawan dengan warna mata sama seperti dirinya.
โYa, Tuhan.โ Amelia langsung menghambur ke dalam pelukan Miguel. Dia tak mampu membayangkan, andai Majandra mengalami amnesia secara permanen. โApa dosaku, Sayang? Kenapa Tuhan menegurku dengan cara seperti ini?โ Amelia tak kuasa menyembunyikan kepedihannya. โTenangkan dirimu, Sayang,โ ucap Miguel seraya menepuk-nepuk punggung sang istri. โApa yang terjadi pada Majandra, bukanlah karena kesalahanmu atau siapa pun. Tak ada hukuman dari dosa seseorang, yang dialihkan pada orang lain,โ ucap pria paruh baya itu lembut. Sementara, Alexandre hanya diam. Terlebih, karena dia tak mengerti apa yang mertuanya itu bicarakan. Alexandre baru bereaksi, saat dirinya menerima satu pesan masuk. Dia langsung membalas pesan tadi.[Kemarilah]Sesaat kemudian, Alexandre berdiri. Dia menyambut kehadiran seseorang yang sedang dirinya tunggu. โKupikir kau tak akan datang,โ ucap pria berambut cokelat tembaga itu, pada seseorang yang tak lain adalah Damien. โItu sudah merupakan satu jawaban bagiku,โ ucapnya
Damien menyambut kedatangan Alexandre. Dia bahkan mengarahkan tangannya ke kursi, agar suami Majandra tersebut duduk. โAku sudah memesankan kopi untukmu. Kuharap, kau menyukainya,โ ucap Damien tenang. โKita satu selera,โ balas Alexandre. Ucapannya menyiratkan banyak makna.โYa. Kau benar.โ Damien tersenyum samar. Pria itu terdiam sejenak, saat seorang pelayan menghampiri mereka. Dua cangkir kopi pesanan Damien tersaji di meja. Tanpa dipersilakan, Alexandre langsung mencicipi kopi yang Damien pesan tadi. Entah karena haus, atau sekadar untuk menanggulangi gugup yang tiba-tiba menyergap. Alexandre bahkan beberapa kali mengembuskan napas pendek, demi menetralkan perasaan.โJadi, untuk apa kau mengajakku bertemu?โ tanya Damien membuka percakapan. โAku ingin membahas sesuatu tentang Majandra,โ jawab Alexandre datar.Raut wajah Damien seketika berubah. Kali ini, gilirannya yang merasa gugup. Damien meraih gagang cangkir, lalu meneguk kopi yang sama. Sesaat kemudian, barulah pria tampan b
“Apa? Aku?” Damien melayangkan tatapan protes.“Ayolah, Kawan. Siapa tahu kau menemukan teman hidup di sana. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi beberapa detik kemudian,” ujar Robert setengah membujuk.“Omong kosong.” Damien beranjak dari sofa. Dia menuju dapur dengan sekat dinding setengah, sehingga Robert masih bisa melihat apa yang pria itu lakukan. “Aku belum terpikir untuk pergi jauh dari Eropa. Kau jangan menjadikan statusku sebagai senjata untuk ….” Pria tampan bermata abu-abu itu menggantungkan kalimatnya. Benak putra bungsu Julien Curtis tersebut, seketika tertuju kepada Majandra.“Boleh kupikir-pikir dulu? Aku ingin meminta pendapat ayahku sebelum mengambil keputusan,” ucap Damien sesaat kemudian. Dia meraih gagang cangk
“Bagaimana mungkin aku tak tahu nama sendiri?” Majandra menatap sayu, pada dokter yang duduk di hadapannya. “Apa yang terjadi padaku, Dokter?” Dia terdengar begitu resah.“Tenangkan diri dulu, Nyonya. Kita masih harus melakukan beberapa tes, untuk memastikan kondisi Anda yang sebenarnya. Kami tidak bisa memberikan diagnosa secara sembarangan,” ujar sang dokter seraya berdiri. Dia menatap satu per satu, semua yang ada di sana.“Kami akan menjadwalkan serangkaian tes. Semua itu harus dilakukan, demi mendapat hasil pemeriksaan yang lebih akurat,” ucap dokter itu lagi. Membuat semua yang ada di sana kembali diliputi rasa khawatir. “Untuk permulaan, kami akan melakukan tes darah serta tes kognitif terhadap Nyonya Majandra LaRue. Setelah itu, barulah dilanjutkan dengan serangkaian tes lainnya."
Refleks, Damien berlari ke dalam kamar rawat. Setelah berada di sana, dia tertegun. Pria itu melangkah perlahan ke dekat ranjang. Dia melihat Majandra sudah membuka mata. Bahagia dan haru bercampur menjadi satu. Damien tak tahu harus berkata apa. Dia hanya berdiri mematung, sampai seorang perawat masuk ke sana. โTolong keluar dulu, Tuan,โ pinta sang perawat sopan. Damien tidak menyahut. Pria itu tampak kebingungan. Dia menanggapi ucapan perawat tadi dengan anggukan samar, lalu melangkah keluar. Sebelum benar-benar berlalu, Damien sempat menoleh pada perawat yang tengah memeriksa kondisi Majandra. Setelah berada di luar kamar, Damien tersadar. Dia tertegun mendapati Miguel, Amelia, dan Alexandre yang serempak menatap ke arahnya. โAh, maaf. Aku tadi hanya refleks.โ Pria tampan bermata abu-abu tadi menjadi salah tingkah. Damien mengacak-acak rambutnya, sebagai penghalau rasa kikuk yang mendera. โKau terlihat sangat bahagia mendengar Majandra telah siuman,โ ucap Miguel dengan sorot pe