Drama kehidupan tak ada habisnya. Seperti bidak batur yang dimainkan oleh pemilik permainan yang sesungguhnya. Lelah dan lebih kerap menjadi bagian dalam perjalanannya. Sesuatu yang tampak sangat merepotkan dan pasti ingin lari dari keadaan itu."Aku merasa tidak enak hati. Apa aku kembali lagi ke ruangan Papa? Tapi .... Aku sangat malu kalau harus kembali, karena tadi tampak marah. Aku juga lupa meninggalkan sesuatu di sana yang bisa aku jadikan alasan tertentu."Zsalsya terus mondar-mandir di ruangannya. Ada rasa aneh dalam hatinya yang tak dapat terhindarkan. "Oh ya, sebaiknya aku telpon saja untuk memastikan keadaan Papa. Lagi pula, aku bisa mengatakan alasan apapun supaya tidak terdengar aneh."Pada saat Firman hendak menelan obatnya dengan mulut yang sudah terbuka lebar, dering telepon membuatnya mengurungkan niat itu."Minum obat saja dulu, Pa, jangan khawatirkan telepon yang berdering. Biar aku yang menjawabnya," desak Mariana.Akan tetapi, Firman memiliki pilihannya sendiri
Hingga pada sore harinya, Zsalsya keluar dari ruangan itu untuk pulang. Ia membawa tas di bahu dan berjalan menuju lift. Ting! Pintu lift terbuka.Zsalsya keluar dari dalam sana dan melanjutkan langkah kakinya untuk keluar dari kantor. Tetapi, ponselnya kembali berdering. Langkah kakinya pun ia hentikan sejenak. Perlahan, tasnya dibuka dan tangan itu meraih ponsel yang terdapat di dalamnya."Endrick?" gumamnya. Tanpa berlama-lama, ia pun menggeser layar pada tombol warna hijau di ponselnya.[Kamu jangan ke mana-mana? Saya ke sana sekarang!]Tidak ada basa-basi apapun, Endrick langsung mengatakan maksudnya. Bahkan, pria itu sama sekali tidak menanyakan keberadaan Zsalsya.[Kenapa tidak bertanya dulu tentang keberadaan saya?][Tidak perlu. Ke manapun kamu pergi, saya pasti akan menemukanmu.]Tutt.Selepas mengatakan hal itu, Endrick pun mematikan teleponnya. Ia bergegas pergi menuju kantor Zsalsya dengan Ibram.Zsalsya pun akhirnya tidak bisa menolak. Ia memilih untuk menunggu Endric
"Malam ini .... Apa kamu sibuk?" tanya Zsalsya. Ia memberanikan diri untuk bertanya, agar dirinya bisa mengajak kerjasama karena pikirnya harus merealisasikan apa yang sudah ia rencanakan sejak tadi."Ti..dak. Kenapa bertanya begitu?" balas Endrick, yang merasa heran dengan pertanyaan Zsalsya. "Apa ada sesuatu? Atau mau mengajak saya kencan?" Dengan percaya dirinya Endrick berpikir demikian. Sebab, menurutnya pada malam minggu ini Zsalsya mungkin butuh teman."Iya, tapi lebih tepatnya bukan kencan. Saya butuh kamu untuk menolong saya malam ini."Ucapan Zsalsya bagi Endrick ini seperti seseorang yang dalam keadaan bahaya. "Tolong apa?" Endrick masih tidak mengerti. Ia bahkan tidak bisa menebak maksud Zsalsya sama sekali."Kalau kita reservasi restoran buat makan sama Papa, bagaimana?" Aneh. Itulah yang langsung muncul dalam benak Endrick. Ia bertanya-tanya mengenai maksud Zsalsya yang tiba-tiba ingin mengadakan makan malam bersama di restoran."Kenapa tidak di rumah saja? Biar saya mi
Namun, kemudian Zsalsya teringat pada janjinya untuk merubah masa depan menjadi lebih baik. Yang datang padanya kali ini adalah kesempatan kedua dan ...."Ah, tidak seharusnya aku mengeluh. Ini 'kan memang keinginanku," batinnya sembari mengunyah makanan dan memasukkan sedikit demi sedikit makanan itu.Endrick yang ada di hadapannya terud memperhatikan gerak-gerik Zsalsya. Ia mengambil tisu dan menyeka tangannya. "Apa yang membuatmu banyak melamun?" tanyanya dengan santai.Zsalsya terhenyak kaget. "Tidak ada.""Habiskan makananmu, setelah ini kita pulang."Zsalsya segera menaruh sendok dan garpunya. Ia mengambil tas kecil yang ada di samping dan langsung beranjak. "Kita pulang sekarang saja!" ajaknya. Mengambil air minum dan meneguknya sedikit sebelum ia meninggalkan tempat itu."Makananmu masih banyak.""Biar saja."Endrick bangkit dari duduknya, ia berjalan mengikuti langkah kaki Zsalsya yang sudah terlebih dahulu keluar. Langkah yang ringkih dan seolah kurang tenaga, Zsalsya be
Bruumm!Zsalsya dan Endrick keluar dari dalam mobil. Mereka berjalan memsuki rumah itu. Zsalsya sedikit malu-malu, ia berjalan di belakang Endrick, tetapi segera pria itu menariknya ke samping. "Kamu itu bukan pembantu, jadi jangan berjalan di belakang saya!" "Tapi saya malu, tidak enak. Kita ini 'kan sebetulnya memang belum menikah," bisik Zsalsya sembari celingak-celinguk ke sana kemari. Memastikan bahwa tidak ada yang mendengar omongannya."Sudah tahu begitu, kenapa terlalu memperlihatkan? Nanti ada orang yang curiga!" balasnya dengan nada pelan pula."Tidak akan. Tidak ada orang di sini."Mereka terus berjalan, hingga semua pelayan wanita berjajar membentuk dua barisan, mereka membungkuk begitu Zsalsya dan Endrick datang."Selamat sore, Tuan muda dan Nona Zsalsya~!" Semuanya serentak menyambut.Zsalsya menggaruk kepalanya, batinnya bertanya-tanya mengenai apa yang dilihatnya saat itu. "Ada apa ini? Memangnya di rumah ini mau adakan acara apa?" batinnya. Pertanyaan itu terus meny
"Pa, Papa mau pergi ke mana?" tanya Mariana kepada Firman yang sudah bersiap-siap. Wanita itu tampak sangat curiga sekaligus penasaran kala melihat penampilan Firman yang rapi di jam yang biasanya digunakan untuk istirahat, karena Firman memang baru saja pulang dari kantor.Matanya terus menelisik penampilan Firman. "Aku curiga kalau dia berselingkuh dengan wanita lain," umpatnya. Tercium aroma parfum yang semerbak di pakaiannya. "Papa ada perlu, jadi harus pergi ke luar dulu!"Nana datang dan menghampiri Firman. Hidungnya mengendus dengan mata yang terus melihat ke sana kemari pada penampilan Ayah tirinya.Saat sebelumnya, ketika berada di kantor, Firman memang tidak memberitahu Mariana mengenai orang yang akan ia temui malam ini.Firman hanya mengatakan bahwa dirinya ada keperluan saja. Ia tidak menjelaskannya secara mendetail karena ia berpikir seharusnya Mariana sudah tahu siapa saja yang akan ia temui."Keperluan yang seperti apa?"Nana melirik ke arah Mariana, begitu pula den
"Pokoknya aku tidak mau tahu, kau harus segera mengawinkan aku dengan anakmu, jika tidak ingin nyawamu kurenggut paksa lewat anak buahku!" desak Kyora, janda yang dijodohkan oleh Rejho.Rejho mendekat, ia mencoba menumbuhkan rasa percaya dalam benar Kyora, agar dirinya suntikan dana yang kian masuk ke kantongnya terus mengalir tanpa henti.Sengaja Rejho menjodohkan anaknya dengan janda itu, agar dirinya mendapat uang yang banyak dan sepuas hati bisa terus memasangkan uangnya untuk berjudi."Tenang saja .... Kamu tidak usah khawatirkan apapun soal itu. Aku akan memastikan kalau dirimu pasti mengawini anakku. Kamu masih mau 'kan sama dia?" tuturnya dengan nada merayu.Kyora memandang wajah Rejho dengan kedua tangan terlipat di bawah dada. Wanita itu seolah tengah membaca pikiran Rejho. "Apa ucapanmu masih bisa dipercaya?" "Tentu saja. Kau bisa membuktikannya sendiri. Tapi sekarang ..."Rejho menggesek-gesekkan kedua telapak tangannya satu sama lain. "Sekarang apa?""Aku sedang butuh
"Jangan sampai kehilangan jejak! Terus ikuti!" ucap salah seorang wanita dari sebuah ponsel yang volume suaranya difullkan itu.Dibalik Arzov yang mengemudi mengikuti Firman, rupanya ada orang yang menyetirnya. Memberikannya arahan agar tidak melakukan kesalahan.Sampai akhirnya Firman tiba di sebuah restoran yang mana alamatnya diam-diam telah Zsalsya kirim melalui sebuah pesan singkat sebelum menghubungi Firman.Firman menepikan mobilnya, begitu juga dengan Arzov yang tak henti-hentinya terus menguntit dari belakang. Namun, posisi mobil mereka saat itu agar berjarak dan terhalang satu mobil lainnya yang entah mobil siapa."Di mana mereka duduk?" Firman berhenti sejenak. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh meja yang ada di ruangan itu. Rosmala mengangkat kepalanya dan secara tak sengaja, bersamaan dengan itu ia memberitahukannya kepada Zsalsya. "Itu Papamu sudah datang!" katanya.Sontak, Zsalsya menoleh dan menghampiri Firman. Ia tidak mau jika Ayahnya sampai salah tempat. Terle