Share

Bab 6 Ada Yang Tersembunyi

Zsalsya berjalan keluar dari kamar. Namun apa yang ada di depan mata membuatnya refleks berhenti melangkah. Kedua mata membelalak kala menyaksikan Rejho dan Endrick nyaris baku hantam.

"Pantas saja aku dilarang keluar dari kamar," gumamnya.

Dag Dig Dug! Detak jantung berdegup hebat dengan tangan gemetar tak karuan. Ia takut jika sampai ada pertumpahan darah di rumah itu, karena tampak dari matanya Rejho yang merah bak dipenuhi amarah.

Namun, Rejho langsung mundur dan menjauh dari Zsalsya ketika melihat permata merah pada kalung yang sinarnya membuat Rejho terganggu.

Sebelumnya Rejho tidak melihat permata merah pada kalung itu, karena memang sengaja Zsalsya menyembunyikan gantungan kalungnya dibalik pakaian. Namun, ketika ia berusaha membuka kunci kamar, tanpa disadari rupanya gantungan kalung itu keluar dan terlihat.

"Benda itu ... bagaimana dia bisa memiliki benda itu?!"

Sampai Rejho kabur dari hadapan mereka semua karena rasa takutnya. Walau ini bukan akhir dari semuanya.

Setelah keadaan seperti semula dan tak ada lagi yang menganggu, sontak saja Endrick pun berjalan cepat ke arah Zsalsya untuk menghampirinya.

"Bukannya saya sudah bilang agar jangan keluar sebelum saya pinta!"

Endrick tampak geram dengan Zsalsya yang tidak mau menurut dengan keinginannya. Ia memasang wajah lebih datar dan dingin, menampakkan jelas kekesalannya.

Setelah mendiamkannya selama beberapa saat, Endrick kembali menoleh ke arah Zsalsya. "Tadi siapa yang membuka kuncinya?" Ada rasa heran yang terselip dalam benaknya.

Zsalsya yang mendapati pernyataan itu hanya terdiam, menyembunyikan yang diketahuinya. "Aku harap dia tidak curiga," batinnya dengan sorot mata melihat ke arah Endrick.

Lantas, Endrick yang melihat Zsalsya hanya terdiam pun membuatnya melihat ke sekeliling rumah itu. Ia memutar tubuhnya melihat para pelayan dan bodyguard yang ada di sana.

"KATAKAN SIAPA YANG MEMBUKANYA?!" teriaknya geram.

Akan tetapi, semuanya hanya menunduk takut sembari menggelengkan kepala samar. Mereka tampak sangat ketakutan dengan amukan Endrick yang berteriak kencang di ruangan itu.

Bahkan, sejujurnya Zsalsya pun ketakutan, tetapi ia pandai-pandai menyembunyikan hal itu.

Sebelumnya Endrick sudah memperingatkan hal itu, tetapi Zsalsya tidak mau mendengarkan. Ia hanya mengikuti keinginan dan rasa penasarannya yang tak kunjung habis dalam benaknya saja.

Rosmala yang melihat Endrick tampak sangat marah pun membuatnya bergegas menenangkan. "Sabar, Nak, jangan terlalu emosional begini," bisiknya.

Tadi, Endrick merasa marah karena tidak ada yang mendengarkan perintahnya. Padahal, hal itu ia perintahkan demi kebaikan Zsalsya, pendatang baru di rumah ini yang belum tahu betul mengenai ambisi Ayahnya.

Walaupun di sisi lain Zsalsya ....

"Apa ini? Kenapa aku harus terjebak dalam keadaan begini?" gumamnya. Ia masih heran dengan apa yang dialaminya. Dirinya khawatir bukan kembali ke masa lalu untuk memperbaiki hidup, melainkan terjebak dalam masalah baru.

Kejadian itu membuat banyak pertanyaan terus berputar di dalam kepala tanpa ada jawabnya. Sungguh membingungkan karena sebelumnya tidak pernah mengalami hal semacam ini. Ia bahkan tidak pernah melihat sosok pria asing berkulit hitam pekat begitu.

Kini Rosmala mendekati Zsalsya untuk mengalihkan pikiran wanita muda itu yang tampak sangat kebingungan.

"Nak, daripada kamu bingung, sekarang ikut Mama, yuk!" ajaknya.

Zsalsya mengikuti Rosmala. Ia terus berjalan hingga sampai di sebuah ruang makan.

"Sepertinya kamu belum makan malam, sekarang mending kita makan dulu!"

Zsalsya memandangi tempat itu. Meja makan yang dipenuhi berbagai macam makanan enak yang tidak pernah ia nikmati sebelumnya.

Kruuukk!

Pada saat yang sama, cacing dalam perutnya berbunyi. Ia memegang perut itu lalu menelan ludah pelan kala aroma makanan membangunkan rasa laparnya.

Rosmala tersenyum. "Mama juga mau makan, kita makan sama-sama saja!" Ia membalikkan piring di meja makan dan mengambilkan makanan yang ada.

"Mau makan sama apa lagi, Nak?" tanyanya setelah mengambilkannya nasi dan rendang.

Jujur. Zsalsya sangat tergoda dengan semacam makanan berlemak itu. Kini, ia pun tidak bisa menolaknya lagi. "Aku lapar ...!" Air liur itu bahkan nyaris menetes ke meja.

"Tidak apa-apa, biar saya yang mengambilnya sendiri," ungkap Zsalsya merasa tidak enak hati ketika Rosmala justru yang melayani dirinya.

Keramahan dan kebaikan Rosmala membuat Zsalsya merasa bersalah saat sebelumnya sempat berpikir yang tidak-tidak mengenai wanita di sampingnya itu.

"Jangan sungkan begitu .... Anggap saja aku ini sebagai Mama kamu sendiri. Jangan merasa tidak enak, malah kalau ada apa-apa dan mau sesuatu, tinggal bilang saja sama Mama, kalau bisa Mama beri pasti akan Mama berikan~!" tuturnya sambil tersenyum.

Senyuman yang terlontar dari bibirnya tampak tulus. Zsalsya yang mendengarnya menjadi tersentuh. Terlebih sebelumnya ia tidak pernah merasakan perhatian dari wanita lain sebaik ini.

Air mata membendung, tetapi dengan cepat ia menenangkan dirinya, memandangkan matanya ke langit-langit sampai air mata itu tidak jadi turun.

"Ini, kamu makan yang banyak supaya tidurnya nyenyak~!" ujar Rosmala menyodorkan piring seraya tersenyum ramah kepadanya.

Merasakan kebaikan Rosmala yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Ia pun mengambil piring dan membantu mengambilkan makanan yang tersedia di sana untuk membalasnya.

"Tidak usah, Nak, biar Mama yang mengambilnya sendiri!" ungkap Rosmala.

Tetapi Zsalsya tidak mendengarkan.

"Lauknya mau apa saja, Ma?" tanya Zsalsya.

Pada saat ia tengah mengambilkan makanan untuk Rosmala, dirinya langsung terdiam kala sebuah ingatan kecil terbesit dalam kepala.

Zsalsya teringat pada kelembutan sang Ibu ketika masih hidup. Hanya saja, ia malah hidup di zaman ketika dirinya belum menikah, karena keinginan pertama dalam hatinya sebelum meninggal adalah ingin mengubah kehidupan pernikahannya menjadi lebih baik.

"Nak, kamu kenapa?" tanya Rosmala. Zsalsya masih hanyut dalam lamunan.

Sampai tangan mendarat di bahu Zsalsya, memegangnya. Barulah ia terbangun dari lamunan itu dan dengan cepat menyodorkan piring itu kepada Rosmala.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?"

Zsalsya menggelengkan kepala. Kalaupun bercerita, ia merasa hal itu malah akan membuatnya semakin sedih karena tidak bisa merasakan sesuatu yang serupa lagi.

Kalaupun bisa, jika dengan orang yang berbeda, maka rasanya akan berbeda pula.

"Ceritakan saja sama Mama apa yang membuat kamu sedih. Jangan kamu pendam sendirian tanpa bercerita~!"

Namun, Zsalsya masih belum bisa terbuka dengan Rosmala. Ia merasa belum saatnya ia menceritakan hal itu kepada orang lain, terutama orang yang baru dikenalnya dalam beberapa jam.

"Ya sudah, sekarang makanannya dihabiskan~!"

Pada saat yang bersamaan, Endrick datang ke ruang makan. Ia duduk tepat berhadapan langsung dengan Zsalsya.

Zsalsya yang melihat Endrick tiba-tiba datang dan langsung menatap matanya, membuatnya tergugup. Ia mencoba menghindari kontak mata, ketika Endrick dengan berani terus menatapnya.

"Apa yang terjadi pada orang ini? Kenapa dia terus menatap serius begitu?"

Zsalsya pura-pura fokus makan, tetapi gerak geriknya tidak dapat membohongi Endrick.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status