Share

Part 8

“A-Asisten pribadi?” beo Nana.

Marvel mengangguk. “Iya.”

“A-Apa Nana harus ikut ke mana pun Tuan pergi?” tanya Nana lirih. 

“Tentu saja. Ke mana pun aku pergi dan melakukan perjalanan bisnis, kamu harus mendampingiku,” jelas Marvel.

“Kenapa terdengar seperti seorang istri?” celetuk Nana tanpa sadar.

Marvel tertegun mendengar ucapan Nana barusan. Ada desiran aneh dalam hatinya diiringi detakan jantung yang semakin menggila.

‘Istri? Pikir Marvel.’

Selama ini Marvel hanya jatuh cinta sekali pada gadis saat dirinya masih sekolah SMA. Gadis yang diagung-agungkan akan menjadi pendamping hidup malah mencampakkan Marvel saat mereka baru masuk ke Universitas.

Suasana kembali hening karena Nana dan Marvel berkelana dengan pikiran masing-masing, hingga Nana yang lebih dulu menyadari ucapannya barusan tak seharusnya diucapkan.

“M-Maaf Tuan, maksud Nana bukan seperti itu,” Nana menyatukan kedua tangannya di depan wajah sambil menunduk.

Marvel terkekeh. “Nggak masalah. Aku pikir ... kamu itu lucu dan menggemaskan. Aku jadi suka.”

Nana terkesiap. “S-Suka?”

“Hm, mungkin akan menyenangkan bila kamu selalu di sampingku. Aku mempunyai pekerjaan yang membosankan dan melelahkan. Aku pikir kamu bisa menemaniku melewatinya,” ucap Marvel ambigu.

Nana tertegun dan membeku. Arti suka dalam otaknya menjurus ke hal-hal yang melibatkan perasaan. Dan permintaan Marvel seolah ingin mengikat dirinya untuk selalu berada di dekatnya.

“Bagaimana? Kamu setuju?”

“Tentu Tuan. Nana setuju,” jawab Nana antusias.

Marvel melebarkan senyuman yang membuat kadar ketampanannya semakin merajalela. Dua lesung pipinya terlihat begitu manis dan membuat Nana salah tingkah.

“Baiklah. Aku akan ke kantor dulu. Nanti siang aku balik ke sini bawa kamu keluar untuk membeli beberapa pakaian dan ponsel,” janji Marvel.

Marvel beranjak menuju pintu diikuti oleh Nana di belakangnya. Tangan Marvel terulur untuk menyentil dahi Nana.

“Aduh! Kok Tuan KDRT sih!” Nana membungkam mulutnya yang tiba-tiba keceplosan.

‘Ya ampun Nana! Bagaimana kalau laki-laki di depan kamu ini marah?’

“M-Maksud saya, Tuan kok main kekerasan,” ucap Nana tanpa menatap ke arah Marvel sambil mengusap dahinya. 

Marvel menarik sudut bibirnya tipis. “Banyak bicara.”

Setelah mengucapkannya, Marvel berbalik dan segera masuk ke dalam lift yang kebetulan membuka. Senyum di bibir Marvel kembali muncul ketika membayangkan tingkah polos Nana yang menggemaskan baginya. 

Nana menepuk kedua pipinya yang merona. Ia pun beranjak menutup pintu dan masuk dengan senyum yang tak luntur dari bibirnya.

Di kantor Marvel Dirgantara  ....

Tok ... tok ... tok

“Permisi Pak, ada Tuan Ferdi Adinata ingin bertemu,” ucap Reni.

Marvel mendongak. “Suruh dia masuk.”

Marvel kembali membaca dokumen di tangannya sembari menunggu tamunya masuk.

“Silah kan, Tuan,” 

“Terima kasih,”

Ferdi berjalan masuk dengan langkah ragu. Berurusan dengan Dirgantara hanya akan menambah masalah baru di kehidupannya. 

“Selamat pagi, Tuan Dirgantara,” sapa Ferdi dengan kegugupan yang kentara.

Marvel menutup dokumen di tangannya. Meletakkan asal di meja, lalu beranjak.

“Silah kan duduk.” Marvel menunjuk sofa yang berada di ruangannya.

Ferdi mengikuti arahan Marvel duduk di salah satu sofa yang berada di sana.

“Uang pengganti sudah saya siapkan,” ucap Marvel dengan nada dingin yang menusuk. Membuat Ferdi terkesiap. “Silah kan Anda memilih ... cash atau cek.”

Ferdi menahan nafasnya. Tidak. Keinginannya kemari bukan untuk meminta uang itu.

“B-Begini T-Tuan Dirgantara, kedatangan saya kemari bukan untuk menanyakan soal uang itu,” ucap Ferdi susah payah. 

“Lalu?” Marvel melipat tangannya di dada dan menaikkan satu alisnya.

“S-saya mau memohon agar kerja sama kita tetap berjalan. Urusan kemarin adalah urusan di luar kantor. Saya harap Tuan Dirgantara tidak mencampur adukkan dengan kontrak kerja sama yang baru kita sepakati.”

Marvel menarik sudut bibirnya. “Jadi kau mau mengaturku, begitu?”

“Bukan Tuan. Maksud saya tolong masalah kemarin jangan sampai mempengaruhi kerja sama kita. Itu saja. Soal uang saya tidak meminta ganti rugi asal Tuan bersikap profesional,” jelas Ferdi. 

“Aku bukan kau yang bertindak seenaknya, Tuan Adinata,” sindir Marvel.

Ferdi tersentak mendengar ucapan Marvel yang menyindirnya. Membuat pria paruh baya itu kelabakan. Bingung harus menanggapi seperti apa.

“Bukan begitu maksud saya, Tuan. Saya ha-”

Marvel mengangkat tangannya di udara sebagai isyarat agar Ferdi berhenti bicara.

“Terserah apa maksudmu. Aku tidak peduli. Hanya saja ... jika kau masih mengganggu MILIKKU, aku tidak akan segan-segan menghancurkan bisnis yang selama ini kamu pegang.”

Marvel menekankan kata MILIKKU sebagai tanda kepemilikan dirinya pada Nana. Gadis yang kini sedang bersantai di unit apartemen miliknya.

“S-saya tidak akan mengganggu gadis itu lagi, Tuan. Benar. Saya berjanji,” ucap Ferdi menggebu-gebu. 

“Aku pegang ucapanmu,” ucap Marvel kemudian. “Jika tidak ada urusan lain, silah kan Anda keluar karena aku masih punya banyak pekerjaan.”

“Baiklah, Tuan. Saya permisi.”

Ferdi segera keluar dari ruangan Marvel setelah berbasa-basi sejenak.

Marvel pun segera meraih jas yang berada di lemari dan memakainya. Siang ini ia sudah berjanji akan membawa Nana keluar untuk mencari beberapa pakaian dan ponsel. Marvel ingin mulai besok, gadis itu harus selalu berada di dekatnya.

“Bapak mau keluar makan siang?” tanya Reni yang sejak tadi sibuk mencari perhatian Marvel.

“Hm, aku tidak akan kembali lagi ke kantor,” ucap Marvel tanpa menoleh.

Marvel mengemudikan mobilnya dengan kecepatan teratur menuju unitnya. Alunan musik dari penyanyi barat menemaninya menyusuri jalanan kota Jakarta yang sedang macet di siang hari.

Tiga puluh delapan menit kemudian Marvel memarkirkan mobilnya di basemen gedung apartemen miliknya. Benar, apartemen yang Marvel tinggali adalah properti dari Dirgantara Group.

Apartemen yang memiliki tiga puluh dua unit itu merupakan properti pertama kali yang dikerjakan oleh Dirgantara Group bersama perusahaan properti baru Wijaya Properti, sejak tujuh belas tahun yang lalu.

Apartemen yang memiliki nama “Dirgan Jaya Residen ” hanya tersedia satu unit per lantai. Nama apartemen itu sendiri adalah gabungan dari kedua perusahaan Dirgantara dan Wijaya.

Marvel melangkahkan kaki keluar dari lift dengan raut muka yang tampak cerah seperti habis mendapat undian berhadiah. Lihat saja senyum tampan yang hadir sejak kehadiran Nana selalu tampak ketika mereka bertemu.

Klik ...

Marvel melangkah masuk ke unit disambut Nana yang baru keluar dari kamar. 

“Selamat siang, Tuan,” sapa Nana yang sudah berganti dress pemberian Marvel.

“Sudah siap?”

Nana mengangguk dengan kedua tangan yang bertaut.

“Ayo kita berangkat sekarang!” Marvel mengulurkan tangan kepada Nana.

Nana menatap tangan Marvel bingung.

“T-Tuan?”

Marvel menyadari kebodohannya. Dengan cepat ia menarik tangannya kembali. “Ayo!”

Nana berjalan di belakang Marvel dengan kedua pipi merona.

Marvel membelokkan mobilnya ke salah satu restoran ternama tak jauh dari pusat perbelanjaan. Ia berniat membawa Nana makan siang sebelum pergi belanja.

“Tuan?”

“Kita makan dulu sebelum belanja,” ucap Marvel setelah memarkirkan mobilnya. “Ayo turun,”

Nana dengan patuh turun dan mengikuti Marvel di belakangnya. Setiap pasang mata menatap aneh pada Nana yang berjalan sambil menunduk.

Marvel yang menyadari, segera menarik tangan kiri Nana dengan cepat dan menggenggamnya.  Nana tersentak dan menatap tangannya yang berada dalam genggaman Marvel. Kedua pipinya merona.

“Selamat siang, Tuan Marvel, silah kan,”

Marvel mengabaikan sapaan seorang pelayan yang selalu mencari perhatiannya. Ia berjalan menuju salah satu ruang VVIP yang biasa dia pakai saat berkumpul dengan teman-temannya. Diikuti pelayan yang kini menggerutu dalam hati.

“Duduklah dan pesan menu makanan yang kamu sukai!” perintah Marvel. Meskipun ucapan Marvel bernada perintah, tapi terasa manis di telinga Nana.

Nama mengangguk dan mengambil buku menu yang ada di meja.

“Tuan?”

“Ada apa?”

“Kenapa makanan di sini mahal sekali?” bisik Nana lirih.

Marvel mengulum senyum. “Pilih yang kamu suka. Jangan melihat harganya!” Marvel mendekatkan bibirnya di telinga Nana.

Bulu kuduk Nana meremang tatkala hembusan nafas Marvel beraroma mint masuk ke hidungnya. 

“Bagaimana? Sudah tahu mau makan apa?”

“Nana bingung, Tuan.” Kedua mata Nana mengerjap polos menatap Marvel. Membuat Marvel tertawa.

“Steak di sini enak loh, mau coba?” tawar Marvel.

Pelayan yang sedari tadi berdiri tak jauh dari Marvel dan Nana menahan nafas berkali-kali dan mengernyit heran. Pasalnya Marvel yang sering datang ke sini tidak pernah membawa wanita. Apalagi Marvel tampak perhatian pada gadis yang masih terbilang muda. 

“Boleh. Nana ikut aja, Tuan,” jawab Nana malu.

Jelas saja Mana bingung harus memilih apa. Seumur hidupnya Nana tak pernah pergi ke tempat seperti ini. Paling juga beli mie ayam sama bakso keliling yang sering lewat di depan rumah.

Marvel kembali menunjukkan senyum tampannya dan membuat kedua pipi Nana merona. Hal itu tak lepas dari pengamatan sang pelayan.

“Aku mau steak dua porsi dan berikan wine alkohol rendah,”

“Baik, Tuan. Silah kan ditunggu.”

Kedua mata Nana menyusuri setiap sudut ruangan di mana ia berada. Berkali-kali ia menunjukkan ketakjuban saat melihat hal-hal baru yang belum pernah dilihatnya.

“Kamu belum pernah ke restoran?” tanya Marvel heran.

Nana menggeleng.

“Tenang saja. Mulai hari ini kamu akan bisa melihat dunia luar bersamaku,” ucap Marvel saat melihat kemurungan di wajah Nana.

“Terima kasih, Tuan.” Nana tersenyum. Senyum yang mampu membuat Marvel kembali berdebar. 

Marvel buru-buru memalingkan wajahnya. Dadanya kembali berulah. Detakannya makin kencang tatkala Nana tersenyum padanya. 

Tak lama kemudian sang pelayan kembali masuk membawa pesanan Marvel. Dengan telaten Marvel memotong steak menjadi potongan kecil-kecil dan memberikan pada Nana.

Nana makan dalam diam. Sesekali matanya melirik pada Marvel yang menikmati makanannya. 

Marvel berjalan dengan langkah lebar keluar dari dalam restoran seraya menggandeng Nana. Nana hanya menunduk demi menghindari tatapan meremehkan dari pelayan di restoran itu.

“Wah, tempat ini indah sekali , Tuan,” 

Marvel menarik kedua sudut bibirnya. Tangannya menarik jemari Nana masuk ke salah satu butik langganan adik perempuannya.

“Selamat datang Tuan dan Nona Dirgantara,” ucap salah satu pelayan.

“Pilihkan beberapa kemeja, celana dan rok yang paling bagus untuknya,” Marvel menunjuk Nana dengan dagu.

“Baik, Tuan,” ucap pelayan. “Mari Nona semua koleksi terbaik kami ada di sebelah sini,”

Nana hanya menurut saat pelayan membawanya ke ruangan yang tergantung banyak koleksi pakaian wanita. Di sana Nana diperlakukan layaknya seorang putri. Nana yang tidak pemilih, hanya mengambil beberapa kemeja dan celana yang menarik perhatiannya.

“Mari Nona, bajunya biar saya yang bawa,”

Nana tersenyum dan mengangguk. Selanjutnya ia keluar untuk mencari keberadaan Marvel yang menunggunya. Namun langkah kaki Nana berhenti kaku tatkala ada seorang gadis yang sangat cantik bergelayut manja di lengan Marvel.

‘Siapa dia?’

Bersambung ...

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Nor
memang habis sini thor?
goodnovel comment avatar
laut
kak kenapa ga dilanjutkan, ada apa......
goodnovel comment avatar
Drika Nade
Lanjut Thoorr
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status