Share

Part 6

Nana merasakan gugup luar biasa ketika wanita paruh baya yang tak lain adalah Rima Dirgantara, Mama dari Marvel, menatap menyelidik ke arahnya.

“Mau cari siapa, Tante?”

Rima mengerutkan dahinya. “Marvel ada?” celetuknya kemudian.

“T- Tuan Marvel sudah berangkat ke kantor,” jawab Nana terbata.

“Kamu siapanya Marvel?” tanya Rima penasaran.

“S-saya ... s- saya ...”

“Mama?”

Rima menoleh ke arah sumber suara diikuti Nana, di mana Marvel kembali ke unitnya.

“Mama ngapain ke sini?”

“Jelasin semuanya sama Mama, Marvel!” ucap Rima tegas.

Nana membulatkan matanya saat mengetahui siapa wanita yang ada di hadapannya. Kedua kakinya gemetar dan melemas. Tapi sekuat tenaga ia bertahan agar tak jatuh ke lantai dalam waktu dekat.

“Nanti Marvel jelasin ke Mama. Pagi ini Marvel ada meeting penting. Lebih baik Mama pulang dulu, ya?” bujuk Marvel.

Rima ragu untuk mengiyakan bujukan Marvel, karena sejak semalam ia merasakan ada hal aneh dengan putranya. Rima tahu betul bagaimana kebiasaan Marvel dan waktu kerja atau pun sekedar keluar dengan teman-temannya. Hingga pagi ini, wanita paruh baya yang curiga dengan gerak-gerik Sang putra memilih  mengikuti Marvel yang terkesan terburu-buru ke kantor.

“Baiklah. Tapi kamu janji akan jelasin semuanya ke Mama,”

“Tentu, Ma. Marvel janji,” ucap Marvel bersungguh-sungguh.

Dengan isyarat mata, Marvel meminta Nana masuk dan menutup pintu yang langsung dipatuhi oleh Nana.

“Ayo Marvel anter ke mobil Mama,”

“Tapi Vel?”

“Tunggu Marvel pulang dari kantor ya?”

Rima mengangguk dan mengikuti tarikan lembut Sang putra yang membawanya kembali ke mobilnya. Rima pun segera mengemudikan mobilnya untuk pulang ke rumah.

Marvel menghela nafas dalam-dalam setelah berhasil membujuk Sang Mama.

‘Untung saja Mama mau menunggu sampai nanti sore,’

Sesampai di kantor, Marvel langsung menuju ke ruang meeting di lantai 5 tanpa ke ruangannya terlebih dahulu. Saat Marvel di jalan, laki-laki itu sudah berpesan pada Reni untuk membawa berkasnya turun ke tempat meeting.

“Selamat pagi Pak Marvel,” sapa Reni dengan senyum termanisnya yang selalu diabaikan oleh Marvel.

“Hm,”

Marvel memilih duduk di kursi sambil mengecek berkas meeting pagi ini sambil menunggu CEO dari Pratama Corporation.

Tak lama kemudian seorang laki-laki berpakaian formal dengan jas hitam, diikuti oleh seorang pria sebagai sekretaris masuk ke dalam setelah disambut oleh Reni di depan pintu.

“Selamat pagi Tuan Marvel,” sapa Rendy, CEO Pratama Corporation.

“Selamat pagi Tuan Rendy, silah kan duduk,”

Rendy mengambil tempat duduk yang telah disediakan begitu juga dengan Marvel. Kedua CEO tampan dan berkhidmat itu mulai membahas tentang kerja sama yang akan melibatkan dua perusahaan terbesar di Jakarta. Sedangkan Reni dan sekretaris Rendy yang bernama Didi, fokus dengan catatannya, menulis poin-poin penting yang mereka bicarakan.

Dua jam lamanya meeting berjalan lancar. Kedua CEO tampan itu saling berjabat tangan dan tertawa bersama.

“Bagaimana kalau lusa Tuan Marvel ke rumah saya untuk makan malam?” tawar Rendy kepada Marvel.

“Saya belum bisa berjanji Tuan Rendy, karena akhir-akhir ini banyak proyek yang harus dikerjakan.

“Ha ha ha ... jangan terlalu fokus dengan pekerjaan, Tuan Marvel. Kerjaan itu nggak akan ada habisnya. Mendingan sekalian cari pendamping, biar ada yang di kangenin di rumah,” goda Rendy.

“Ah, Tuan Rendy bisa saja,”

Selalu seperti ini jika Marvel disinggung dengan pasangan. Laki-laki 28 tahun ini masih trauma dengan wanita, hingga memilih melajang sampai saat ini.

Sedangkan Rendy Arya Pratama sudah mempunyai 2 anak laki-laki dan satu bayi perempuan yang masih berusia 3 bulan. Itu karena Rendy bucin sekali dengan sang istri. (Baca novel My Destiny)

“Kalau begitu saya pamit, Tuan Marvel. Kalau Tuan ada waktu dan bisa mampir ke rumah, segera hubungi saya, ya?” Rendy masih belum menyerah dengan tawarannya.

“Tentu Tuan Rendy. Nanti saya hubungi, terima kasih undangannya.”

Setelah saling berjabat tangan, Rendy bersama Didi keluar dari ruang meeting yang di antar Reni, meninggalkan Marvel seorang diri di sana.

Ngomong-ngomong soal pasangan, entah mengapa Marvel teringat dengan Nana. Ingatan sarapan bersama Nana tadi pagi membuat Marvel menarik kedua sudut bibirnya, membentuk satu senyum yang memikat.

Reni yang masuk setelah mengantarkan CEO Pratama Corporation keluar, tertegun melihat senyum bos idamannya. Pasalnya selama setahun bekerja di sini, Reni belum pernah melihat Marvel tersenyum.

“Pak,” sapa  Reni setelah mendekat di sebelah Marvel.

“Ya?” jawab Marvel tanpa menoleh. Laki-laki itu sedang asyik dengan khayalannya.

“Bapak mau kembali ke ruangan sekarang atau nanti?”

“Kembalilah dulu. Aku nanti menyusul,” jawab Marvel masih mempertahankan khayalan konyolnya.

“Baik, Pak. Saya permisi,” Reni membungkukkan badan dan beranjak membawa beberapa dokumen dan I- pad miliknya.

Sebelum benar-benar keluar, Reni menoleh ke arah Marvel yang masih asyik duduk sambil tersenyum berkali-kali.

‘Kenapa Pak Marvel aneh banget ya? Batin Reni’

Sebenarnya Reni gatal untuk bertanya, tapi ia juga tak mau mendapat surat peringatan seperti beberapa hari yang lalu.

*

Hari ini Marvel memilih pulang lebih awal karena sudah berjanji kepada Sang Mama untuk menjelaskan peristiwa tadi pagi di unit apartemennya. Secepatnya Marvel akan bercerita sekaligus meminta pertimbangan Sang Mama untuk menindaklanjuti Nana yang kini bersembunyi di unitnya.

Mobil yang dikendarai Marvel masuk ke halaman rumah bertingkat, yang menjadi saksi tumbuh besar dirinya dan adik perempuannya, Rara Ayu Dirgantara.

Kedatangan Marvel sudah ditunggu oleh Rima Dirgantara. Terbukti wanita paruh baya itu duduk di teras depan. Tak seperti biasanya.

“Mama,” panggil Marvel yang menghampiri Sang Mama dengan seulas senyumnya.

“Ayo masuk. Mumpung Papa kamu belum pulang,” ajak Rima yang kini menarik lengan Marvel dengan semangat.

“Hati-hati, Ma,” peringat Marvel melihat Rima berjalan tergesa-gesa.

Marvel tahu kalau Sang Mama sudah tak sabar ingin mendengarkan penjelasannya.

Setelah mendengar seluruh cerita Marvel, Rima terlihat berpikir sejenak. Memikirkan gagasan Marvel yang akan memberikan pekerjaan kepada Nana.

“Jadi asisten pribadi kamu aja, Vel,” celetuk Rima setelah beberapa menit lamanya berpikir keras.

“Asisten pribadi?” beo Marvel.

“Iya. Itu lebih aman buat dia. Kan nanti dia bakalan di samping kamu setiap saat. Bener nggak?”

“Tapi kalau Marvel ke luar kota gimana?”

“Ish, kamu memang perlu belajar sama Papa,” jawab Rima gemas. “Ya diajak dong, Vel,” tambahnya.

Marvel berpikir sejenak. Memang benar yang dikatakan Sang Mama. Jika menjadi asisten pribadi, otomatis Nana akan berada di sekitar Marvel. Setidaknya di unit apartemennya juga menjadi tempat teraman saat mereka tak bersama.

“Kayaknya ide Mama lumayan juga deh. Besok aku coba bicara sama Nana,”

“Namanya Nana?” tanya Rima meyakinkan.

“Iya Ma,”

“Lalu, si tua bangka itu udah nemuin kamu di kantor?”

Marvel sontak tertawa mendengar pertanyaan Sang Mama yang menyebut Ferdi Adinata sebagai tua bangka.

“Belum, Ma. Tadi Reni bilang sekretarisnya telepon kalau besok pagi datengnya.”

“Kamu harus hati-hati, Vel. Kalau dia ngelunjak laporin saja ke polisi,” ucap Rima menggebu-gebu.

Wanita paruh baya itu geram setelah mendengar cerita Marvel dari awal hingga akhir. Rima tak menyangka bahwa orang terkenal seperti itu mau memperkosa gadis yang masih belia. Walaupun awalnya dia membeli itu sama saja dengan memperdaya.

Marvel mulai membayangkan jika gadis asing yang polos itu berada di sekitarnya setiap saat.

Deg

Deg

Deg

Dada Marvel tiba-tiba berdetak kencang mengingat Nana. Mulai dari wajahnya, bibirnya dan postur tubuh mungilnya yang semalam terlihat dekat karena Marvel sempat menggendongnya.

‘Kenapa jantungku berdetak kencang gini? Ini nggak mungkin perasaan itu kan?’

Marvel mencoba mengusir kemungkinan-kemungkinan konyol yang terlintas di otaknya. Tanpa sadar kepala Marvel pun menggeleng ke kanan kiri dan membuat Rima mengerutkan dahi.

“Kamu kenapa, Vel?” Rima semakin heran karena Marvel tak menjawab pertanyaannya. “Marvel,” seru Rima lebih kencang.

“Ya. Kenapa Ma?” jawab Marvel bingung.

“Kamu melamun?”

“Aku?” Marvel menunjuk dirinya sendiri sambil mengerut bingung.

“Ish, kamu kebanyakan kerjaan, Vel. Kamu harusnya cepetan cari istri. Bukan ngurusin kerjaan melulu,” Rima geleng-geleng melihat tingkah absurd Sang putra.

“Mama ini, pasti selalu ngomongin istri,” gerutu Marvel.

Rima terkikik geli, “Kamu itu udah siap berumah tangga. Papa kamu aja di usia 23 tahun sudah menjadi seorang Ayah,” tambah Rima memanas-manasi keadaan.

Marvel memutar bola mata malas. Pembahasan pernikahan dan anak akan menjadi hal membosankan baginya. Apalagi nanti Sang Mama pasti akan menceritakan masa muda dengan Aryo Dirgantara yang menikah di usia muda.

“Marvel masih ingin menikmati masa muda, Ma. Nanti kalau udah ketemu jodohnya, pasti Mama adalah orang pertama yang Marvel beritahu,” ucap Marvel lelah.

Marvel harus mengakhiri pembicaraan ini atau nanti ia sendiri yang akan susah. Rima tidak akan melepaskan dirinya begitu saja.

“Kamu ini, selalu saja menghindar,”

Marvel tersenyum dan memeluk Rima. Meskipun Rima selalu menuntutnya untuk menikah, tapi wanita itu tetap menghormati pembelaan Marvel. Tidak seperti Aryo Dirgantara yang sudah berkali-kali menjodohkan Marvel dengan anak dari relasi bisnisnya, yang ditolak semua oleh Marvel sendiri.

“Mama tenang saja, suatu saat Marvel akan membawanya pulang,”

Bersambung ....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
hernipurwanti044
Rendy udh 3 anaknya thor di EP nya baru lahir anak yg ke 2
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status