Home / Pendekar / Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api / Chapter 5: MENGANGKAT PEDANG API

Share

Chapter 5: MENGANGKAT PEDANG API

Author: Embunayu
last update Huling Na-update: 2024-11-15 19:28:29

Waktu dimulainya sayembara pengangkatan pedang api telah tiba.

Sambil bersembunyi dari para prajurit yang mengejarnya, Karna berdiri di balik patung yang berada tepat di atas balkon stadium. 

Masih dengan jubah yang menutupi kepalanya, Karna mengamati sayembara dengan tatapannya yang mengobservasi.

Suara dari pukulan gong dan sorak-sorai semua orang memenuhi sebuah stadium yang megah—sengaja dibuat untuk acara sayembara Pedang Agni Narakastra hari ini. 

Sang Raja menganggukkan kepala, seketika sorak itu berhenti.

“Diberkatilah semua! Aku menyambut para pangeran dan pendekar sekalian yang telah menghadiri sebuah kompetisi didalam sayembara ini. Apabila kalian merasa mampu silahkan tunjukkan kemampuan kalian!!” Raja Durwasa berkata dengan penuh wibawa.

“Namun, jangan berpikir untuk melakukan kecurangan, karena Pedang Api sama sekali tak mentolerir kelemahan dalam segi apa pun. Apabila kalian tidak layak, maka bersiaplah untuk mendapatkan siksaan yang menyakitkan sebagai efek samping memegang pedang. Ksatria Panji akan memimpin jalannya kompetisi ini!” sambung Raja lagi.

Sambutan dari Raja Durwasa itu lalu diikuti dengan tepuk tangan.

Ksatria Panji yang disebut-sebut lalu membawa pedangnya mulai memasuki tengah arena.

Sesampainya di tengah, dengan lantang dia berkata, “Kekuatan, kemampuan kalian akan diuji disini. Pedang Agni Narakastra ini hanya bisa ditaklukan oleh satu orang yang akan mewarisinya nanti. Siapa pun yang bisa mengangkatnya akan dinobatkan sebagai pendekar api.”

Ksatria Panji lantas membuka penutup yang diselimuti kain putih. 

Saat penutup itu diangkat, sebuah pedang Pusaka — Pedang Agni Narakastra, terlihat tertancap dengan api abadi yang mengelilinginya.

“Hanya orang yang memiliki kemampuan dan kepercayaan diri yang mampu menggunakannya. Apabila ada keraguan yang menyelimuti diri, maka baginya berat pedang ini akan berlipat melebihi dua gunung dan panasnya melebihi kawah gunung merapi!!” ucap Ksatria Panji.

“Para Pangeran dan pendekar, sayembara hari ini akan segera dimulai,” ucap Ksatria Panji yang terlihat mengucapkan mantra sambil memegang pedangnya, kemudian menancapkannya pada tanah. 

Dari bekas pedang itu, tumbuh keluar pohon beringin yang tinggi, besar dan berdaun rimbun. Semua orang tertegun dengan yang mereka lihat.

“Ini adalah sasaran kalian, ketika pedang mampu diangkat oleh ksatria hebat itu, maka selanjutnya dia harus mampu menumbangkan pohon besar ini dalam sekali tebas saja.” jelas Ksatria Panji lagi.

Beberapa peserta berbisik kepada yang lain, setelah mendengarkan penjelasan Ksatria Panji mengenai kompetisi itu. 

Pangeran Karna menyimak pembukaan sayembara itu dengan tenang. Dirinya hanya akan muncul bila waktunya sudah tepat.

Peserta yang sudah dipanggil, semuanya langsung gagal mengangkat pedang itu. Kurang lebih ada seratus lima puluh orang yang gugur dari seleksi, dan setidaknya ada lima puluh di antara mereka yang mesti terbakar api abadi karena keragu-raguan yang dimiliki.

“Berikutnya, Pangeran Sisupala. Ksatria dari Kerajaan Karmapura Radya silahkan memasuki arena” teriak Ksatria Panji memberi arahan selanjutnya.

Saat Pangeran Sisupala maju, arena langsung dipenuhi oleh sorak-sorai. 

Mereka yakin Pangeran Sisupala akan mampu mengendalikan pedang itu, karena bakat alami yang sudah terkenal hingga ke seantero negeri. 

Dengan penuh percaya diri dan aungan sorak sorai itu, Pangeran Sisupala berjalan menuju pedang dan langsung mencoba mengangkatnya. 

Diam-diam, Raja Durwasa sangat mengharapkan Pangeran Sisupala mampu menaklukan kompetisi ini.

Dari kejauhan, Karna melihat Sisupala yang maju dan mulai memasuki arena. Dalam hatinya tersisa sedikit rasa kecewa, karena mengingat perlakuan Sisupala di masa lalu dan aksinya yang bisa mengangkat pedang itu.

Namun, perkataan Ki Pawitra membuatnya berusaha menenangkan diri. 

“Lihatlah aku mampu mengangkatnya!!” teriak Pangeran Sisupala sambil mengangkat pedang itu.

Namun, dalam hitungan detik pedang itu menjadi semakin berat, sehingga Pangeran Sisupala menjadi kewalahan dengan beban pedang itu. 

Tak lama kemudian, api dari pedang itu berubah menjadi hitam dan mengeluarkan asap. 

Tak kuat, menahan panasnya, Pangeran Sisupala langsung melepas pedang itu dari genggamannya dengan melemparnya ke tanah. 

“AAARRGH!!!” 

Sisupala mengerang kesakitan dan berlari meninggalkan arena untuk mencari air.

“Pangeran Sisupala gagal! Meski bisa diangkat, tampaknya pedang itu menolaknya dengan mengubah diri menjadi lebih panas!!” ucap seseorang di bangku penonton.

“Iya, dia gagal! Kalau seperti ini, itu berarti.. tantangan ini tidak ada yang bisa menyelesaikannya?!” balas seorang yang lain. 

Orang-orang yang mengira bahwa tantangan itu sangat mudah kini bungkam melihat kegagalan kesatria seperti Pangeran Sisupala.

Melihat kegagalan semua ksatria dan pangeran yang dianggap mampu, Sang Raja berputus asa.

Saat melihat ekspresi ayahnya terlihat gusar, Karna berteriak kencang dari tempat ia berdiri, “Biarkan aku yang melakukannya!”

Semua orang terkejut dengan suara orang yang berada di atas. Apalagi saat tiba-tiba orang itu terbang turun dan berada di dalam arena. 

Terlihat menakjubkan dan sangat perkasa. 

Perawakan Karna yang berbeda dari lima tahun yang lalu, membuat orang tidak mengenalinya.

Semua orang bertanya-tanya, “Siapa pria berjubah itu, dia terbang seperti elang!!”

Setelah Karna membuka jubahnya, semua orang terkejut dan mulai menghina dia. “Bukannya dia itu pangeran pertama kita, Karna?! Untuk apa dia di sana?”

“Apa dia ingin mempermalukan diri sendiri?”

Hiruk pikuk orang dan peserta menyadari keberadaan Pangeran Karna yang kembali. Melihat anaknya kembali, Sang Raja tersulut emosi dan ingin mengusirnya lagi.

“Beraninya kau datang kesini! Jangan permalukan keluarga lagi, Karna!! Ingat, kamu sudah aku usir keluar!” Raja Durwasa geram akan kelancangan Karna.

“Bukankah semua ksatria hebat yang telah gagal juga menanggung malu Ayahanda! Siapa lagi yang bisa kau andalkan?”

Pengawal yang mendapat kode dari Sang Raja akhirnya mengepung Karna dan hendak menangkapnya.

Namun Sisupala mencegah rencana penangkapan itu dengan memohon kepada sang Raja,” Ayahanda, biarkan Pangeran Karna mencoba.”

Akhirnya Sang Raja menuruti permainan anak kesayangannya itu. Sandiwara yang seolah-olah dia pahlawan yang memberikan saingannya kesempatan.

“Yasudah, coba saja!!!” ucapan Sang Raja membuat para pengawal mundur secara otomatis 

“Karna! Mustahil kau akan menaklukan pedang itu! Kau akan menjadi abu!” ucap Adipati Situmba dari samping tahta.

Tanpa berkata apa-apa, Karna berjalan dan mendekati pedang pusaka yang tergeletak. Kemudian, dia menyatukan telapak tangannya dan memberi hormat kepada Pedang Pusaka itu.

“Aku Karna memberikan salam kepadamu.”

Orang-orang mulai menertawakan dirinya yang memberi hormat kepada pedang itu, sedangkan pedang Agni masih berkobar dengan api yang menjilat-jilat.

Ketika dirinya mulai memegang pedang itu. Pedang itu bergerak sedikit dan kobaran api itu padam. Hal itu membuat semua orang tercengang.

“Bagaimana bisa??”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 62 : BAYI YANG LAHIR DARI KETAKUTAN

    Karna terdorong mundur. Nafasnya berat. Tubuhnya seolah membeku saat serangan Sindu menghantam tepat di atas dadanya.Tapi luka itu bukan sekadar fisik. Ada sesuatu yang terbangun—sebuah rasa yang selama ini ia pendam tanpa nama.Dunia di sekitarnya memudar. Suara gemuruh pertarungan menghilang.Lalu... muncullah sekelebat cahaya. Hangat, tapi juga menyakitkan. Karna mencoba menahan pelipisnya, kini sebuah ingatan yang bukan miliknya,perlahan terbuka.---Dua puluh tahun lalu.Langit pagi yang menyala redup.Di dalam kamar kerajaan yang luas tapi sepi,Ratu Maharani duduk sendirian di tepi ranjang.Tangannya menyentuh perutnya yang baru mulai membesar.Ia seharusnya bahagia.Ia mengandung anak pertamanya. Anak dari seorang raja.Tapi entah mengapa, sejak hari itu… hatinya gelisah.Sudah tiga malam ia bermimpi.Mimpi yang terasa begitu nyata, sampai ia tak bisa membedakannya dari kenyataan.Dalam mimpi itu, ada seorang lelaki—tinggi, tak bisa dilihat wajahnya dengan jelas. Tapi tatapa

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    CHAPTER 61 : SEGEL TERAKHIR

    Sindu—pria bertopeng yang menyimpan dendam membara terhadap garis keturunan Karmapura—mengangkat satu tangannya, dan seketika para anggota Bayang Niraka mengepung dari segala arah. Matanya yang tersembunyi di balik topeng memantulkan hawa haus kekuasaan. Ia bukan hanya dalang dari kehancuran masa lalu, tapi juga pengatur napas kekacauan saat ini.Tanpa aba-aba, serangan pertama datang dari arah kiri. Karna menebas cepat dengan pedang apinya, membelah serangan sembari bergerak memutar, melindungi Rushali di belakangnya. Kilatan cahaya dari senjatanya menyapu udara, menciptakan percikan api yang menyilaukan. Nafasnya berat, tapi fokusnya tak tergoyahkan.“Beraninya kau memaksakan pilihan padaku!” bentak Karna sambil menangkis serangan berikutnya. Trang !Trang !“Rushali bukan pusat dari semua ini! Langkahi aku dulu, kalau kau berani!” Tangan Karna mengepal begitu kuat hingga buku-bukunya memutih, dan satu sabetan telak menghempas musuh ke tanah.Sindu melangkah pelan, tenang namun men

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    BAB 60 : PANGGILAN DARAH

    Dua tahun berlalu dalam bayang-bayang penyamaran, Karna akhirnya berhadapan langsung dengan sosok yang menjadi kunci utama dalam pencarian artefak-artefak itu.Dari balik topengnya, sang pemimpin sekte mencium keberadaan Karna dan Rushali.“Haha... haha…!” Tawanya menggema, mencoba menebar ketakutan.“Bodoh! Kalian pikir hanya karena kalian bersembunyi aku tak bisa merasakannya?”Rushali menahan napas, jantungnya berdegup kencang. Namun ia sedikit lega.“Dia belum benar-benar melihat kita… syukurlah…” bisiknya nyaris tak terdengar.Pedang Karna bergetar, genggamannya semakin erat.“Arahkan aku pada bola itu, biar aku membantumu mengambilnya,” bisik suara dari senjata itu, menggema dalam benaknya.Seketika, Karna membeku. Ia memusatkan fokus, mengumpulkan energi di tengah gelapnya goa yang berbau belerang, dipenuhi stalaktit yang menggantung tajam di langit-langit.Perlahan, ia mengangkat pedangnya. Energi biru, samar seperti asap, mengalir dari bilah pedang, menyusup di antara udara

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    BAB 59 : ILMU SUKMAVIBHAGA

    Gertakan kasar menggema dari mulut goa.“Serahkan diri kalian sekarang, atau kalian mau mati!”Karna tidak langsung bergerak, dibalik wajahnya yang tegang, Karna menarik nafas—mencoba tenang. Di balik ancaman itu, ia mendengar sesuatu yang lain—suara yang datang bukan dari lawan, sepertinya hanya dirinya yang bisa mendengarkan itu."Pastikan rencana berhasil. Nyawa Karna harus melayang!” bisik suara itu.Suara itu dingin, nyaris seperti bisikan dari tulang belulang. Tapi jelas… itu bukan halusinasi. Tak lama kemudian pedang agungnya berpendar, berbisik kepadanya.“Pangeran, inilah saatnya menggunakan Ilmu Sukmavibhaga!Karna mengerjap. Sebenarnya dirinya masih ragu, ilmu yang belum ada sehari dia kuasai bersama Rushali. “Haruskah sekarang?” tanya Karna didalam benaknya.“Ini bukan saatnya untuk ragu Pangeran! Percayalah bahwa ini saatnya menguji ilmu yang kau pelajari semalaman!”Pandangannya menembus keluar goa, Karna memejamkan mata, tak terasa tangannya pun mengepal. Bagaikan kek

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 58 : PENYATUAN JIWA : KEKUATAN BARU

    Saat energi mereka mulai menyatu, Karna merasakan sesuatu yang belum pernah ia kenal sebelumnya mengalir dalam dirinya. Pandangannya tak lagi sekadar melihat; ia menangkap getaran, niat tersembunyi, bahkan suara hati seseorang yang biasanya terbungkus rapat dalam diam. Ketika menatap Rushali, dunia di sekitarnya seolah berpendar—dan sebelum bibir gadis itu bergerak, ia telah mendengar bisikannya. "Kau bisa mendengar ku?" tanyanya pelan. Karna mengangguk. "Bukan hanya suaramu… tapi hatimu juga." Rushali terkejut, tetapi tubuhnya sendiri kini terasa berbeda. Ia mengangkat tangannya dan melihat bayangan yang seharusnya ada di tanah, seketika lenyap dalam kehendaknya. Seberkas cahaya yang merembes masuk ke dalam gua pun berpendar di telapak tangannya, seolah tunduk padanya. "Aku… bisa mengendalikan ini?" bisiknya tak percaya. Ia melangkah maju dan seketika tubuhnya seakan melebur dalam kegelapan, menghilang dari pandangan Karna. Sekejap kemudian, ia muncul kembali di sisi lain, s

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 57 : PELARIAN SEMENTARA

    Sebelum Karna bisa menyelesaikan kalimatnya, sebuah cahaya biru samar mulai muncul di sekitar tubuh Rushali. Tangannya memancarkan aura hangat yang membuat udara di sekitarnya bergetar hebat. Batu-batu yang sebelumnya menghalangi jalan keluar tiba-tiba melayang perlahan, seolah-olah gravitasi kehilangan kuasanya. Serpihan-serpihan kecil berputar lembut di udara, mengelilingi Rushali seperti tarian cahaya. “Apa... ini?” bisik Rushali, suaranya bergetar. Mata Karna membelalak. “Kau... kau membangkitkan kekuatanmu?” Namun, Rushali tidak menjawab. Pikirannya terasa kosong, hanya dipenuhi oleh hasrat melindungi Karna. Dengan gerakan refleks, dirinya mengangkat tangan. Saat itu juga, batu-batu besar terangkat tinggi dan menghantam dinding dengan keras, membuka jalur keluar yang sebelumnya tertutup. Rushali terengah-engah. Tubuhnya terasa ringan, seakan kekuatan itu mengalir bebas dalam dirinya. Tapi, bersamaan dengan itu, rasa takut perlahan menyusup. “Aku... Aku tidak tahu apa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status