Share

Arden Tall

"Hidupmu adalah keputusanmu, aku tidak berhak mencampurinya," ucap Lucy dengan suara lembut, tetapi penuh dengan kebijaksanaan yang dalam.

Aldar mengangguk perlahan, ekspresinya mencerminkan keraguan dan kegelisahan. "Aku mengerti, hanya saja..."

"Kamu tenang saja, kamu akan tetap menjadi muridku, Aldar," tambah Lucy, tangannya menepuk lembut bahu Aldar, memberikan dukungan yang tulus.

"Terima kasih untuk segalanya, Lucy. Tapi aku masih butuh bantuanmu, aku tidak tahu guild mana yang harus ku masuki," Aldar berkata dengan suara terbata-bata. 

“Darian Swift adalah teman lamaku, dia master di guild Arden Tall. Aku rasa kamu akan nyaman disana," ujar Lucy, matanya bersinar dengan keyakinan yang mendalam.

“Arden Tall...," gumam Aldar, merenung sejenak, ekspresinya berubah menjadi lebih terbuka dan optimis. "Terdengar bersahabat. Aku mengikuti saranmu, Lucy."

"Baiklah, besok kita akan kesana," kata Lucy, senyumnya hangat, membawa kedamaian pada Aldar yang gelisah.

***

Mereka tiba di Arden Tall, Aldar terpana melihat kastil guild yang megah, dengan jendela-jendela besar yang memancarkan cahaya keemasan matahari terbenam. Udara hangat dan ramah menyambut kedatangan mereka.

Aldar merasa gugup namun juga penuh semangat saat mereka memasuki kastil, hatinya berdebar-debar dengan campuran antara kegembiraan dan ketidakpastian.

“Aku yakin kamu akan menemukan tempatmu di sini, Aldar," kata Lucy sambil menguatkan Aldar, ekspresinya penuh dengan kehangatan dan dukungan.

Langkah mereka beratap di atas lantai marmer yang dingin, sementara Aldar dengan cermat memperhatikan setiap lukisan dinding yang menghiasi koridor menuju pintu utama kastil guild.

Suasana ruangan yang ramai dengan para penyihir yang sedang berlatih dan berdiskusi, serta nuansa kehangatan dan persahabatan yang terasa di udara, semuanya menciptakan atmosfir yang memperkuat emosi yang terlibat dalam perjalanan Aldar.

Aldar merasakan suasana ruangan yang semula riuh menjadi hening saat pintu kastil terbuka, seolah-olah kehadiran Lucy membawa ketenangan yang begitu dinanti-nantikan oleh semua orang.

Suara-suara keheranan dan penasaran memenuhi udara, menciptakan ketegangan yang hampir terasa fisik.

“Bukankah itu Lucy?” suara terdengar menyebut namanya.

“Lucy, benarkah itu Lucy?” suara yang lain terdengar seakan memperkuat pertanyaan.

“Apakah dia Lucy yang terkenal?”

Ruangan dipenuhi dengan tanya-tanya, menyelimuti suasana yang sudah tegang. Tiba-tiba, suara tegas seorang laki-laki dari lantai dua menyambut kedatangan Lucy dengan penuh penghormatan, "Rambut merah muda yang panjang dan berkilau. Sorot mata yang penuh dengan keberanian dan ketegasan. Sang pengembara, Lucy Scarlate," ucapnya dengan penuh kagum. Sontak, semua pandangan tertuju pada Morin yang berada di lantai dua.

Lucy mendongak, tba-tiba, Morin melompat dan menyerang Lucy dengan ekspresi penuh kegembiraan. 

Namun, Lucy merespons dengan kecepatan dan keanggunan yang luar biasa. Dengan gerakan yang hampir tidak terlihat, dia menghajar Morin dengan telak, menjatuhkannya ke belakang.

“Sepertinya kekuatan fisikmu cukup meningkat, Morin,” ujarnya dengan tenang, namun suaranya penuh dengan keyakinan yang meyakinkan.

Tentu, berikut versi yang lebih netral tanpa ekspresi khawatir:

“Kamu salah, Lucy Scarlate lah yang semakin melemah," jawab Morin sambil berusaha bangkit dari lantai. 

“Morin.”

“Lucy.”

“Teman-teman, Lucy sudah kembali!” sorak semua orang menyambut kedatangan Lucy dengan antusias.

“Tapi siapa yang ada di belakangmu, Lucy?” Morin mencoba memperhatikan. “Tunggu, bukankah kamu orang aneh yang pernah kujumpai?”

“Apakah kamu pernah bertemu muridku sebelumnya?” tanya Lucy dengan keheranan yang mendalam.

Aldar menunjukkan ekspresi lega saat menyampaikan pengalaman pertemuan sebelumnya, menunjukkan keraguan dan keinginannya untuk menjelaskan situasi dengan baik.

“Baiklah, bagus kalau kalian sudah pernah bertemu.” Lucy merasa sedikit lega mengetahui Morin pernah bertemu dengan Aldar.

“Dimana Darian?” tanyanya, mencoba menahan kekhawatirannya dengan suara yang berusaha tetap tenang.

“Master Darian ada di ruangannya. Ayo, aku antarkan kamu ke sana, Lucy,” kata Morin dengan nada yang menunjukkan rasa hormat dan tanggung jawabnya yang merupakan salah satu murid dari Lucy.

Sementara Aldar mengikuti dari belakang, “Jadi, Lucy, Morin juga adalah muridmu,” tanya Aldar dalam perjalanan menuju ruangan Master Darian.

“Benar, Aldar. Morin adalah orang yang bersemangat. Aku rasa kalian berdua cocok.”

“Apa maksudmu, Lucy?” tanya Morin dengan kaget.

Aldar tersenyum melihat reaksi kaget Morin. Sepertinya dia senang untuk berkenalan dengan Morin.

“Lebih baik kita mempercepat langkah kita, Morin.”

“Baiklah, kita sudah sampai di ruangan Master Darian.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status