Beranda / Romansa / Perjanjian Cinta Sang Pewaris / Malam Gala, Tatap Pertama

Share

Malam Gala, Tatap Pertama

Penulis: Selly Aurelline
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-20 15:36:04

Cahaya matahari pagi menyusup lembut melalui celah tirai apartemen mewah itu, membelai pelan wajah Lyanna yang tampak lelah. Ia sudah bangun lebih awal, mungkin karena canggung tidur di tempat asing atau karena pikirannya terlalu penuh untuk bisa beristirahat dengan tenang. Tapi ia mencoba bersikap biasa saja. Rambutnya dikuncir rendah, wajahnya tanpa riasan, dan apron lucu tergantung di pinggangnya saat ia menyiapkan sarapan sederhana di dapur terbuka.

Lucian muncul dari koridor dengan kemeja santai abu-abu dan celana panjang gelap. Raut wajahnya datar, tapi matanya sempat melirik Lyanna yang sedang membalik telur dadar di atas pan.

"Aku tak tahu kau bisa masak," gumamnya sambil duduk di kursi tinggi bar dapur.

Lyanna berusaha tersenyum, meskipun jelas matanya masih sembab.

"Aku tidak jago. Tapi ini sarapan biasa, bukan sesuatu yang sulit."

Lucian tidak membalas. Ia hanya mengamati Lyanna, cukup lama hingga membuat gadis itu gugup dan hampir menjatuhkan sendok kayunya.

"Maaf soal semalam," katanya pelan, mengejutkan Lyanna yang nyaris mengira dia tidak akan mengungkit apa-apa.

Lyanna menoleh dengan cepat. "Maaf?"

"Aku melihatmu menangis."

Ia menggigit bibir bawahnya, canggung. "Tidak apa-apa. Aku hanya... lelah."

Lucian mencondongkan tubuh, menatapnya tajam. "Kalau kau keberatan menjalani ini, kau bisa pergi. Kontrak belum benar-benar aktif."

"Aku tidak keberatan," jawab Lyanna cepat. "Aku hanya belum terbiasa."

Ia menyajikan sarapan: telur dadar, roti panggang, dan kopi hitam. Mereka duduk berseberangan, dan suasana terasa seperti adegan aneh dari film yang tidak masuk akal seorang gadis biasa sarapan dengan tuan muda terkenal dari keluarga Raveheart.

"Aku tidak akan mengulang pertanyaan yang sama dua kali, Lyanna," ucap Lucian setelah menyesap kopi. "Kalau kau memilih untuk tetap tinggal, bersiaplah. Dunia kita... berbeda."

Lyanna menatapnya. Lelah, tapi tetap teguh. "Aku tahu. Tapi aku akan belajar. Dan aku tidak akan lari."

Untuk sesaat, Lucian tidak menjawab. Namun bibirnya sedikit menegang—mungkin hampir menyerupai senyum kecil.

"Bagus," katanya akhirnya. "Karena nanti malam, kita akan hadiri gala amal sebagai suami-istri kontrak."

..............................................

Ruangan terang dengan dinding kaca dan lemari penuh kain mewah. Seorang fashion stylist membawakan sederet gaun elegan untuk Lyanna coba. Lucian duduk di sofa kulit, menatap layar ponsel, tapi sesekali melirik ke arah tirai saat Lyanna mencoba gaun satu per satu.

“Gaun yang ini terlalu… berani,” gumam Lyanna pelan saat melirik dirinya di cermin mengenakan dress merah menyala dengan belahan tinggi.

“Apa kau tidak nyaman?” tanya Lucian, suaranya dalam namun tenang. Ia bangkit dari sofa, menghampiri dengan langkah santai.

Lyanna buru-buru menarik syal penutup bahu, menahan gugup. “Aku hanya… belum terbiasa tampil seperti ini.”

Lucian menatap pantulan mereka berdua di cermin. “Kau tak perlu berubah jadi seseorang yang bukan dirimu. Tapi malam gala nanti malam akan jadi pusat sorotan. Mereka ingin melihat sosok istri seorang pewaris.”

Lyanna mengangguk, masih ragu. Namun di matanya, terlihat kilasan tekad.

Stylist menyerahkan satu gaun terakhir, gaun warna emerald, potongan elegan tanpa terlalu banyak ornamen. Saat Lyanna keluar dari balik tirai mengenakannya, ruangan mendadak hening.

Lucian mendongak, dan untuk pertama kalinya, ia benar-benar kehilangan kata.

Gaun itu jatuh pas di tubuh Lyanna, menonjolkan sisi anggun dan sederhana dirinya. Rambutnya disanggul ringan, dan tatapannya tampak bersih namun dalam.

“Bagaimana?” tanyanya pelan, gugup.

Lucian menatapnya lama. “Itu… sempurna.”

Ada keheningan. Pandangan mereka bertemu, sesaat terlalu lama untuk hubungan yang katanya hanya kontrak.

Stylist tersenyum puas. “Kita temukan yang tepat.”

Lucian memalingkan wajah, menyembunyikan senyuman kecil yang terbit di ujung bibirnya. Tapi dalam hatinya, muncul pertanyaan baru yang mulai mengusik logika: "Kenapa jantungku berdetak seperti ini?"

...................................

Ballroom Raveheart – Malam Hari

Langit-langit kristal berpendar lembut. Dentingan gelas dan musik orkestra klasik mengisi ruangan. Para tamu berdandan mewah, saling berbaur di bawah kemewahan istana modern yang dibangun oleh generasi Raveheart terdahulu.

Lucian berdiri di dekat balkon, mengenakan setelan hitam klasik. Tegas. Berkelas. Tatapannya kosong, namun sorot matanya mencari… seseorang.

Lalu, suara pelan dari pembawa acara terdengar:

"Malam ini kita kedatangan tamu istimewa. Mohon sambut putra tunggal Raveheart Group, Tuan Lucian Raveheart… dan istrinya, Ny. Lyanna Raveheart."

Lampu meredup. Semua kepala menoleh ke arah tangga utama.

Dan di sanalah dia.

Lyanna berdiri di puncak tangga, mengenakan gaun emerald itu. Gaun yang tadi pagi hanya tampak elegan, kini terlihat hidup di tubuhnya. Rambutnya disanggul rapi dengan helaian lembut di sisi wajah, dan senyum tipis yang justru menambah kesan misterius.

Semua mata memandang tak berkedip. Beberapa wanita saling berbisik iri, sementara pria-pria sukses di ruangan itu menghentikan percakapan mereka hanya untuk menyaksikan bagaimana Lyanna menuruni tangga.

Langkahnya mantap. Leher jenjangnya tegak. Ia membawa dirinya bukan sebagai wanita asing yang masuk keluarga elit, tapi seolah ia memang dilahirkan untuk berada di sana.

Lucian terpaku.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasakan detak jantung yang tidak datang dari ambisi atau kesombongan, melainkan kekaguman. Ketertarikan. Dan ketakutan bahwa ia bisa kehilangan sesuatu… yang selama ini bahkan belum ia miliki sepenuhnya.

Lyanna berhenti tepat di depannya. “Apakah aku… terlalu mencolok?” bisiknya, cemas.

Lucian menatapnya lekat-lekat. “Kau membuat semua wanita di ruangan ini tak terlihat,” jawabnya jujur.

Lyanna tersenyum malu, lalu menyandarkan tangannya di lengan Lucian.

“Lihat ke sekeliling,” ujar Lucian pelan, saat mereka berjalan menuju tengah ballroom. “Malam ini, mereka tak membicarakan Raveheart. Mereka membicarakanmu.”

Dan Lyanna, yang selama ini selalu merasa hanya bayangan dari kekuasaan sang suami, kini mulai merasakan sesuatu yang lain dihormati, dan dipandang. Bukan karena nama belakangnya, tapi karena dirinya sendiri.

Lucian menatapnya dari sisi. Gadis yang dulu hanya ia anggap bagian dari kontrak bisnis… kini menjadi pusat dunianya, perlahan-lahan.

...............................

Suasana ballroom begitu megah malam itu. Kristal gantung di langit-langit memantulkan cahaya hangat yang menari di atas kepala para tamu undangan yang berdandan glamor. Para elite kota Los Angeles berkumpul malam itu, namun perhatian mereka tak lepas dari satu sosok perempuan yang baru pertama kali terlihat di kalangan sosialita: Lyanna Raveheart.

Lyanna berjalan mendampingi Lucian dengan anggun. Gaun malamnya berwarna navy gelap dengan potongan punggung rendah dan detail payet halus yang memantulkan kilau cahaya, membingkai tubuh rampingnya dengan sempurna. Rambutnya disanggul elegan dengan beberapa helaian yang dibiarkan jatuh lembut di sisi wajah. Tatapan-tatapan penuh kekaguman pun menghujani langkah mereka.

Lucian, seperti biasa, mengenakan setelan jas hitam rancangan desainer ternama. Wajahnya tegas dan dingin, namun sorot matanya beberapa kali mencuri pandang ke arah Lyanna.

Saat alunan musik ballroom perlahan terdengar, Lucian menoleh padanya. “Kau bisa berdansa?”

Lyanna sempat tertegun. “Aku... belum pernah berdansa di tempat seperti ini.”

Lucian mengangkat sebelah alis, sedikit senyum tersungging di bibir tipisnya. “Tak ada tempat lebih baik untuk belajar selain bersamaku.”

Tangannya yang besar dan hangat meraih tangan Lyanna, menariknya dengan lembut ke lantai dansa. Musik mulai mengalun pelan. Langkah mereka masih canggung di awal, tapi kemudian, saat Lyanna mulai mengikuti irama, tubuh mereka seolah menyatu.

Jarak mereka begitu dekat. Lyanna bisa mencium aroma parfum Lucian yang mewah, samar aroma musk dan sandalwood. Ia menatap wajah pria itu dari jarak tak lebih dari beberapa sentimeter, hidungnya yang mancung, mata tajam berwarna hazel, dan dagu tegas yang ditumbuhi bulu halus yang membuat pria itu tampak lebih maskulin.

Lucian tiba-tiba berbisik, suaranya rendah dan menghanyutkan. “Tak kusangka, kau bisa secantik ini malam ini.”

Pipi Lyanna memanas, namun ia tetap menatap pria itu. Untuk pertama kalinya, hatinya berdetak sedikit lebih cepat bukan karena gugup… tapi karena kagum.

Lucian tersenyum kecil melihat rona di pipi Lyanna. “Hati-hati, Nona Raveheart. Kalau terus seperti ini, aku bisa jatuh cinta beneran padamu.”

_"Bersambung"_

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perjanjian Cinta Sang Pewaris   Lucian Tak Pernah Kalah

    Pagi itu, sinar matahari menembus tirai tipis kamar apartemen mereka, jatuh tepat di wajah Lyanna yang baru saja terbangun. Pandangannya sempat kabur, tapi begitu melihat sosok Lucian berdiri di depan cermin dengan setelan formalnya, ia langsung terduduk di ranjang. Ada rasa bersalah yang menusuk dadanya. Lucian tampak begitu berwibawa, kemeja putihnya terpasang rapi, dan kini jemarinya sibuk mengikat simpul dasi berwarna gelap. Tatapannya singkat terpantul di cermin, menangkap wajah Lyanna yang masih terlihat letih. "Ada apa, Lyanna? Kenapa kau seperti gelisah?" suara Lucian terdengar tenang, namun tetap mengandung ketegasan khas dirinya. Lyanna menggenggam erat selimut, suaranya lirih. "Maafkan aku, Lucian… aku terlambat bangun. Harusnya aku bisa membantumu bersiap." Lucian menoleh sebentar, menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, antara dingin dan hangat. "Tak apa, Lyanna. Aku tahu kau lelah, itu sebabnya aku tak membangunkanmu." Lyanna terdiam, dadanya berdeg

  • Perjanjian Cinta Sang Pewaris   Berubah Dingin

    Lyanna duduk di kamar apartemen nya, menatap layar televisi yang sebenarnya tak ia tonton. Pikirannya tak kunjung fokus. Sejak pesta semalam, sikap Lucian terasa berbeda, lebih dingin, lebih penuh amarah. “Kenapa dia berubah begitu cepat…?” gumamnya lirih. Tangannya meremas ujung gaun rumah yang ia kenakan. Evelyn datang sambil membawa secangkir teh hangat. “Nyonya muda, sebaiknya Anda beristirahat dulu. Wajah Anda terlihat lelah.” Lyanna tersenyum samar. “Terima kasih, Evelyn. Aku hanya… menunggu kabar dari Lucian. Dia bilang rapatnya bersama Orion Group akan selesai sore ini. Tapi…” Lyanna menunduk, menahan resah. Evelyn menatap tuannya dengan iba. “Tuan muda memang selalu sibuk. Tapi saya yakin, ia memikirkan Anda.” Lyanna menghela napas panjang, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. “Aku harap begitu…” Namun jauh di sana, tanpa ia ketahui, Lucian justru tengah berhadapan dengan sosok dari masa lalu yang bisa mengguncang seluruh kehidupannya. Di dalam lift, suasana tera

  • Perjanjian Cinta Sang Pewaris   Getaran Hati

    Musik lembut dari orkestra mulai mengalun, memenuhi ballroom yang dipenuhi cahaya lampu kristal. Para tamu undangan mulai menuju lantai dansa dengan pasangan mereka masing-masing. “Sekarang adalah saatnya untuk berdansa,” ucap pembawa acara dengan suara lantang namun elegan. Lucian otomatis mengulurkan tangannya pada Lyanna. Senyumnya dingin, namun tetap terjaga karena banyak mata yang memperhatikan. Dengan ragu, Lyanna menerima uluran tangan itu. Jemari mereka bertaut, dan tubuh Lyanna perlahan ditarik ke tengah lantai dansa. Semua pasang mata mengikuti setiap gerakan pewaris keluarga Raveheart dengan istrinya yang baru. Beberapa wanita bahkan berbisik iri, menatap Lyanna yang tampak anggun dalam balutan gaun putih gading yang membalut tubuh mungilnya. Lucian menundukkan sedikit wajahnya. “Ikuti langkahku,” bisiknya, nada suaranya kaku, seakan berdansa hanyalah kewajiban. Lyanna menahan napas, mencoba menyesuaikan diri. Awalnya canggung, namun perlahan tubuhnya mulai mengik

  • Perjanjian Cinta Sang Pewaris   Pertemuan di Pesta

    Malam ini adalah malam pesta anniversarry Alaric dan Marie Raveheart. Lampu kristal bergemerlap indah, musik lembut mengisi udara, dan para tamu undangan dari kalangan bangsawan serta pengusaha papan atas berdatangan dengan penuh wibawa. Lyanna muncul dari balik pintu ruang rias dengan anggun. Gaun berwarna emerald green membalut tubuh rampingnya, menonjolkan siluet indah sekaligus kesan elegan. Riasan wajah sederhana dengan sentuhan natural, serta rambut yang digelung rapi dengan beberapa helai anak rambut tergerai lembut di sisi wajah, membuat penampilannya begitu mempesona, anggun sekaligus memikat. Lucian yang sudah menunggu di ruangan itu, mengenakan setelan tuxedo hitam klasik dengan dasi kupu-kupu satin. Bahunya yang bidang dan postur tegak membuatnya tampak gagah dan berwibawa, seperti seorang pangeran modern. Sesaat matanya bertemu dengan Lyanna, langkah Lucian terhenti. Tatapan tajamnya yang biasanya dingin kini melembut, terpaku pada sosok istrinya. Senyum tipis ter

  • Perjanjian Cinta Sang Pewaris   Selena Kembali

    Marvin baru saja menerima instruksi dari Tuan Muda Lucian untuk menjemput Nyonya Muda Lyanna di mansion untuk menghadiri pesta anniversary Tuan Alaric dan Nyonya Marie Raveheart. Setelah memastikan detail persiapan, ia segera melangkah keluar dari mobil hitam yang terparkir di halaman depan. Namun, langkahnya mendadak terhenti. Dari kejauhan, di sisi jalan setapak yang dipenuhi bunga mawar, berdiri seorang wanita dengan rambut pirang panjang yang berkilau diterpa cahaya sore. Wajahnya begitu familiar, sebuah wajah yang pernah menghilang dari kehidupan keluarga Raveheart tepat sebelum hari pernikahan. Jantung Marvin berdegup lebih cepat. Ia berjalan tergesa, matanya tak lepas dari sosok itu, seakan tak percaya dengan dugaannya sendiri. Saat ia mendekat, wanita itu pun menoleh, menyunggingkan senyum tipis penuh intrik. Marvin tercekat. “Nona… Selena? Apa yang Anda lakukan di sini?” Selena Vallerine, wanita yang dulu hampir menjadi nyonya besar Raveheart itu menyilangkan tangan

  • Perjanjian Cinta Sang Pewaris   Fitting Gaun

    Hari ini adalah jadwal fitting busana untuk pesta anniversary ayah dan ibu Lucian, Alaric Raveheart dan Marie Raveheart, yang akan digelar lusa. Ruangan butik dipenuhi cahaya hangat, dan aroma parfum lembut menyelimuti udara. Lucian berjalan di sisi Lyanna, menatap setiap gerakannya dengan perhatian. Saat Lyanna mencoba membenarkan lipatan gaunnya, Lucian mencondongkan tubuh, mengusap lembut lipatan kain dengan jarinya. “Biarkan aku bantu,” ujarnya, suaranya hangat. “Kamu akan terlihat sempurna nanti.” Lyanna tersenyum, sedikit tersipu. “Lucian… kamu selalu terlalu perhatian.” “Kalau itu membuatmu nyaman, aku akan tetap begitu,” jawabnya sambil menunduk, matanya menatap Lyanna dengan lembut. Di sudut ruangan, terdengar bisik-bisik di antara karyawan butik. “Ternyata Tuan Muda Raveheart sangat romantis ya,” bisik seorang karyawan. “Kau benar… beruntung sekali Nyonya Muda Lyanna,” jawab yang lain, sambil tersenyum kecil. Para pengawal yang berdiri di dekat pintu pun tak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status