Selesai nyekar, mereka naik kuda dan meninggalkan tempat itu."Aku sudah berikrar untuk mewariskan semua ilmu kepada generasi kedelapan yang menemukan air mata bidadari," kata Ki Gendeng Sejagat. "Aku senang calon muridku sesuai dengan keinginanku." "Aku tidak mata keranjang, Kek.""Alah, kau sering lihat pantat kerbau betina!""Bagaimana tidak sering lihat, ia tidak pernah pakai baju!"Kuda berjalan menelusuri padang rumput yang berkabut. Malam jadi semakin gelap karena sinar rembulan sulit menembus kepekatan kabut."Aku tidak mau jadi muridmu, Kek," kata Jaka. "Takut ketularan mata keranjang.""Aku juga tidak mau jadi gurumu," dengus si kakek. "Takut ketularan slebor. Tapi kau harus mempelajari semua ilmu yang aku miliki untuk dapat menembus gerbang gaib.""Tidak ada diskon, Kek?""Maksudmu?""Aku ingin belajar ilmu Salin Raga saja.""Ilmu Salin Raga adalah ilmu paling tinggi yang ada di muka bumi, di bangsaku dan di bangsamu. Jadi kau tidak bisa menguasai ilmu itu sebelum mempelaja
Ruangan di dalam gua tampak rapi dan bersih. Dinding terbuat dari granit hitam. Meja pendek juga terbuat dari granit. Di atasnya terdapat pizza dan pai, minumnya air berwarna kehijauan dalam guci kecil seukuran sloki.Ilmu Cipta Saji Ki Gendeng Sejagat sudah taraf sempurna sehingga ia mampu menciptakan makanan bukan cuma dari bangsa astral, tapi dari berbagai negara di dunia. Makanan dan minuman di atas meja adalah pesanan Jaka. Makanan favorit Nabila, pacarnya, betapa sedihnya ia saat ini. Abah dan Ambu juga.Mereka duduk lesehan di lantai. Udara cukup hangat padahal tidak ada perapian."Kau sudah punya bekal yang sangat bagus untuk belajar," kata Ki Gendeng Sejagat. "Kau sudah minum air mata bidadari dan air kehidupan. Khasiat dari air mustika itu bukan cuma membuat kau awet muda dan menambah kepekaan panca indera, namun juga membuat kau hanya butuh beberapa bulan untuk menguasai ilmu kanuragan."Jaka terpaksa minum air kehidupan karena khasiatnya bisa mempercepat bangkitnya energi i
Ki Gendeng Sejagat mulai dapat membaca keanehan yang terjadi pada muridnya. Ia teringat pada petuah pangeran generasi kedua bahwa suatu saat akan muncul masa di mana pangeran malas untuk belajar ilmu kanuragan, dan hal ini berbahaya untuk kelangsungan kerajaan dan klan Bimantara. Pada generasi ketujuh sudah terbukti kalau Pangeran Wikudara tidak mempunyai kesaktian. Ia dilarang untuk belajar ilmu kanuragan oleh Ratu Nusa Kencana, tapi baginda ratu tentu tidak dapat menghalangi seandainya ia berniat dan gigih.Generasi kedelapan menjalani siklus baru dan parahnya ia tak percaya dengan perjanjian leluhur. Ia bukan hanya tidak berminat mempelajari ilmu kanuragan, namun juga tidak tertarik untuk tinggal di kerajaan, padahal sudah tahu bagaimana makmurnya negeri ini.Ia bersikeras ingin pulang untuk memenuhi janji kepada orang tuanya, membajak sawah, bercanda dengan kerbau, makan petai. Ia tidak tergiur dengan kehidupan mewah di kerajaan.Air kehidupan adalah untuk menyalakan semangat yang
Pekerjaan Jaka di lembah Cemara hanya menangkap ikan, mengisi gentong air, dan tidur. Namun ia mengalami perkembangan yang luar biasa dalam belajar ilmu kanuragan. Ki Gendeng Sejagat jadi percaya kalau tidur adalah tirakatnya Jaka Slebor.Jadi kakek sakti itu membiarkan saja Jaka tertidur pulas ketika ia mengajarkan ajian Badai Cemara. Dalam tidurnya, pemuda itu pasti menyimak dengan bantuan dua air mustika yang sudah mengalir dalam darahnya. Jaka Agusti Bimantara adalah generasi pertama dari siklus kedua klan Bimantara. Ia memiliki keistimewaan yang unik dalam menyerap ilmu yang diajarkan. Fenomena yang belum pernah terjadi pada generasi sebelumnya.Jaka tidak terbangun ketika angin topan melanda lembah di sekitar goa. Pohon meliuk dihantam deru angin yang hebat. Beberapa dahan patah.Ki Gendeng Sejagat tampak berdiri sambil merentangkan tangan ke depan dengan telapak tangan terbuka. Ia tengah mengeluarkan ajian Badai Cemara.Kemudian kakek berselempang putih itu menambah kekuatan, t
Jaka dan Ki Gendeng Sejagat membersihkan areal sekitar goa yang porak poranda."Mulai saat ini kau tidak boleh tidur lagi saat latihan," kata kakek sakti itu. "Kau sangat pemalas, leluhurmu sampai turun tangan untuk mengajarimu dalam mimpi.""Ngomong saja kau merasa tersaingi.""Berhentilah bercanda, anak muda.""Bagaimana aku berhenti bercanda sementara kau minta makanan model seronok setiap hari?""Aku hentikan fantasiku mulai hari ini, maka kamu juga hentikan malasmu! Kita serius berlatih!""Belajar ilmu kanuragan dalam mimpi itu enak. Tidak perlu keluar tenaga." "Leluhurmu butuh energi yang luar biasa untuk masuk ke dalam mimpimu. Kau tidak kasihan pada pangeran pertama?""Aku tidak minta diajari. Pangeran Restusanga datang sendiri dalam mimpiku.""Air kehidupan memanggilnya.""Kenapa air kehidupan tidak memanggilmu yang ada di depanku? Kenapa air itu memanggil pangeran pertama yang sudah hidup tenang di alamnya?""Buat apa aku masuk ke dalam mimpimu?""Buat mengajari aku.""Aku t
"Kenapa aku tidak dapat membuka tabir mimpiku, Kek?" tanya Jaka."Mimpi berada di alam roh. Kau bisa membuka tabir mimpi kalau sudah jadi roh."Jaka ingat sesuatu. "Eh, bukankah kau berjuluk makhluk setengah roh? Kau berarti bisa membuka tabir mimpiku?""Itu kan julukan, anak muda. Nyatanya aku bukan roh.""Padahal jadi roh saja sekalian.""Sialan kau...!""Mereka harusnya jangan menjuluki makhluk setengah roh, tapi setengah edan!""Brengsek...!""Kau minta makanan apa sebelum aku tirakat, Kek?""Tirakat untuk apa?""Aku ingin mengetahui nasib temanku dengan ilmu Tembus Pandang.""Tirakat adalah melatih kepekaan panca indera untuk menerima getaran negatif dan positif dari sekitar.""Lalu aku harus bagaimana?""Kau duduk tafakur, pusatkan titik pandang dalam kegelapan, pikiran fokus pada apa yang kau inginkan."Jaka duduk bersila di atas batu ceper, dan mulai memusatkan perhatiannya dengan mata terpejam, karena ia ingin melihat situasi yang lokasinya sangat jauh.Satu titik terang perla
Jaka berdiri di tengah Lembah Cemara, tangannya bergerak melingkar secara unik, kemudian tangan kanan terentang ke depan dengan telapak tangan terbuka, tangan kiri menggantung di depan dada. Ia tengah mengerahkan ajian Gerebek Nyawa.Sekilas tidak ada perubahan pada tebing karang di depannya. Tebing itu tetap berdiri kokoh membentengi lembah. Kemudian dinding karang perlahan ambruk jadi butiran debu. Ia sendiri hampir terkena longsoran kalau tidak segera menghindar. Sungguh dahsyat ajian itu. Seandainya diarahkan pada makhluk hidup, ia akan menghancurkan organ dalam tanpa merusak tubuh bagian luar, tahu-tahu tumbang meregang nyawa.Jaka pergi ke batu ceper di depan goa untuk beristirahat. Ia mencari Ki Gendeng Sejagat di sekitar, tidak ditemukan. Apakah ia tertimbun longsoran debu karang? Bodo amat!Jaka rebahan di atas batu. Semilir angin sejuk menerpa tubuhnya. Matanya terasa sangat berat. Gundukan debu karang tiba-tiba beterbangan, dari dalam gundukan melesat keluar kakek berselem
Jaka duduk bersila di atas batu ceper. Ia tengah bersiap untuk mengeluarkan pelajaran terakhir dari Lembah Cemara, ilmu pamungkas dari leluhur kerajaan Nusa Kencana, ajian Lampus Umur.Gerakan yang dilakukan Jaka adalah gerakan jurus masa lampau, sehingga aneh kelihatannya karena jurus itu sudah punah dan lama tidak terlihat. Pewaris terakhir jurus langka itu adalah Ki Gendeng Sejagat dan ia jarang sekali mengembara, beberapa puluh tahun belakangan bahkan ia tirakat di dalam goa di Lembah Cemara.Ajian Lampus Umur berupa hawa yang sangat dingin dan disalurkan melalui telapak tangan kiri dengan kekuatan sangat dahsyat. Makhluk atau benda yang terkena ajian itu akan membeku terbungkus salju putih dan mencair tanpa sisa.Ki Gendeng Sejagat tidak berani main-main dengan ajian yang satu ini. Kena hawanya saja bisa tewas! Maka itu ia tak berani berada di daerah di hadapan Jaka. Ia menunggu di sampingnya.Tangan kiri Jaka meliuk-liuk melakukan gerakan unik, sementara tangan kanan terlipat di