Sampai di parkiran Evellyn melirik pergelangan tangan. Masih ada waktu buat cuci mata, gumam Evellyn.
Dia berjalan melewati outlet-outlet pakaian. Lalu memasuki salah satu departmanstore. Memilih beberapa pakain. Netranya menangkap jejeran lingeri tergantung rapih. Terbersit pikiran jahil, membalas perkataan Arkan. Sedari dia datang Arkan selalu body shaming terhadapnya. “Aku enggak akan tertarik sama tubuh kamu! Tubuh buruk,” terekam kata-kata menyakitkan yang keluar dari bibir lelaki bernetra tajam itu. Bibirnya tersungging. “Kita lihat, Tuan, sejauh mana kau kuat melihatku dengan pakaian seperti ini.” Evellyn memilih beberapa warna dan model. Setelah selesai melakukan pembayaran dia menuju huniannya di lantai teratas. “Surprisee,” teriak orang di dalam Apartemen, ketika Evellyn membuka pintu. Evellyn ternganga kaget. Mengapa banyak orang di dalam huniannya. Ervan menceritakan detail kepada keluarga bosnya. Terkait kejadian yang menimpa putranya, sehingga Arkan mencari wanita lain untuk menggantikan Allena. Ibu Arkan yang terkenal bijak, menasehati putranya. Agar tak mempermainkan pernikahan yang sudah dilakukan. “Inilah jodoh, rahasia Ilahi,” ucap Amelia – Ibunda Arkan. “Nak, kamu sudah putuskan menikahinya, maka kamu harus bertanggung jawab terhadap perbuatanmu, apapun sebab dibalik semua ini.” Lewat sambungan telepon Ibu Amelia menasehati putranya. “Apa lagi, sepertinya dia gadis yang baik,” sambungnya. Hari ini orang tua Arkan dan beberapa saudara datang untuk berkenalan dengan menantunya. Karna saat acara resepsi mereka belum sempat berbincang. Setelah saling berkenalan dalam beberapa waktu saja mereka sudah dapat berbincang akrab. “Ka, abis belanja apa?” secara tiba-tiba adik Arkan mengambil paperbag yang berada di dekat kursi, Evellyn menaruhbya di sana tadi. Dan tanpa adab secara tiba-tiba, Anisa mengeluarkan pakaian yang dibeli Evelyn. Waaawww. Semua menengok pada suara Anissa yang berisik. Dengan cekatan Ibu Amelia yanv berada tak jauh dari mereka menghampiri dan memasukkan kembali pakaian itu, sebelum yang lain melihat. “Jaga sopan santun, Nisa,” ucap Ibunya terlihat kesal. “Maafin Anisaa ya, “ ucap Ibu Amelia, menyerahkan paperbag berwarna merah itu. “Semoga cepet-cepet berhasil ya, biar Ibu cepet-cepet dapet cucu.” Ibu berbisik di telinga Evellyn. Membuat wajah Evellyn merona merah menahan malu. Keluarga Arkan ternyata menyenangkan. Tipe keluarga harmonis. Kenapa Arkan seperti tak memiliki parasaan, kaku, jahat, tak memiliki belas kasih, pikir Evelyn. Makan malam sudah tersusun rapih Arkan pun sudah pulang. Sebelum keluar kamar Arkan memberi ultimatum agar Evellyn tak memanggilnya Tuan. “Aku musti panggil anda apa, Tuan?” tanya Evellyn bingung. “Terserah,” ucap Arkan membuka pintu kamar dan berlalu pergi. Evellyn mengikuti dari belakang, dia berfikir harus panggil apa? Mas, enggak banget, Abang, juga gak cocok. Aa, duuhhh apa lagi Aa gak ada pantes-pantesnyaaa, hati Evellyn berbincang sendiri. Jedug... Tiba-tiba Evellyn menubruk punggung Arkan yang mendadak berhenti berjalan. Aduuuhhh... Desis Evellyn. “Maaf, Tu-“ Evellyn melipat bibirnya saat Arkan mencengkeram lengannya. “Eve coba ini. Ini kue paling aku suka. Hanya Ibu yang bisa membuat brownis seenak ini.” Arkan menyodorkan kue ke dalam mulut Evellyn, mengalihkan suasana yang mendadak penuh tanda tanya. Dan Evellyn membuka mulutnya menerima brownis yang disodorkan Arkan, dengan malu-malu. “Cieee, bikin bapeerr, pacaran sama siapa? Nikah sama siapa?” ucap Anissa sambil menaruh gelas di meja makan tanpa melihat pada kakanya. Arkan mendekati Evellyn dan merangkulnya. Uhuk Evelin tersedak.lagi-lagi Evellyn dibuat kaget. “Hati-hati Eve kenapa bisa tersedak,” ucap Arkan memberikan segelas air dan mengusap punggungnya. “Huaaaa.... Ibu,,, cariin aku jodoh, ngiri..” Annisa seperti anak kecil merengek pada ibunya. Semua yang berada di dalam ruang keluarga tertawa melihat ulah Anissa. “Masih kecil belajar dulu yang pinter!” seru Arkan pada adik satu-satunya. Di pojokan ruangan ada sepasang mata yang memperhatikan dengan rasa cemburu. Panthouse Arkan hanya memiliki satu kamar tidur komplit dengan kamar mandi. Satu ruang kerja. Ruang tamu Ruang keluarga dan Dapur dijadikan satu membuat ruangan terlihat luas. Ada ruang bar yang tidak pernah digunakan hanya sebagai hiasan. Tetapi kemarin untuk pertama kalinya dia gunakan setelah mendapatkan hidayah. Dan makan malam pun berakhir, semua pamit pulang tak terkecuali, memberi ruang pada pengantin baru. “Arkan, besok kamu ambil cuti saja, massa pengantin baru kerja terus,” ucap ibunya. “Gass polll, biar ibu cepet punya cucu.” Ibunya berjinjit membisikan kata-Kata yang membuat Arkan membelalakkan mata. “Besok mau kenalan sama keluarga Evellyn,” ucap Ibu Arkan lagi. “Asshiiap Nyonya. Perintah dilaksanakan.” Arkan memberi hormat pada Ibunya. Evellyn terperangah atas sikap Arkan. Apakah Arkan memiliki kepribadian ganda? Mengapa sikapnya seratus delapan puluh derajat berbeda saat bersama keluarganya. Setelah menutup pintu Arkan masuk dan duduk di sofa televisi, dia menyalakan benda segi empat itu sambil mengambil cemilan. Evellyn masih berdiri, bergeming melihat ke arah suaminya. “Kenapa lihatnya begitu?” ucap Arkan saat sadar diperhatikan Evellyn. Evellyn tersadar dari keterpanaannya. Dia berlalu pergi tanpa berniat menjawab pertanyaan Arkan. Evellyn mengambil pakaian yang tadi dia beli. Dia gunakan warna hitam kontras dengan warna kulitnya yang seputih susu. “ Bodo amat belum dicuci juga,” pikir Evellyn. Dia buka label pakaian dan dia kenakan pakaian kurang bahan itu. Saat bercermin dia terperangah. “Iihhhh malu banget,” batinnya saat melihat pantulan tubuhnya di cermin. Dia menengok ke arah pintu, takut-takut Arkan masuk. Dia kembali masuk ke dalam kamar mandi dan menenangkan diri. Ceklek. Pintu kamar terdengar terbuka. Tok, tok, tok. Pintu kamar mandi diketuk. “Sebentar, Tuan.” Dengan memantapkan hati Evellyn membuka pintu dengan keadaanya yang hampir tanpa busana. Ceklek.... Pintu kamar mandi terbuka, posisi Arkan berdiri membelakangi pintu kamar mandi. Dan Evellyn keluar melewati Arkan, tanpa sedikit pun Arkan menoleh padanya. Saat Evellyn menoleh kebelakang Arkan telah masuk ke dalam kamar mandi. “Aahhh zong.” Evellyn mengacak rambutnya. “Gagal rencana bikin dia terpana,” ucap Evellyn dalam hati. “Semangat Eve. Masih ada hari esok,” Evellyn terus menyemangati dirinya. Rencananya seratus persen gagal dan dia tak ingin menunggu Arkan didepan pintu kamar mandi dengan alasan ‘gengsi. Evellyn langsung masuk pada bedcover yang sudah disiapkan didekat sofa. Karna Semalam tidur di sofa dia tak bisa bergerak, jadi dia menggelar bedcover agar leluasa. Malam kian larut. Dua manusia berlainan kelamin dalam satu kamar itu pun sudah terbuai mimpi. Mereka terlelap. Kamar berukuran besar dengan ranjang berada di tengah ruangan dan Ac distel dingin membuat tubuh Evellyn bergetar menahan dingin. Walau pun tubuhnya menggigil dingin. Namun, keringat membanjiri tubuhnya. Jika biasanya Evellyn tidur di atas ranjang dan menggunakan pakaian lengkap kali ini Evellyn hanya menggunakan pakaian kurang bahan dan berada di lantai yang hanya di alasi bedcover. Dan yang membuatnya mengalami keadaan ini adalah dia menemukan foto kenangan bersama almarhum kedua orang tuanya tadi siang. Eeemm, Eemm, Ayaahh, Ibuuu Evellyn menggoyang-goyangkan kepalanya. “Heyyy, bangun... bangun....” Arkan menyibak selimut yang digunakan Evellyn karna Evellyn tak bangun juga setelah beberapa kali Arkan menggoyang lengannya. Saat selimut disibak Arkan terbelalak melihat penampakan Evellyn. Namun, belum sadar dari keterbelalakannya Evellyn berteriak dan memeluk Arkan dengan erat. “Maafkan aku Ayah Ibu, hu uu uu.” Evellyn terus menangis tersedu dan semakin erat memeluk Arkan. Arkan pun memeluk Evellyn mencoba memberikan rasa aman. “Sudah jangan menangis, ‘kan ada aku di sini.” Arkan mengelus-elus punggung Evellyn yang terbuka. Saat Arkan mengatakan kalimat itu Evellyn tersadar dari mimpinya. Dia merenggangkan tubuhnya dari pelukan Arkan dan kembali pada posisi tidur lalu menyelimuti tubuhnya. “Acnya terlalu dingin Tuan,” ucap Evellyn memunggungi Arkan. “Pakai jaket agar tidak dingin,” ucap Arkan. “Aku terbiasa dengan pakaian seperti ini saat tidur, Tuan,” ucap Evellyn asal. Arkan kembali keranjang extra king sizenya. Ranjang yang begitu kokoh, sekokoh lelaki yang menidurinya. Arkan kembali melihat ke Arah Evellyn yang meringkuk di bawah sana.Bab 7. Ternyata Baik. Arkan kembali melihat ke Arah Evellyn yang meringkuk dibawah sana."Heyyy... kau boleh tidur disampingku, asal tak melebihi batas," ucap Arkan mengeraskan sedikit suara. Tanpa aba-aba untuk kedua kali Evellyn menyingkab bedcover yang menutupi tubuhnya, membangunkan tubuh dan berjalan menuju ranjang. Netranya melirik ke arah wajah Arkan yang memejamkan mata saat Evellyn melintas dihadapannya. Terbit tersenyum smirk di bibir Evellyn. Di taruh bantal yang dia bawa di kepala ranajang dan sebelum naik ke atas ranjang dia kembali berjalan ke kamar mandi. Sengaja dia lalukan untuk melancarkan aksinya yaitu menggoda. "Hey... mulai besok pakailah pakaian yang sedikit tertutup, tubuh buruk jangan kau expose tak enak dilihat," suara Arkan terdengar kesal, ketika Evellyn sudah menyelimuti tubuhnya."Baik, Tuan," ucap Evellyn, dia memiringkan tubuhnya menghadap Arkan. "Bilang saja kau tergoda Tuan," bat
Bab 8. Kau Coba Menggoda? "Eve bersabar ya, Arkan memang sedikit kaku, punya pendirian tegas, apa yang dia tidak suka coba kamu hindari." Ibu mertuanya memberi Nasehat."Iyaa bu, akan saya coba memahaminya," ucap Evellyn sedikit ragu. Sore hari mereka pulang ke panthouse. keadaan rumah bersih dan rapi, pakaian kotor sudah bersih, tertumpuk rapih di ruang laundry room. "Waahhh... rupanya Tuan memiliki Keong Mas," ucap Evellyn naetranya berkeliling mendapati huniannya sudah dalam keadaan bersih. Arkan tak perdulikan ucapan Evellyn, dia langsung masuk ke dalam ruang kerja, melanjutkan pekerjaan yang belum selesai. Gadis itu melihat pakaian rapih masih tertumpuk di keranjang, rupanya wakl in closet terkunci, Evellyn ingat sebelum pergi dia mengunci dan memasukkan kunci dilaci nakas. Evellyn memasukkan satu persatu pakaian ke dalam bathrobe Menggantung kemeja dan jas.Uummm... Dia menghirup wangi pakaian yang sudah rapih. Membayangkan memeluk lelaki itu. Tubuhnya yang tegap dan ke
Bab 9. Fakta. "Aku paling benci peselingkih." Arkan menarik tangan Evellyn dengan keras membawanya pulang. "Hai, jangan kasar pada wanita," ucap si lelaki mencoba menarik pakaian Arkan. Dengan tangkas Arkan menepis tangan lelaki itu sebelum tangannya mengenai tubuh Arkan lalu mendorongnya hingga terjungkal. Tak pelak mereka menjadi tontonan pengunjung. Evellyn memberi kode kepada si lelaki agar tak melanjutkan pembelaan.Arkan terus menarik tangan Evellyn dengan keras. Dia hempaskan tubuh Evellyn di atas kasur, membuka paksa pakaiannya dengan kasar lalu mencumbui tubuh Evellyn.Evellyn terisak menerima perlakuan Arkan, walau dia akui Arkan melakukannya dengan lembut."Kau menggoda semua lelaki, ini 'kan, yang kau inginkan, akan ku berikan," ucap Arkan. "Mengapa semua perempuan suka menggoda lelaki." Arkan terus meracau tanpa sedikit pun menjeda aktifitas terhadap Evellyn. Arkan sudah dalam posisi siap begi
"Evellyn masih bergulung di tempat tidur, Sudah dua hari dia tak keluar kamar, sebatas keluar kamar pun dia malas. Sudah dua hari ini Bi Ningsih asisten rumah tangganya datang setiap hari menyiapkan kebutuhan Evellyn. Ketika Arkan masuk mengambil pakaian ke dalmam kamar Evellyn akan menyelimuti dirinya dengan bedcover dan bertahan di dalam sana sampai Arkan keluar. Melihat tingkah istrinya Arkan hanya tersenyum, dia belum ingin mengganggu Evellyn. Aksara terus menghubunginya. Namun, tak pernah dia angkat. Evellyn hanya memberi pesan singkat untuk tak memberi tahu kejadian kemarin pada ibunya. Dia berkata pada adiknya itu bahwa dia baik-baik saja di sini. Evellyn bangun, duduk di sofa menghadap kaca besar yang memperlihatkan keindahan kota jakarta pagi ini. Ceklek.. pintu dibuka."Eve." Arkan memanggilnya, Eve bergeming. Evellyn pikir Arkan sudah berangkat ke kantor. Arkan masuk kamar netranya mencari keberadaan Evellyn, didapatinya Evellyn berada disofa. Arkan menjatuhkan bob
"Kau!" sentak Arkan ketika melihat Allena berada disampingnya menyentuh pangkal pahanya. "Minumlah dulu untuk meredakan sakit kepalamu." Allena mengulurkan gelas dan dengan cepat Arkan menyambut gelas pemberian mantan kekasihnya. Dengan cepat Arkan menghabiskan air mineral yang berada dalam genggamannya. Berharap dapat meredakan kepala yang berdenyut. Namun bukannya menjadi lebih baik kini tubuhnya serasa terbakar, keringat bermunculan, dia melonggarkan dasi di lehernya."Allena apa yang kau lakukan?" tanya Arkan dengan mata yang sudah memerah. "Aku belum melakukan apapun Arkan, ada apa dengan tubuhmu?" Allena mengulurkan tangannya menyeka keringat yang bermunculan di dahi. "Allena nyalakan Acnya, aku kepanasan," ucap Arkan, sambil membuka kancing jas dan melonggarkan dasi dan kemeja putihnya basah oleh keringat. "Ini sudah suhu yang paling rendah sayang." Allena menyentuh wajah Arkan hingga leher, se
Bab 12. Luka. Brak!!! Pintu kamar Hotel terbuka dengan sekali tendang. Seseorang masuk dengan rahang keras menahan amarah. Dua orang yang sedang bergulung dengan kenikmatan, kocar-kacir mencari keberadaan pakaian yang teronggok entah di mana. Peluh kenikmatan membanjiri tubuh mereka. Si wanita berusaha menutupi tubuh polosnya dengan bedcover, yang sudah acak-acakan jatuh ke bawah ranjang. Dan si lelaki mendapatkan boxer lalu mengenakannya, tak lama tendangan menghantam dadanya. Tubuhnya terhuyung kebelakang. Saat ini suara tangisan, teriakan, kegaduhan, mendomisili kamar dengan nomor 23. Bahkan si wanita memilih kamar dengan nomor yang sama, dengan tanggal pernikannya, tiga hari yang akan datang. "Stooopp,,, aku bilang stooppp!" Suara melengking Allena menghentikan tindakan Arkan, yang dengan brutal memukuli teman tidur calon istrinya. Si lelaki terkapar tak berdaya, dengan wajah berc
Bab 13. Kenapa? Arkan merenggangkan tubuhnya, cahaya matahari menerobos melewati celah-celah hordeng yang belum dibuka. Dia memincingkan matanya, melihat arah jam dinding. "Oohhh shiit," Arkan melonjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Setelah mandi dia langsung menggelar sajadah melaksanakan ibadah sholat subuh yang tertinggal. Evellyn selesai menata makanan diatas meja. Pakaian pun sudah rapih dia jemur. Kemudian dia masuk kedalam kamar dan mendapatinya Arkan sedang menunaikan kewajiban. Evellyn tersenyum mendapati suaminya menjalankan ibadah saat matahari sudah meninggi."Solat Duha Masss," sindirnya cekikikan, dia masuk kekamar mandi membasuh wajah dan mengganti pakaian. Dia ambil alat makeup dan sedikit memoles wajah. Walau kesiangan pantang bagi Arkan tak melakukan ibadah pada Tuhannya karna hisab yang pertama dilakukan oleh Allah nanti adalah perihal Shalat. Selesai shalat, Arkan menuju m
Bab 14. Menyatakan. "Evee...." Arkan memegang dagu gadis dipangkuannya lalu wajah Evelyn yang tertunduk untuk menatap wajahnya. "Kamu cantik." Mereka beradu pandang sesaat, lalu lelaki bermata elang itu mengecup bibir Evellyn sedikit lama. "Sudah Tuan nanti anda terkena diabetes," ucap Evellyn saat Arkan melepas tautan bibirnya. Arkan pun mengernyitkan dahinya. "Tadi Anda bilang bibirku semanis kopi, Anda pun banyak menghabiskan kopi, nanti Anda overdosis, Tuan." Eve bicara sambil memalingkan wajahnya. "Kalo ini doping agar aku semangat bekerja, supaya bisa cepat melunasi hutangku pada mu," ucap Arkan tersenyum, Kembali mengecupi wajah gadis yang duduk dipangkuannya. "Tuan, sudah... aku bukan anak kecil yang imut dan lucu, kenapa anda seperti ini!! Evellyn mencoba merenggangkan tubuh. Namun, sia-sia."Eve, maafkan kata-Kata dan perbuatanku yang sering menyakiti hatimu," ucap Arkan tulus. Evellyn memandang mata Elang lelaki dihadapannya, mencari kebenaran ucapan lelaki ya