Share

Bab 6 kenalan.

Sampai di parkiran Evellyn melirik pergelangan tangan.  Masih ada waktu buat cuci mata, gumam Evellyn.

 

Dia berjalan melewati outlet-outlet pakaian. Lalu memasuki salah satu departmanstore. Memilih beberapa pakain. Netranya menangkap jejeran lingeri tergantung rapih.

 

Terbersit pikiran jahil, membalas perkataan Arkan. Sedari dia datang Arkan selalu body shaming terhadapnya.

 

“Aku enggak akan tertarik sama tubuh kamu! Tubuh buruk,” terekam kata-kata menyakitkan yang keluar dari bibir lelaki bernetra tajam itu.

 

Bibirnya tersungging. “Kita lihat, Tuan, sejauh mana kau kuat melihatku dengan pakaian seperti ini.”

 

Evellyn memilih beberapa warna dan model.  Setelah selesai melakukan pembayaran dia menuju huniannya di lantai teratas.

 

 

“Surprisee,” teriak orang di dalam Apartemen, ketika Evellyn membuka pintu. Evellyn ternganga kaget. Mengapa banyak orang di dalam huniannya.

 

Ervan menceritakan detail kepada keluarga bosnya. Terkait kejadian yang menimpa putranya, sehingga  Arkan mencari wanita lain untuk menggantikan Allena.

 

Ibu Arkan yang terkenal bijak, menasehati putranya. Agar tak mempermainkan pernikahan yang sudah dilakukan. “Inilah jodoh, rahasia Ilahi,” ucap Amelia – Ibunda Arkan.

 

“Nak,  kamu sudah putuskan menikahinya,  maka kamu harus bertanggung jawab terhadap perbuatanmu,  apapun sebab dibalik semua ini.” Lewat sambungan telepon Ibu Amelia menasehati putranya.

 

“Apa lagi, sepertinya dia gadis yang baik,” sambungnya.

 

Hari ini orang tua Arkan dan beberapa saudara datang untuk berkenalan dengan menantunya.  Karna saat acara resepsi mereka belum sempat berbincang.

 

Setelah saling berkenalan dalam beberapa waktu saja mereka sudah dapat berbincang akrab.

 

“Ka, abis belanja apa?” secara tiba-tiba adik Arkan mengambil paperbag yang berada di dekat kursi, Evellyn menaruhbya di sana tadi.

 

Dan tanpa adab secara tiba-tiba, Anisa mengeluarkan pakaian yang dibeli Evelyn.

 

Waaawww. Semua menengok pada suara Anissa yang berisik.

 

Dengan cekatan Ibu Amelia yanv berada tak jauh dari mereka menghampiri dan memasukkan kembali pakaian itu,  sebelum yang lain melihat.

 

“Jaga sopan santun, Nisa,” ucap Ibunya terlihat kesal.

 

“Maafin Anisaa ya, “ ucap Ibu Amelia, menyerahkan paperbag berwarna merah itu.

 

“Semoga cepet-cepet berhasil ya,  biar Ibu cepet-cepet dapet cucu.” Ibu berbisik di telinga Evellyn.  Membuat wajah Evellyn merona merah menahan malu.

 

Keluarga Arkan ternyata menyenangkan. Tipe keluarga harmonis. Kenapa Arkan seperti tak memiliki parasaan, kaku,  jahat, tak memiliki belas kasih,  pikir Evelyn.

 

Makan malam sudah tersusun rapih Arkan pun sudah pulang.

 

Sebelum keluar kamar Arkan memberi ultimatum agar Evellyn tak memanggilnya Tuan.

 

“Aku musti panggil anda apa, Tuan?” tanya Evellyn bingung.

 

“Terserah,” ucap Arkan membuka pintu kamar dan berlalu pergi.

 

Evellyn mengikuti dari belakang,  dia berfikir harus panggil apa?  Mas,  enggak banget,  Abang,  juga gak cocok. Aa, duuhhh apa lagi Aa gak ada pantes-pantesnyaaa,  hati Evellyn berbincang sendiri.

 

Jedug... Tiba-tiba Evellyn menubruk punggung Arkan yang mendadak berhenti berjalan.

 

Aduuuhhh...  Desis Evellyn. “Maaf, Tu-“ Evellyn melipat bibirnya saat Arkan mencengkeram lengannya.

 

“Eve coba ini.  Ini kue paling aku suka. Hanya Ibu yang bisa membuat brownis seenak ini.” Arkan menyodorkan kue ke dalam mulut Evellyn, mengalihkan suasana yang mendadak penuh tanda tanya.

 

Dan Evellyn membuka mulutnya menerima brownis yang disodorkan Arkan, dengan malu-malu.

 

“Cieee, bikin bapeerr, pacaran sama siapa? Nikah sama siapa?” ucap Anissa sambil menaruh gelas di meja makan tanpa melihat pada kakanya.

 

Arkan mendekati Evellyn dan merangkulnya.

 

Uhuk Evelin tersedak.lagi-lagi Evellyn dibuat kaget.

 

“Hati-hati Eve kenapa bisa tersedak,” ucap Arkan memberikan segelas air dan mengusap punggungnya.

 

“Huaaaa.... Ibu,,, cariin aku jodoh, ngiri..” Annisa seperti anak kecil merengek pada ibunya.

 

Semua yang berada di dalam ruang keluarga tertawa melihat ulah Anissa.

 

“Masih kecil belajar dulu yang pinter!” seru Arkan pada adik satu-satunya.

 

Di pojokan ruangan ada sepasang mata yang memperhatikan dengan rasa cemburu.

 

Panthouse Arkan hanya memiliki satu kamar tidur komplit dengan kamar mandi.  Satu ruang kerja. Ruang tamu  Ruang keluarga dan Dapur dijadikan satu membuat ruangan terlihat luas.

 

Ada ruang bar yang tidak pernah digunakan hanya sebagai hiasan. Tetapi kemarin untuk pertama kalinya dia gunakan setelah mendapatkan hidayah.

 

Dan makan malam pun berakhir,  semua pamit pulang tak terkecuali, memberi ruang pada pengantin baru.

 

“Arkan, besok kamu ambil cuti saja,  massa pengantin baru kerja terus,” ucap ibunya.

 

“Gass polll,  biar ibu cepet punya cucu.” Ibunya berjinjit membisikan kata-Kata yang membuat Arkan membelalakkan mata.

 

“Besok mau kenalan sama keluarga Evellyn,” ucap Ibu Arkan lagi.

 

“Asshiiap Nyonya. Perintah dilaksanakan.” Arkan memberi hormat pada Ibunya.

 

Evellyn terperangah atas sikap Arkan. Apakah Arkan memiliki kepribadian ganda?   Mengapa sikapnya seratus delapan puluh derajat berbeda saat bersama keluarganya.

 

Setelah menutup pintu Arkan masuk dan duduk di sofa televisi,  dia menyalakan benda segi empat itu sambil mengambil cemilan.

 

Evellyn masih berdiri, bergeming melihat ke arah suaminya.

 

“Kenapa lihatnya begitu?” ucap Arkan saat sadar diperhatikan Evellyn.

 

Evellyn tersadar dari keterpanaannya. Dia berlalu pergi tanpa berniat menjawab pertanyaan Arkan.

 

Evellyn mengambil pakaian yang tadi dia beli. Dia gunakan warna hitam kontras dengan warna kulitnya yang seputih susu.

 

“ Bodo amat belum dicuci juga,”  pikir Evellyn.

 

Dia buka label pakaian dan dia kenakan pakaian kurang bahan itu. Saat bercermin dia terperangah.

 

“Iihhhh malu banget,” batinnya saat melihat pantulan tubuhnya di cermin.

 

Dia menengok ke arah pintu, takut-takut Arkan masuk. Dia kembali masuk ke dalam kamar mandi dan menenangkan diri.

 

Ceklek. Pintu kamar terdengar terbuka.

 

Tok, tok,  tok. Pintu kamar mandi diketuk.

 

“Sebentar, Tuan.” Dengan memantapkan hati Evellyn membuka pintu dengan keadaanya yang hampir tanpa busana.

 

Ceklek....

 

Pintu kamar mandi terbuka, posisi Arkan berdiri membelakangi pintu kamar mandi. Dan Evellyn keluar melewati Arkan, tanpa sedikit pun Arkan menoleh padanya.

 

Saat Evellyn menoleh kebelakang Arkan telah masuk ke dalam kamar mandi.

 

“Aahhh zong.” Evellyn mengacak rambutnya. “Gagal rencana bikin dia terpana,” ucap Evellyn dalam hati. “Semangat Eve.  Masih ada hari esok,” Evellyn terus menyemangati dirinya.

 

Rencananya seratus persen gagal dan dia tak ingin menunggu Arkan didepan pintu kamar mandi dengan alasan ‘gengsi.

 

Evellyn langsung masuk pada bedcover yang sudah disiapkan didekat sofa. Karna Semalam tidur di sofa dia tak bisa bergerak, jadi dia menggelar bedcover agar leluasa.

 

Malam kian larut. Dua manusia berlainan kelamin dalam satu kamar itu pun sudah terbuai mimpi. Mereka terlelap.

 

Kamar berukuran besar dengan ranjang berada di tengah ruangan dan Ac distel dingin membuat tubuh Evellyn bergetar menahan dingin.

 

Walau pun tubuhnya menggigil dingin. Namun, keringat membanjiri tubuhnya.

 

Jika biasanya Evellyn tidur di atas ranjang dan menggunakan pakaian lengkap kali ini Evellyn hanya menggunakan pakaian kurang bahan dan berada di lantai yang hanya di alasi bedcover.

 

Dan yang membuatnya mengalami keadaan ini adalah dia menemukan foto kenangan bersama almarhum kedua orang tuanya tadi siang.

 

Eeemm, Eemm, Ayaahh, Ibuuu Evellyn menggoyang-goyangkan kepalanya.

 

“Heyyy, bangun... bangun....” Arkan menyibak selimut yang digunakan Evellyn karna Evellyn tak bangun juga setelah beberapa kali Arkan menggoyang lengannya.

 

Saat selimut disibak Arkan terbelalak melihat penampakan Evellyn.  Namun, belum sadar dari keterbelalakannya Evellyn berteriak dan memeluk Arkan dengan erat.

 

“Maafkan aku Ayah Ibu, hu uu uu.” Evellyn terus menangis tersedu dan semakin erat memeluk Arkan.

 

Arkan pun memeluk Evellyn mencoba memberikan rasa aman.

 

“Sudah jangan menangis, ‘kan ada aku di sini.” Arkan mengelus-elus punggung Evellyn yang terbuka.

 

Saat Arkan mengatakan kalimat itu Evellyn tersadar dari mimpinya.  Dia merenggangkan tubuhnya dari pelukan Arkan dan kembali pada posisi tidur  lalu menyelimuti tubuhnya.

 

“Acnya terlalu dingin Tuan,” ucap Evellyn memunggungi Arkan.

 

“Pakai jaket agar tidak dingin,” ucap Arkan.

 

“Aku terbiasa dengan pakaian seperti ini saat tidur, Tuan,” ucap Evellyn asal.

 

Arkan kembali keranjang extra king sizenya. Ranjang yang begitu kokoh, sekokoh lelaki yang menidurinya.

 

Arkan kembali melihat ke Arah Evellyn yang meringkuk di bawah sana.

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status