Jantung Moreau terasa karam ketika iris biru terangnya memperhatikan bahu kokoh Abihirt di meja makan. Pria itu sibuk dengan ponsel di tangan, yang segera dihentikan setelah mendeteksi, mungkin, derap kaki seseorang mendekat.
Wajah tampan Abihirt separuh berpaling, nyaris menghentikan Moreau dari satu keputusan begitu dekat. Namun, dia berusaha supaya terus melanjutkan. Ragu – ragu mengambil posisi duduk saling berhadapan, ya, persis mengurut pada satu kursi yang Emma tarik untuk menyambutnya. Belum ada percakapan. Hanya wanita paruh baya yang berpamitan pergi, sedangkan Abihirt memulai satu suapan dengan tenang. Moreau mengedarkan pandangan sambil menelan ludah kasar. Sebuah agenda makan malam tanpa Barbara adalah pengkhianatan kali kesekian. Dia tidak dapat memperhitungkan bagaimana wanita itu mungkin akan terlalu marah, tetapi ibunya tidak pernah tahu, menambahkan ironi lain yang harus dipelajari lebih serius. “Kau buru – buru meminta“Abi.” Kali itulah ... perlu menambahkan hal yang sama sekali tidak akan menjadi pilihan terbaik. Moreau seperti mendambakan momen percuma. Harus memahami lebih serius bahwa ayah sambungnya tidak mudah terdesak dalam situasi tertentu. Bahkan, tidak tersirat sedikitpun sentilan yang menjadi dampak dari reaksi pria itu. Moreau diam – diam mengembuskan napas ke udara. Cara terbaik supaya terlihat tidak dalam masa tekanan adalah berusaha berbaur. Kebetulan ... ketenangan mereka sedikit dipengaruhi oleh dering dari seluler genggam di atas nakas. Ponselnya. Moreau menoleh ingin tahu, tetapi dia mengalami krisis kesulitan. Akhirnya memutuskan untuk mengulur sebelah lengan, panjang – panjang menggapai benda yang masih menyala. Hanya pesan singkat dari ibunya meski memberi Moreau perasaan tak terduga. [Kau ke mana saja? Mengapa belum pulang?] “Ibumu?” Suara serak dan dalam Abihirt menambahkan setelah bisu yang cuku
“Aku mau pulang.” Moreau sudah tidak peduli bagaimana dia akan meninggikan suara, tetapi ... pada kenyataan selalu dipukul oleh segala bentuk jaminan dari ayah sambungnya. “Dengan pakaianmu yang seperti itu? Sebaiknya katakan kepada ibumu kalau kau bermalam di hotel.” Abihirt benar bahwa justru akan meninggalkan hal ganjil jika dia bersikeras pulang. Moreau sadar bagaimana nanti pelbagai macam pertanyaan tak terduga datang menyelimutinya. Sambil menunduk. Napas kasar Moreau segera berembus mengikuti kebutuhan menambahkan teks sebagai balasan singkat kepada Barbara. Dia menatap Abihirt tak pecaya, lalu memutuskan untuk berbaring membelakangi pria itu. Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Semua selesai. Mereka perlu tidur. Melanjutkan rutinitas di pagi hari, dan ketika pulang ke rumah; perlu bersikap baik – baik saja. Ya, semoga saja semudah memikirkan hal itu. Ironinya—rahasia di hari esok tidak memiliki jadwal rutin. Sesuatu
Abihirt menyerahkan perintah. Sangat jelas bahwa pria itu lebih mengerti situasi yang mereka hadapi. Moreau tidak mengatakan apa pun untuk membantah. Dia bahkan membuka pintu lainnya, meski tak mengerti mengapa justru ayah sambungnya yang mengambil tindakan pergi ke kamar mandi. Sesuatu dapat menjadi dampak tak terduga. Seharusnya Moreau tidak melupakan pakaian semalam masih tertinggal di sana. Dia berusaha memahami bahwa Abihirt ingin menghilangkan jejak, kemudian tangannya hati – hati menutup pintu balkon untuk menghindari neraka. Mengintip. Itu yang Moreau lakukan dari balik tirai panjang. Samar sekali dia menyaksikan tubuh jangkung Abihirt menyisir ke pintu utama kamar. Pemandangan nyaris begitu tanpa petunjuk langsung menyiratkan bagaimana Barbara menerobos ke dalam. Wanita tersebut terlihat sedang menahan amarah. “Mengapa lama sekali?” Selain itu, menambahkan nada bicara yang tidak biasa. Moreau rasa akan ada sedikit perdebatan, da
Bukan ide bagus jika melompat tanpa persiapan khusus. Moreau takut sekaligus khawatir terhadap apa yang akan terjadi kepadanya nanti. Dia menelan ludah kasar. Berjuang keras menahan debaran menyakitkan. Talu di jantungnya benar – benar melonjak brutal. Ini terlalu riskan. “Tidak ada siapa pun di balkon!” Seolah pernyataan tegas Abihirt ingin memberi Moreau siraman pengetahuan. Dia menoleh ke arah pintu. Tidak ada pilihan selain memanjat dan menghadapi segala bentuk kemungkinan paling dekat. Hitungan dari depan telah dimulai. Kelopak mata Moreau memejam kuat ketika belaian angin seperti berusaha merayu, tetapi tubuhnya terus terjatuh tanpa pernah tahu bentuk risiko—seperti apa, akan merenggut situasi di sana dan di mana dia benar - benar hampir tidak terselamatkan. Untunglah ketika membuka pintu—tidak ada siapa pun yang dapat ditemukan Barbara mengedarkan seluruh perhatian. Tidak ada jejak tersisa di mana pun saat dia melangkahkan kaki menyusuri
“Ya, Darling. Maafkan aku,” ucapnya sembari menyingkirkan sisa jarak supaya bisa menyentuh rahang kasar Abihirt. Tindakan Barbara selalu berakhir lebih berani ketika dia mengalungkan kedua lengan di leher pria itu, tersenyum, dan harus menengadah tinggi. “Kau tidak memikirkan sesuatu yang buruk, kan, Darling?” “Aku rasa kau yang justru berpikiran buruk.” Barbara mengakui itu. Salahnya mengambil kesimpulan terlalu cepat. Tetapi paling tidak, dia ingin Abihirt juga mengerti tentang suatu kekhawatiran instan. Ada reaksi murni yang sulit dikendalikan. Persis seperti tadi ... lewat awalan tidak tepat, sesuatu dalam benaknya meledakkan rasa takut. Barbara menggeleng samar, kemudian lurus – lurus menatap mata kelabu itu dengan debaran jantung sedikit lebih tenang. “Aku percaya kepadamu, Darling. Tapi, setelah ini mungkin ... aku akan langsung pergi ke kantor,” ucapnya nyaris setengah berbisik. Biarkan Abihirt memberi respons. Dia senang ketika pria tersebut mulai
“Aku dengar kau jatuh saat latihan.” Bukan pemandangan baru ketika Moreau harus menghadapi ibunya yang masuk ke dalam kamar tanpa peringatan. Barbara sudah menjulang tinggi, dilingkupi wajah masam saat menjatuhkan perhatian ke pergelangan kaki yang terbujur di atas ranjang. Rasanya membuat dia gugup mengatakan sesuatu, sehingga hanya mengangguk dan kemudian mendapat decakan kasar dari wanita itu. “Bagus. Jika kaki cedera seperti itu, bagaimana dengan tournamen-mu nanti? Bagaimana kau akan latihan dengan keadaan seperti ini?” Alih – alih menanyakan sisa kondisi yang sedang dihadapi. Moreau justru harus menahan napas terhadap pertanyaan Barbara. Dia pelan – pelan bergeser begitu wanita itu mengambil posisi duduk di pinggir ranjang. “Kenapa tidak hati – hati?” Kali ini, setidaknya suara Barbara terdengar lebih pelan. Moreau menatap wanita itu singkat, walau tak dimungkiri dia nyaris tak menemukan reaksi kekhawatiran, selain keinginan ibunya untuk benar – b
Tiba – tiba ranjang berderak. Moreau menyimpan keraguan di benaknya mengetahui Barbara beranjak bangun, seolah wanita itu ingin memberi ruang kepada Abihirt. Ada gestur dan isyarat tertentu, sehingga tubuh jangkung Abihirt segera berbungkuk untuk mengajukan ujung jari menyentuh pergelangan kaki yang terasa sakit. Moreau sedikit meringis. Nyaris menepis tangan ayah sambungnya, meski kemudian hanya mengetatkan cengkeraman di sana. Mata kelabu itu menatap serius, menyampaikan sesuatu dengan ambigu. Dia tidak bisa memahaminya tanpa pernyataan lebih rinci, tetapi keberadaan Barbara membuat kebutuhan mereka terdengar mustahil. “Aku akan pergi. Kau tidak keberatan ayahmu di sini?” Moreau menatap ibunya skeptis. Masih dalam balutan bluzer kantor. Dia sadar Barbara lebih dulu mendaratkan kaki demi mengetahui kondisi yang masih selalu sama. Setidaknya itu adalah bentuk kepedulian. Barangkali tidak seharusnya menahan wanita tersebut tetap di sini. Moreau mengangguk sama
Penanganan dokter memang merupakan pilihan paling tepat. Moreau merasa jauh lebih baik setelah pelbagai proses perawatan di pergelangan kakinya, walau satu hal nyaris menyemat sebagai pengecualian. Dia hampir menolak ketika dimintai untuk tidak melakukan aktivitas berat selama beberapa hari, yang akhirnya sedikit bisa dipatuhi, meski merasa tidak sabar supaya dapat kembali berseluncur dengan sepatu skate. “Ada kabar dari ibuku?” Pertanyaan Moreau menyerupai bisikan lambat, karena merasa posisi mereka terlalu dekat sekadar mengatakan sesuatu dengan lantang. Dia ingin tahu beberapa hal mengenai Barbara, mengingat wanita itu sempat tidak setuju setelah tahu Abihirt mengangkat tubuhnya masuk ke dalam mobil. Mereka harus menghadapi jeda, tidak cukup lama, dengan beberapa percakapan, yang menjadikan itu sebagai alasan mengapa Moreau di sini, memanjat di punggung ayah sambungnya ketika mereka sedang menunggu giliran. Resep dokter harus ditebus di apotek rumah sakit, tetapi pada akhirny
“Kau bisa lanjutkan apa yang ingin kau katakan, Mom,” ucap Moreau setelah tubuh Juan hilang dari pandangan. Dalam sekejap Barbara berdecih sinis, kemudian wanita itu berkata, “Aku takut kau tidak bersedia memanggilku dengan sebutan ‘mom’ lagi setelah mengetahui kebenaran ini.” “Kebenaran apa?” Moreau penasaran. Ironinya, kepuasan di mata Barbara meninggalkan rasa sakit yang dia tidak mengerti bagaimana itu terjadi. “Kau bukan putri kandungku. Aku tidak pernah mau mengandung dan juga tidak bisa mengandung. Abi mungkin sudah bicara denganmu kalau aku tidak hamil anaknya, bukan? Ya, itu benar. Pekerjaanku dulu mengharuskanku melakukan beberapa prosedur dan akibatnya ... menyebabkan masalah serius pada rahimku.” “Pekerjaan apa?” tanya Moreau tak percaya. Hampir tidak bisa memilah satu per satu informasi. Rasanya seperti duduk di kursi terapis. Cukup syok mengetahui kebenaran yang Barbara sembunyikan selama ini. “Sekarang aku yakin kau sudah mengerti. Menja
“Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Mengapa Abi harus membalaskan dendam? Apa motivasinya?” Moreau nyaris kehilangan kendali terhadap kebutuhan mempertahankan kestabilan suara. Tidak ingin Barbara menyadari rasa takut yang menyelinap seperti suatu aliran deras. Kali ini, dia menatap ibunya dengan tatapan menyelidik. “Dulu sekali, aku pernah menjalin hubungan bersama seorang pengusaha kaya. Jika kau memikirkan sesuatu yang buruk. Kau benar. Aku mantan simpanan ayahnya. Sama seperti dirimu selama ini. Hanya dijadikan seorang simpanan. Kau pikir Abi benar – benar serius denganmu? Jangan berharap banyak, Moreau. Kau tidak lebih dari seorang mainan.” “Biar kutebak, apa dia sering membawamu ke ruangan mengerikan itu? Melepas cambukan keras di tubuhmu?” Tulang punggung Moreau seperti mendapat kejutan listrik. Ketegangan itu tidak bisa dijelaskan. Bagaimana Barbara bisa menebak dengan tepat? Sekarang apa yang bisa dia katakan? Pada kenyataannya, itu memang benar. Mun
“Yakin catatan-mu sudah lengkap?”Moreau segera menoleh ke arah satu titik di sana ketika Juan bicara nyaris menyerupai gugumaman kecil. Perhatian pria itu terpaku serius pada secarik kertas berisi daftar barang belanjaan. Kali ini, dia sedang tidak diliputi minat melakukan perjalanan. Enggan bertemu banyak orang. Sehingga meminta bantuan Juan dan kebetulan pria itu tidak keberatan melakukan apa pun yang diinginkannya.Sesuatu segera menyelinap di benak Moreau saat iris biru terangnya mendapati Juan akan segera melangkah ke luar dapur. Dia langsung menghentikan kegiatan memotong apel.“Jangan lupa, belikan juga susu untuk wanita hamil.”Moreau sedikit terkekeh saat Juan segera menoleh tajam, kemudian berakhir dengan memutar mata malas.“Jadi, apakah masih ada yang tertinggal?” pria itu bertanya lagi. Sesaat, Moreau mengedarkan pandangan ke sekitar dapur. Tidak ada petunjuk yang bisa dia temukan. Sepertinya semua sudah lengkap.“Ya. Sekarang kau bisa perg
“Sudah ada Juan. Kami bisa saling melindungi. Kau tidak perlu khawatir. Sekarang pergilah. Bukankah kau akan sibuk dengan urusan perceraian-mu?”“Pengacara-ku akan mengurus semuanya.”“Tidak, Abi. Kau tidak bisa di sini,” bantah Moreau tegas. Hanya akan berakhir dengan perkara besar, jika pria itu tidak berusaha memahami kondisi di sekitar. Abihirt sudah menyaksikan sendiri bagaimana begitu banyak mata yang bertentangan terhadap hubungan mereka. Hubungan terlarang ... secara terang – terangan dijadikan sebuah tontonan oleh satu orang. Pria itu bisa menilai sendiri bagaimana hasilnya.“Pergilah, Abi. Aku dan Juan akan baik – baik saja di sini.”Lagi. Moreau tak bisa menunggu lebih lama sekadar menyaksikan sikap Abihirt yang tampak begitu enggan. Ego terus melarangnnya mempersilakan pria itu di sini. Tetap terasa jauh lebih adil jika Abihirt memang melangkahkan kaki pergi.“Mengertilah ....”Kali ini, Moreau bisa mendengar sendiri betapa suaranya begitu ge
“Kau lagi!”Suara Juan menggantung di ujung tenggorokan. Pria itu dalam sekejap tersulut amarah. Semua tampak begitu jelas ketika Juan melebarkan langkah ke arah Abihirt diliputi gestur ingin melayangkan pukulan mentah.Bugh!Sebaliknya pria itu mendapat hujaman luar biasa keras dari kepalan tangan Abihirt. Sial. Juan berdarah dalam sekejap.“Astaga, Abi! Apa yang kau lakukan?”Moreau segera bersimpuh. Ingin melihat langsung bagaimana kondisi Juan setelah pria itu terjerembab jatuh ke atas lantai. Dia meringis ketika Juan mengaduh kesakitan. Makhluk yang malang. Moreau menipiskan bibir, merasakan sangat ingin melimpahkan semua kesalahan kepada Abihirt. Dia mendelik pria itu tajam, lalu berkata, “Kau tidak seharusnya memukul Juan sampai seperti ini, Abi!”“Aku tidak bermaksud. Hanya kelepasan.”Abihirt seperti memutar kembali kalimat yang dia katakan mengenai situasi Juan kemarin. Persetan dengan pria itu. Moreau tidak mengatakan apa pun lagi, selain
“Di sini sudah tidak aman, Moreau. Kau bisa tinggal di kediamanku selama yang kau mau.” Suara serak dan dalam pria itu terdengar persis setelah melewati ambang pintu kamar mandi. Sebelah alis Moreau terangkat tinggi sebagai respons pertama, kemudian bertanya, “Tinggal di kediamanmu? Bagaimana dengan ibuku?” “Aku menceraikannya.” “Menceraikannya? Bukankah kalian sepakat menghancurkan karier-ku?” “Aku tidak tahu kalau dia akan menyebarkan bukti perselingkuhan yang diambil dari kamarmu. Tapi satu hal harus kau tahu. Program itu khusus kubuat untuk mendiang ibuku. Aku bahkan belum tiba di sana sekadar mengetahui apakah acara yang kubuat berjalan dengan baik atau tidak. Ibumu melakukan sabotase, supaya aku tidak hadir tepat waktu dan dia bisa menyebarkan kebohongan. Kau tak seharusnya percaya apa yang dikatakan ibumu. Wanita licik itu berusaha merusak hubungan kita.” Hubungan kita .... Moreau menggarisbawahi pernyataan terakhir ayah sambungnya. Tidak a
Tersisa mereka berdua. Moreau menelan ludah kasar menyadari bagaimana Abihirt seperti memperhatikan wajahnya begitu lamat. Tidak ada peringatan, pria itu segera melangkahkan kaki menuju kamar, bahkan menjatuhkan tubuh Moreau sangat hati – hati untuk duduk di pinggir ranjang. Sekarang, Abihirt bersimpuh diliputi kebutuhan menerawang ke penjuru kamar. Moreau mengernyit. Sedikit heran menyadari ayah sambungnya seperti mendapat sesuatu, kemudian pria itu berjalan ke arah nakas—mengambil sebuah benda asing; bukan kepunyaan Moreau, apalagi Juan. “Kamera kecil.” Suara serak dan dalam Abihirt seperti bergumam. Itu jelas membuat Moreau berpikir lamat. Samuel mendesak supaya dia menuntun pria tersebut menuju kamar. Apakah mungkin? “Kurasa, dia ingin mengirimkan bukti rekaman kepada ibumu.” Sepertinya, metode analisis Abihirt bekerja lebih cepat. Moreau mengakui itu terdengar masuk akal. Hanya merasa tak yakin mengapa ibunya melakukan hal demikian. “Boneka
“Kau sangat suka saat Abi menyentuhmu. Mengapa di sini kau malah menolakku, Pelacur Kecil?” Ambisi di balik suara Samuel tak bohong. Moreau bisa mendeteksi bagaimana pria itu seperti memiliki rencana lain ketika gagal melakukan apa pun, mengingat dia masih sangat melakukan penyangkalan penuh. Sorot mata di sana seakan sedang mencari situasi terbaik. Napas menggebu – gebu dan dorongan tak terduga merupakan bagian perhatian Moreau yang tak bisa dia lepaskan terhadap pria itu. Samuel mulai terlihat kalap usai satu tendangan kasar darinya membuat pria tersebut mundur beberapa langkah. “Pelacur kecil sialan!” Tidak ada petunjuk ketika akhirnya Samuel mengambil tindakan untuk meletakkan cengekraman di batang leher Moreau. Pria itu benar – benar melakukan suatu prospek mencekik yang luar biasa mencecoki jalan napas di rongga dada. Moreau berusaha memukuli lengan pria itu. Dia mulai tersedak. Mungkin akan segera kehilangan kesadaran jika Samuel masih dengan k
Barbara tidak bisa terus – terusan berada di sini. Bagaimanapun, dia harus bisa mencari cara melarikan diri. Ada keuntungan memberi tahu Samuel untuk melakukan apa pun yang pria itu mau kepada Moreau. Sekarang, Abihirt mungkin tidak akan memiliki waktu lebih banyak; tidak akan sampai di sana tepat sebelum Samuel menjalankan aksi kejam. Suaminya akan menyaksikan sendiri bagaimana pelacur kecil pria itu tidak selamat. Lihat saja .... *** “Lepaskan tanganmu. Aku tidak mengizinkanmu berbuat hal buruk di sini!” ucap Moreau memberontak hebat. Nyaris tidak memikirkan keberadaan pisau dapur, yang dia tahu bisa menjadi bahaya mengancam. Samuel bisa saja mengambil keputusan lebih menyakitkan ketika keinginan pria itu tidak tercapai. Samuel melakukan seks lebih sering bersama Barbara. Apakah pria itu tidak puas? Moreau mungkin tidak begitu tahu tentang hubungan keduanya. Dia hanya .... Menyadari keberadaan Samuel jelas bukan kebetulan semata. Apakah Barbara dalan