Pelbagai bahan masakan mentah telah memenuhi seisi meja dapur. Ada yang terlewatkan dan dia masih belum menemukan petunjuk paling dekat.
“Ada acara apa, Bibi?” Kali ini Moreau mengajukan pertanyaan, setidaknya untuk menyirami rasa ingin tahu yang tertahan di ambang batas. Tidak biasanya. Seperti terlalu mendadak dan dia harus menaruh perhatian pada apa pun yang terlihat di hadapan mereka. “Ibumu bilang dia ingin mengadakan pesta barbeku. Jadi, ini yang kami kerjakan. Nanti malam kita akan makan besar.” Itu terdengar menyenangkan. Moreau secara naluriah melebarkan senyum. Dengan sikap murni pula dia mencoba sekadar melihat ke dalam isi plastik belanjaan; apakah Barbara melupakan bagian kesukaannya atau tidak. Iga. Dia menyukai iga dan ternderloin. Tetapi bahkan semua melampaui lengkap. Sesuatu yang tidak Moreau pikirkan, turut menjadi pilihan untuk pesta bakar – bakar. “Aku tidak tahu kalau ibuku suka ikan dan ayam saat barbeku,” ucapnya, sembari menyin“Kau sudah menunggunya sejak tadi. Ini punyamu, Gadis Manis.” Kerlingan Roger setidaknya membuat Moreau tidak dapat menahan diri dari ledakan tawa. Pria tersebut sejak tadi sibuk di hadapan alat pemanggang, berbau asap, menemani Abihirt yang tidak banyak bicara, tetapi itulah cara mereka berbaur; supaya tidak meninggalkan kesan mencurigakan, maka Barbara bisa dengan santai melakukan percakapan bersama Gloriya di teras rumah. Para wanita menyiapkan bumbu—sekarang waktu beristirahat. Seharusnya hal serupa Moreau lakukan. Namun, dia memutuskan untuk terlibat dengan kegiatan paling menyibukkan, seperti saat ini memegang nampan berisi tiga piring dengan beberapa potong daging yang telah matang, dan sisanya berdasarkan permintaan Gloriya dan Barbara. “Terima kasih, Chef Roger. Kau ramah sekali malam ini.” Dia menambahkan sambil menyiapkan langkah meninggalkan dua pria dewasa di sana. Tidak ada niat menyindir Abihirt. Kata – kata demikian terucap begitu saja dan juga tak
Masih dengan kebutuhan mengunyah, menikmati pelbagai sentuhan yang meledak. Moreau mengedarkan pandangan untuk menelusuri ke setiap sudut tempat. Percakapan antara Barbara dan Gloriya tampaknya tidak akan segera selesai. Dia tidak cukup tertarik sekadar mencari tahu, segera memindahkan perhatian pada sebentuk tubuh Abihirt di sana. Pria itu tidak lagi berada di depan alat pemanggang. Kali ini terlalu sibuk memberi Chicao butiran pakan. Anjing peliharaan tersebut tampak menikmati, sementara tuan-nya seperti tidak menaruh minat pada makan malam sendiri. Kepulan asap sulur – sulur tampak bertabrakan di puncak udara. Masih panas, barangkali Abihirt menunggu supaya bisa menikmati ikan dan ayam panggang dengan tenang. Ntahlah, mungkin asumsi demikian tidak cukup tepat. Ada Froy yang perlu mereka pikirkan. Kenyataan bahwa pria itu berpamitan pergi—sebentar, menjadi sesuatu ... secara tidak langsung mengambang ganjil. Gloriya hanya mengatakan Froy harus menemui Lewi untuk satu
Sungguh tidak ada apa pun lagi yang Moreau pikirkan setelah tangannya meraih gelas kosong. Sedikit berubah pikiran tentang keinginan menengguk air hangat. Dia butuh cairan yang akan mengetat sampai ke tenggorokan demi mengisi ketegangan yang terjadi di halaman depan. Hanya perlu menumpahkan air separuh, kemudian menambahkan balok es ke dalam. Seperti ini akan terasa jauh lebih singkat. Sesekali, dengan rasa penasaran meledak bergantian, Moreau memastikan telapak tangannya menyentuh pintu lemari pendingin. Gloriya membiarkan sisa daging mentah sebagai candangan untuk hari berikutnya. Barangkali wanita itu berencana membuat sesuatu menggunakan bahan yang sama. Dia mungkin harus melibatkan diri. Satu tengukan terasa membanjiri rongga mulut diliputi badai hujan. Tidak kalah penting dari membiarkan dirinya diguyur habis oleh rintik – rintik berjantuhan, tetapi itu belum terjadi; tidak akan terjadi ... andai memiliki niat murni demikian. Moreau memilih duduk ketika mul
Moreau tanpa sadar menipiskan bibir menghadapi pernyataan Froy yang panjang dan bagaimana pria itu mengakhirinya dengan gantung. Dia tidak berpikir ada relativitas, jika sedang berada di posisi untuk menduga – duga. Tuduhan Froy mungkin memang benar, tetapi mengapa pria itu justru tampak memahami suatu hal yang sedang dan tidak disembunyikan? Apakah karena Froy juga terbiasa melakukan hal demikian? Sekarang Moreau ikut penasaran, walau dia bisa menebak dengan tepat. “Kau bicara seakan – akan kau tahu saat seseorang sedang berselingkuh atau tidak. Jangan – jangan karena kau terlalu berpengalaman, sehingga tidak sulit bagimu menyimpulkan hal konyol seperti itu? Abi ayah tiriku, dan kami tidak mungkin memiliki hubungan selain pernikahan ibuku yang menyatukan.” “Kenapa, Froy?” “Apa urusannya denganmu?” “Sudah kubilang, kita sudah tidak memiliki hubungan. Mengapa kau berusaha keras bersikap sebagai mantan yang baik? Atau karena saat kita berpacaran ... kau tidak pern
"Lepas, Froy. Aghh—”Moreau meringis sakit. Froy sengaja meninggalkan bekas gigitan kasar, terlalu dalam mungkin, hingga teriakannya menjadi tercekat. Menangis juga menjadi hal percuma. Dia tidak akan menunjukkan kelemahan di sini, di hadapan pria yang seperti kerasukan. Wajah Moreau segera berpaling ke samping ketika Froy berniat ingin mencium bibirnya. “Lepas!” Dia mendesis masih menghadapi tekad memberontak, walalu pria itu terlalu tahu cara melumpuhkan lawan. Tenaga mereka tidak sebanding dan bahkan karena Froy mengunci pergerakan kaki—Moreau tak bisa menyerang dari arah mana pun. Dia berharap seseorang datang membantunya. Berharap seseorang akan datang memberi bajingan kurang ajar saat ini, di sini, suatu pelajaran instan. Berharap semua muncul dan dapat menjadi pertimbangan besar. Froy sudah melewati batas ambisi tidak pasti. Terlalu berani. Gila. Namun, tidak cukup waras untuk segera sadar. Tindakannya bukan satu dari sekian cara menjadi lebih baik. Benar – ben
Cukup tak akan pernah menjadi cukup, karena Moreau telah menyaksikan sendiri bagaimana Abihirt telah kehilangan kendali. Dia tidak akan pernah sanggup menghentikan pria itu dari segenap cara berusaha menjadi penegah. Ayah sambungnya tetap konsen pada amarah, seolah hal tersebut adalah pengerat, dan akan menjadi perasaan menyakitkan ketika mencoba terbebas terhadap suatu desakan ketat. Hanya perlu sedikit bersyukur bahwa Roger datang tepat waktu bersama yang lainnya. Moreau tidak tahu lagi bagaimana dia akan memikirkan reaksi Barbara. Semua tampak kacau, sedikit mengerikan saat butuh usaha besar bagi Roger memisahkan Abihirt yang membabi buta. Memang ... setidaknya pria itu berhasil, tetapi ada penggambaran serius—tak terbaca—saat napas Abihirt menggebu; tidak dapat dihindari, seperti pendulum yang ditahan terlalu lama, dan berikutnya Roger harus menawarkan bantuan kepada Froy supaya segala rias kekacauan di wajah—yang nyaris kehilangan akal, dapat dibagi menjadi beberapa
“Mengapa Froy ingin menyentuh Moreau aku tidak bisa memahaminya. Tapi, bukankah kau bisa bicarakan ini baik – baik? Sebaliknya malah melakukan tindakan kasar seperti tadi. Bagaimanapun, Froy adalah keponakanmu.” “Aku sudah cukup memberinya ampun ketika dia berbuat kekacauan tadi pagi. Bukan berarti akan diam sampai dia melakukan hal tidak wajar. Justru karena Froy keponakanku, aku merasa harus memberinya pelajaran yang setimpal. Mengapa kau tidak tanyakan langsung kepadanya apa yang dia pikirkan dengan berusaha menyentuh Moreau?” Ketegangan di wajah Gloriya tidak akan bisa disangkakan lagi. Moreau tahu betapa wanita itu terkejut, barangkali masih berusaha menolak untuk percaya. Mungkin, di matanya Froy terlalu baik sehingga kesalahan sekecil apa pun, nyaris tidak pernah masuk ke dalam daftar peristiwa yang akan mereka hadapi. Atau, wanita itu jauh lebih didesak oleh satu kenyataan bahwa; kali pertama Abihirt berbicara panjang, seakan ingin benar – benar meledak andai ...
"Kita sudah membuat jadwal untuk berada di sini selama seminggu, Darling. Tidak bisa diubah begitu saja.” Sampai di kamar, Barbara segera menutup pintu menghadapi perasaan di mana dia tidak bersedia meninggalkan pedesaan lebih awal. Menunggu sekian hari terakhir untuk berada di sini sebagai kejutan. Ada hal yang telah direncanakan dan tak ingin menggagalkannya hanya karena kekacauan; tentang krisis kepercayaan Froy, maupun beberapa hal baru yang mengejutkan. Ya, setidaknya sedikit kesal karena Moreau berani membantah sesuatu yang telah menjadi keputusan usang. “Darling, aku bicara kepadamu.” Barbara menarik napas kasar selama menyaksikan bahu Abihirt tenggelam di balik pintu kamar mandi. Peringatan darurat di puncak kepalanya sedang menyala – nyala. Dia tak akan bisa menahan diri untuk tidak menyusul, meski sedikit tertahan ketika mendengar suara air keran menyerbu deras. Abihirt jelas sedang menyingkirkan bekas darah mengering di punggung tangannya. Mata Ba
“Kau lagi!”Suara Juan menggantung di ujung tenggorokan. Pria itu dalam sekejap tersulut amarah. Semua tampak begitu jelas ketika Juan melebarkan langkah ke arah Abihirt diliputi gestur ingin melayangkan pukulan mentah.Bugh!Sebaliknya pria itu mendapat hujaman luar biasa keras dari kepalan tangan Abihirt. Sial. Juan berdarah dalam sekejap.“Astaga, Abi! Apa yang kau lakukan?”Moreau segera bersimpuh. Ingin melihat langsung bagaimana kondisi Juan setelah pria itu terjerembab jatuh ke atas lantai. Dia meringis ketika Juan mengaduh kesakitan. Makhluk yang malang. Moreau menipiskan bibir, merasakan sangat ingin melimpahkan semua kesalahan kepada Abihirt. Dia mendelik pria itu tajam, lalu berkata, “Kau tidak seharusnya memukul Juan sampai seperti ini, Abi!”“Aku tidak bermaksud. Hanya kelepasan.”Abihirt seperti memutar kembali kalimat yang dia katakan mengenai situasi Juan kemarin. Persetan dengan pria itu. Moreau tidak mengatakan apa pun lagi, selain
“Di sini sudah tidak aman, Moreau. Kau bisa tinggal di kediamanku selama yang kau mau.” Suara serak dan dalam pria itu terdengar persis setelah melewati ambang pintu kamar mandi. Sebelah alis Moreau terangkat tinggi sebagai respons pertama, kemudian bertanya, “Tinggal di kediamanmu? Bagaimana dengan ibuku?” “Aku menceraikannya.” “Menceraikannya? Bukankah kalian sepakat menghancurkan karier-ku?” “Aku tidak tahu kalau dia akan menyebarkan bukti perselingkuhan yang diambil dari kamarmu. Tapi satu hal harus kau tahu. Program itu khusus kubuat untuk mendiang ibuku. Aku bahkan belum tiba di sana sekadar mengetahui apakah acara yang kubuat berjalan dengan baik atau tidak. Ibumu melakukan sabotase, supaya aku tidak hadir tepat waktu dan dia bisa menyebarkan kebohongan. Kau tak seharusnya percaya apa yang dikatakan ibumu. Wanita licik itu berusaha merusak hubungan kita.” Hubungan kita .... Moreau menggarisbawahi pernyataan terakhir ayah sambungnya. Tidak a
Tersisa mereka berdua. Moreau menelan ludah kasar menyadari bagaimana Abihirt seperti memperhatikan wajahnya begitu lamat. Tidak ada peringatan, pria itu segera melangkahkan kaki menuju kamar, bahkan menjatuhkan tubuh Moreau sangat hati – hati untuk duduk di pinggir ranjang. Sekarang, Abihirt bersimpuh diliputi kebutuhan menerawang ke penjuru kamar. Moreau mengernyit. Sedikit heran menyadari ayah sambungnya seperti mendapat sesuatu, kemudian pria itu berjalan ke arah nakas—mengambil sebuah benda asing; bukan kepunyaan Moreau, apalagi Juan. “Kamera kecil.” Suara serak dan dalam Abihirt seperti bergumam. Itu jelas membuat Moreau berpikir lamat. Samuel mendesak supaya dia menuntun pria tersebut menuju kamar. Apakah mungkin? “Kurasa, dia ingin mengirimkan bukti rekaman kepada ibumu.” Sepertinya, metode analisis Abihirt bekerja lebih cepat. Moreau mengakui itu terdengar masuk akal. Hanya merasa tak yakin mengapa ibunya melakukan hal demikian. “Boneka
“Kau sangat suka saat Abi menyentuhmu. Mengapa di sini kau malah menolakku, Pelacur Kecil?” Ambisi di balik suara Samuel tak bohong. Moreau bisa mendeteksi bagaimana pria itu seperti memiliki rencana lain ketika gagal melakukan apa pun, mengingat dia masih sangat melakukan penyangkalan penuh. Sorot mata di sana seakan sedang mencari situasi terbaik. Napas menggebu – gebu dan dorongan tak terduga merupakan bagian perhatian Moreau yang tak bisa dia lepaskan terhadap pria itu. Samuel mulai terlihat kalap usai satu tendangan kasar darinya membuat pria tersebut mundur beberapa langkah. “Pelacur kecil sialan!” Tidak ada petunjuk ketika akhirnya Samuel mengambil tindakan untuk meletakkan cengekraman di batang leher Moreau. Pria itu benar – benar melakukan suatu prospek mencekik yang luar biasa mencecoki jalan napas di rongga dada. Moreau berusaha memukuli lengan pria itu. Dia mulai tersedak. Mungkin akan segera kehilangan kesadaran jika Samuel masih dengan k
Barbara tidak bisa terus – terusan berada di sini. Bagaimanapun, dia harus bisa mencari cara melarikan diri. Ada keuntungan memberi tahu Samuel untuk melakukan apa pun yang pria itu mau kepada Moreau. Sekarang, Abihirt mungkin tidak akan memiliki waktu lebih banyak; tidak akan sampai di sana tepat sebelum Samuel menjalankan aksi kejam. Suaminya akan menyaksikan sendiri bagaimana pelacur kecil pria itu tidak selamat. Lihat saja .... *** “Lepaskan tanganmu. Aku tidak mengizinkanmu berbuat hal buruk di sini!” ucap Moreau memberontak hebat. Nyaris tidak memikirkan keberadaan pisau dapur, yang dia tahu bisa menjadi bahaya mengancam. Samuel bisa saja mengambil keputusan lebih menyakitkan ketika keinginan pria itu tidak tercapai. Samuel melakukan seks lebih sering bersama Barbara. Apakah pria itu tidak puas? Moreau mungkin tidak begitu tahu tentang hubungan keduanya. Dia hanya .... Menyadari keberadaan Samuel jelas bukan kebetulan semata. Apakah Barbara dalan
Mendadak, sisa napas di kerongkongan Barbara menyempit. Dia meringis kesakitan, sementara urat – urat tangan Abihirt mencuak sangat mengerikan, seolah pria itu sudah tidak peduli apa pun, selain kebutuhan mencekiknya dengan kuat. “Kau bisa katakan semua yang kau inginkan di neraka.” Tiba – tiba segerombolan udara menyergap nyaris menyerbuk rongga dada Barbara. Dia terbatuk keras, tetapi belum sepenuhnya memahami situasi di sekitar ... tangan kasar Abihirt, yang menjambak di rambutnya segera mengambil andil. Abihirt seperti memiliki rencana lain; tidak peduli bagaimana pria itu menyeret langkah mereka ke ruang lainnya, sementara Barbara harus menahan rasa sakit dan mati – matian menyeimbangkan porsi perjalanan menuju tempat—mungkin lebih mengerikan. Suara Barbara menyerupai cicit ketika dia diseret jatuh terjerembab, hingga berhenti persis di depan dinding dengan sebuah figura besar sedang tergantung di sana. Pelbagai pemikiran di benak Barbara menyiratkan ba
“Aku akan masuk. Kau janji tidak akan lama?” tanya Moreau. Terlalu lama berdiam diri di dalam mobil bukan prospek bagus. Mereka memang tiba sesaat setelah Juan mengajukan pertanyaan. “Aku janji tidak akan lama. Hanya mengambil beberapa pakaian dan keperluanku saja.” Benar. Moreau meminta Juan untuk menginap lagi. Menemaninya sampai merasa lebih baik dan bisa melakukan segala aktifitas sendiri. Mobil yang Barbara katakan sudah siap dari proses perbaikan ... memang sudah di kirim ke rumah ini. Hanya saja, dia sudah terbiasa bersama Juan yang selalu menyetir. “Kalau begitu hati – hati di jalan. Jangan ngebut, kau mengerti?” “Ya, Amiga. Tidak perlu khawatir.” Moreau tersenyum tipis, kemudian memutuskan untuk membuka sabuk pengaman. Dia melambaikan tangan setelah menginjakkan kaki di halaman depan rumah. Menunggu sampai mobil Juan hilang dari tikungan, baru melanjutkan langkah membuka pintu yang tampak sedikit ... aneh. Kening Moreau mengernyit, mengingat betul bahwa pintu rumah
“Jadi kau sudah tahu?” Suara serak dan dalam Abihirt persis begitu dekat. Lagi – lagi Barbara menelan ludah kasar, bahkan segera tersentak saat ruang untuk beranjak mundur telah habis dibatasi dinding kamar. Napas Barbara segera tercekat diliputi tangan kasar Abihirt yang mencekiknya dengan hebat. Pria itu kalap. Hampir tidak pernah ada tindakan mengerikan seperti ini, dan Barbara tidak bisa melakukan apa pun ... selain berharap Abihirt akan segera sadar. “Aku yakin kau juga sudah tahu kalau keputusan untuk menikahimu hanyalah ajang pembalasan dendam. Sekarang kau akan merasakan semua akibat dari perbuatanmu di masa lalu.” Di mata kelabu itu, sungguh tidak ada ampun. Barbara bisa melihat dengan sangat jelas bahwa Abihirt luar biasa membencinya. Ternyata begitu banyak topeng penyelematan, meski saat ini ... semua akan diselesaikan hingga tuntas. Barbara memejam sebentar. Cengkeraman Abihirt masih cukup memberinya kesempatan bicara. Dia mati – matian mengumpulkan hasrat untuk
Ujung tenggorokan Barbara seakan tercekat membayangkan pernikahan ini adalah ajang balas dendam. Dia tidak sedang mengenakan kostum penyesalan. Apa yang terjadi 20 tahun lalu adalah murni atas ketertarikan seseorang terhadap seseorang lainnya. Dia memang ... tahu bahwa Soares Villur Alcaraz telah memiliki istri. Begitu pula dengan mendiang suaminya, Jeremias Riveri. Namun, kematian Vanesia adalah gambaran tidak terpikirkan. Dia merasa .... ketika Soares akan memilihnya, itu merupakan bentuk keajaiban yang pantas. Mereka sempat merencanakan pernikahan setelah kematian Vanesia, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Rasa bosan ... hal tersebut dapat dipahami. Lagi pula, bersama Soares, Barbara sudah mendapat apa yang dia inginkan. Kemudian, dia mulai mengejar Jeremias. Semua terjadi seperti itu. Abihirt .... Barbara tidak bisa diam begitu saja. Perhatiannya mengedar ke pelbagai arah. Dia sebaiknya menggeledah supaya menemukan petunjuk lebih banyak.