Albert membawa Mino ke rumah sakit terdekat. Dia dan Irene sedang menunggu di ruang tunggu Unit Gawat Darurat. Sesekali ia melirik Irene yang tampak menggila. Bukankah itu hanya akting sakit yang payah? Tapi tampaknya Irene tidak berpikir demikian. Mereka seharusnya bisa langsung masuk, tapi tampaknya Mino punya pemikirannya sendiri sehingga meminta agar Albert dan Irene tidak perlu menemani di dalam. Sehingga, mereka berdua mau tidak mau menunggu di luar. Albert mendekati Irene, "Hey, tak perlu cemㅡ" dia menatap datar pada sosok perempuan yang kini tengah menjedotkan keningnya ke tembok rumah sakit beberapa kali. "Are you alright? Mino tidak separah itu, dia sedang dalam masa penyembuhan dan seharusnya ituㅡ""Bodoh, bodoh, bodoh! Aku seorang dokter kenapa aku harus membawa Mino sampai pergi ke rumah sakit." Gumaman itu terdengar oleh Albert, dan pria itu mau tidak mau terbahak. "Hey, kau bukan dewaㅡada spesialisasi ortopedi." Yang berarti, Mino akan baik-baik saja bahkan tanpa 'bant
Pagi ini Washington DC direndungi hujan gerimis. Awan terlihat mendung, banyak pengguna transportasi umum yang mengeluh, dan sebagian memutuskan untuk berdiam diri di rumah dengan dalih turunnya hujan membuat nyaman. Akan tetapi, tampaknya berbeda dengan sebuah mobil Audi R8 hitam yang meluncur membelah perjalanan kota. Seorang pria keluar dari kursi samping pengemudi. Bergegas membuka pintu belakang, disusul dengan seorang pria mengenakan jas hitam dengan lencana elang yang menempel di sisi dada kiriㅡpria itu dengan segera mengambil kursi roda yang terlipat rapi di bagasi, membukannya, dan ikut membantu seseorang di dalam sana. Tak beberapa lama kemudian, pria yang sejak awal membuka pintu mobil, mengulurkan tangannya untuk membantu sosok lain yang hendak keluar dari mobil."Thanks, Albert." Albert Ventagio, sekretaris pribadi sekaligus sahabat Mino, tersenyum ramah mendengar ucapan tersebut. Pria itu mengangguk, "Pleasure, my lady.""I think you got the wrong lady, Albert." ada de
PR yang dikeluarkan oleh Next In Company adalah berupa sebuah surat yang telah disalin digital agar bisa disebar di beberapa sosial media perusahaan, berisikan perihal akan melakukan tindakan legal kuasa hukum agar tidak lagi ada komentar dengan ujaran kebencian yang berlebihan. Foto ini kemudian menjadi perbincangan banyak orang. Terutama ketika akun pribadi Albert Ventagio langsung melakukan like dan mengomentari postingan tersebut. Albertventagio: Good Luck. Entah komentar ini ditunjukan kepada siapa. Yang jelas nitizen meyakini jika Albert, yang diketahui sebagai sekretaris perusahaan Next In, sedang menyindir orang-orang yang telah melakukan hate comment. Dibawah balasan Albert, ada dekitar 450 balasan dari nitizen yang menyatakan dukungan mereka, dan menyetujui tindakan menyindir tersebur. Tak lama kemudian, dunia media sosial kembali digemparkan dengan isu seorang selebriti yang sedang memakai narkobaㅡkasus nya saat ini sedang ditangani oleh pihak kepolisian. Sontak saja ha
Kerena pernikahan Irene dan Mino tidak dipublikasikan secara langsung, tidak banyak orang yang mengetahui pernikahan mereka. Sehingga, bukan salah rumah sakit ketika membutuhkan dokter Irene sebagai dokter jaga di sana. Perempuan itu dengan cekatan membenahi barang-barang yang dibutuhkan. Melirik Mino yang masih sibuk dengan laptop. "Aku pergi dulu." "Tunggu sebentar." Mino melepaskan kacamata anti-radiasi yang ia gunakan. Berjalan menuju istrinya seraya merogoh saku celana belakang. Ia keluarkan dompet hitamnya, dan mengeluarkan kartu gold. "Ini, gunakanㅡuntukmu.""Tapiㅡ""I'm your legal husband right now. Which mean all your need are my responsibility." Irene tidak segan mengambil kartu emas tersebut dan memasukannya ke dalam tas dengan asal, "Baiklah akuㅡ""Sebelum pergi, ayo biasakan berciuman dan berpelukan?" Wajah Irene telak merah. Perempuan itu dengan segera mendekat. Berjinjit dan mengecup pelan bibir Mino, sebelum membiarkan pria itu memeluknya dengan erat. "Alright, ha
Ketika nelihat Lee menyanggupi permintaannya, perempuan dengan rambut hitam panjang ini tersenyum lega. "Terima kasih," setelah itu Irene kembali menuju ruangannya. Namun, siapa yang menyangka ditengah jalan, dia bertemu dengan Clara. Perempuan dengaj rambut ikal itu sedang bersandar pada tembok rumah sakit seraya memegang rokok. Langkah Irene terhenti sejenak, "Kamu," Irene tidak tahu siapa nama perempuan di depannya ini, "Mohon maaf, tapi ini adalah rumah sakit, tidak bisakah merokok di sebelah sana?" ujarnya seraya menunjuk pada sebuah tempat dengan tulisan Smoking Area. Clara tidak bergeming. Wanita itu terdiam seraya menyesap perlahan rokoknya. Ia bukanlah perokok aktif, hanya saja situasinya sekarang ini membuat ia frustrasi setengah mati. Diliriknya sinis perempuam di hadapannya, "Apakah kau puas?" Irene mengangkat sebelah alis, "Puas?" Menggelengkapan kepala, "Apa maksud mu?" sambungnya. Mengeluarkan asap dari mulut, Clara terkekeh kecil, "Pergilah sejauh mungkin." Clara t
Hari cerah di Washington DC. Louis Mino Dendanious, sedang bersantai seraya menonton televisi chanel bisnis. Dia mengamati sejenak perkembangan bisnis ekspor dan impor produk Amerika ke luar negeri sebagai salah satu acuan inovasi bisnis ke depan. Ditangannya terdapat teh hangat yang masih mengepul, ia seruput diam-diam seraya melirik ke arah samping; Irene sedang meletakan kepalanya di bahu Mino. Mereka terdiam, menikmati saat-saat kehingan namun juga begitu harmonis bagi dua orang. "You're so clingy." Entah apakah itu sebuah pernyataan atau sebuah ejekan, Irene hanya merespon dengan dengusan kecil. Wanita itu merangkul lengan Mino, mendongak kan kepala hingga bibirnya menyentuh kulit, mencium rahang Mino dengan penuh keintiman. "You don't like it?"Mino memberikan jawaban dengan sebelah alis yang terangkat. "What do you mean? Kau seperti bukan Irene-ku."Perempuan itu kini mengenakan pakaian tidur berbahan sutra putih, atasannya hanya menggunakan strip di bahu sebagai penopang pa
Marcus memutuskan untuk menetap sejenak. Irene merupakan wanita dengan personality yang tidak bisa Marcus bayangkan; terlihat dingin tapi juga hangat. Benar-benar tipe yang berbeda dari beberapa perempuan yang telah ia kencani selama ini. Entah mengapa, Marcus merasa ia dan Irene adalah teman lama yang berpisah dan kembali dipertemukan. Obrolan mereka juga selalu seru, sering sekali bertukar pikiran, dan juga bercanda. Tidak seperti kakaknya yang kaku. "Oh, lalu apa pekerjaan mu sekarang?" Perempuan dengan rambut dicepol itu menatap ke arah adik iparnya. "Membantu Mino di perusahaan?""Aku?" Marcus menunjuk dirinya sendiri seraya melirik sinis Mino, yang dibalas dengan tatapan jegah dari sang kakak. "Bekerja di bawah nya dan menjadi bawahan dia? Lebih baik jadi duta shampoo, oops."Irene terbahak, tertawa puas hingga terpingkal-pingkal. Ketawanya terlihat kencang namun tidak berisik. Mino menatap lama pada sosok perempuan yang berstatus sebagai istrinya tersebut. Ah, selama mereka
Mobil Mercy hitam E Class yang dikendarainoleh supir pribadi melaju dengab kecepatan konstan dari Washington menuju New York. Memang bukan perjalanan yang singkat, akan tetapi dengan adanya kendaraan pribadi bisa menghemat pengeluaran transportasi Ireneㅡlupakan kartu gold yang diberikan oleh Mino, selama Irene masih bisa menggunakan uangnya sendiri, dan selama kebutuhan itu tidak mendesak, Irene masih mampu menghidupi dirinya sendiri. Terutama ketika ia adalah seorang dokter. Lee merupakan ketua dari Beta, pria itu mengikuti Irene dan duduk di kursi samping supir, sementara Irene duduk di kursi penumpang. Di belakang mereka terdapat mobil Alphard yang mengikuti dari belakang; itu adalah mobil bodyguard bawahan Lee, hanya saja jumlahnya tidak fantastis, mungkin sekitar 5 sampai 6 bodyguard dikerahkan untuk menjaga Irene. "Lee, berikan makanan yang diplastik hitam untuk yang lainnya ya, aku masak kebanyaka tadi," ujar Irene. Perempuan itu menunjuk pada platik hitam yang posisinya muda