Share

BAB 5

Malam ini, di apartemen Irene yang sunyi. Suara musik klasik yang berasal dari Vinyl mengalun halus, dengan lembut membelah keheningan dalam ruangan. Sementara, sosok perempuan dengan dress tidur selutut tengah menari pelan.

Irene sangat menyukai menari dan menyanyi. Perempuan itu selalu membuat ibunya tersenyum ketika dia menyanyi, sementara menari merupakan kegiatan selingan yang ia lakukan bersama ibunya. Tarian yang Irene lakukan merupakan dansa, tampak aneh karena dia tidak memiliki pasangan pria. Tetapi, dalam gelapnya pejaman mata, Irene hanya ingin berdua bersama kenangan.

Kakinya menghentak, gerakannya gemulai, sesekali memutar tubuhnya. Seolah, ia tengah merasakan keberadaan sang ibu.

Sejak keluar dari rumah keluarga Levebvè, pikiran Irene tidak lagi waras. Dia kehilangan konsentrasi, terus mengulik apa yang terjadi dengan keluarga Levebvè 18 tahun silam. Sayang, Irene belum memiliki cukup uang untuk menyewa detektif guna mencari tahu.

Irene membenci kebisingan, di sangat menyukai kesunyian. Di sisi lain, dia juga merasa iri dengan mereka yang mampu beradaptasi dengan hiruk piruk dunia, sementara dia tampak seperti tertinggal, dan berjalan di tempat.

Introverted war. It's like you want to be alone, but at the same time you want to be touched.

Barulah ketika musik berhenti, napas Irene berubah anomali. Keringat membasahi kening dan juga punggungnya. Sementara musik klasik di Vinyl kembali mengalun memutar lagu selanjutnya.

Irene terduduk bersimpu di lantai. Dia terdiam sejenak sebelum memutuskan untuk merebahkan diri. Merentangkan kedua tangan, dan menatap langit-langit ruangan.

Pada hari weekends biasanya orang-orang akan pergi keluar bersama keluarga, teman, atau sanak saudara. Sayangnya, dari semua hal itu, Irene tidak memiliki; sang ibu telah tiada, di Amerika tidak ada satupun sanak saudaraㅡmungkin ada tapi tidak memungkinkan. Teman ... Irene langsung teringat dengan Jennie, sejak hari kepindahannya, tidak ada kabar apapun lagi dari gadis itu. Tentu, dia masih di Korea Selatan.

Beranjak dari tempatnya. Irene melangkah menuju balkon apartemen. Tempat ia tinggal ini berada di lantai 18. Jadi, ia bisa leluasa melihat pemandangan lampu dari atas tanpa perlu membayar mahal untuk naik bianglala, atau wahana, pun tempat pariwisata lain. Walau mungkin, memang akan lebih baik pergi ke luar bersama-sama ketimbang sendirian tanpa seorangpun yang menemani.

Ponselnya berdering. Irene melirik jam yang hampir mendekati angka tengah malam. Ia mencari ponselnya. Melihat siapa yang menelepon sebelum, menghela napas. Telepon tersebut dari rumah sakit tempatnya bekerja.

"Hallo."

"Baiklah, aku akan ke sana segera. Pastikan kau telah memberikan penanganan pertama."

Setelah memutuskan panggilan, Irene meraih jas putihnya, dan berjalan menuju halte terdekat. Berharap masih ada taxi kosong yang bisa ia tumpangi menuju rumah sakit.

> ••• <

Gedung perusahaan Next In terletak di jantung kota New York, tempatnya mulai dari lantai 20 sampai lantai 50. Sementara lantai dibawahnya digunakan oleh perusahaan entertainment Black Musc dibawah kepemimpinan Marcus.

Sehingga tidak heran apabila sedikit banyak orang mengetahui Albert. Pria itu berusia 30 tahun, tampak prima dan tampan mengenakan jas kelabunya. Ditangannya selalu memegang buku, dan pulpen yang tersampir manis pada kantong jas.

"Selamat pagi Albert."

"Selama pagi Ventagio."

"Hallo."

Biasanya, Albert akan meladeni sapaan mereka entah dengan senyuman, anggukan kepala, atau berucap singkat. Namun, dia terlalu terpaku dengan catatan yang ditangannya, dan lebih memilih untuk melengos pergi mengabaikan sapaan orang-orang.

Tentu saja lift menuju Next In berbeda dengan lift menuju Black Musc. Dia menekan tombol 50 sebagai destinasi terakhir dari lift yang digunakan.

"Apakah tuan Dendanious baik-baik saja, Albert?"

"Ah?" Albert mendongak kan kepala. Kemudian mengangguk singkat, "Beliau saat ini sedang dalam masa pemulihan. Mungkin perusahaan akan diambil alih oleh ku seperti biasanya."

Salah satu karyawan perempuan bertanya, "Apakah hari ini rapat tetap dilaksanakan?"

Albert terdiam beberapa saat. Ia hampir lupa dengan rapat rutin mingguan mereka. Menghela napas, "Tunggu pemberitahuan selanjutnya." Setelah itu, para karyawan langsung keluar dari lift karena mereka telah sampai pada lantai tempat mereka bekerja.

Memijat pelipisnya, "Mino, senang sekali kau membuatku menderita." Inilah kekurangannya bekerja pada sahabat sendiri; dia memperlakukan mu semena-mena, walau tidak bisa Albert pungkiri bahwa gajinya sebagai bawahan Mino lebih tinggi daripada gaji sekretaris di perusahaan lain. Hal ini disebabkan karena Mino mengatakan bahwa ia mempercayai Albert tidak hanya sebagai sekretaris, tapi juga sebagai tangan kanannya.

Jarang seorang CEO memiliki sekretaris pria yang kompeten. Jika ada orang terdekat yang sanggup dipercaya dan kompeten, mengapa Mino harus meloloskannya begitu saja? Rekrut dia, dan berikan gaji tertinggi agar tidak ada niatan pindah tangan.

Setelah sampai dilantai 50, Albert segera ke ruangannya. Dia mulai menyortir berkas, lalu mulai membuat draft perihal kriteria yang Mino sebutkan. Tentu, walau menggunakan namanya, Albert juga menunjukan ciri-ciri Mino secara terperinci.

Sumpah, Mino, kau ingin mencari istri atau pegawai? Mengapa begitu banyak kriteria dan persyaratan?

Albert sungguh tidak paham dengan jalan pikiran sahabatnya. Bisa-bisanya ia ingin calon istrinya mengirimkan CV, sertifikat, dan foto. Mungkin untuk CV dan foto bisa dimaklumkan; CV digunakan sebagai informasi pribadi, sementara foto digunakan sebagai bukti autentik. Namun, apa pula fungsi sertifikat?!

Bukankah itu semua merupakan persyaratan untuk merekrut pegawai?

Menepuk kening, Albert lupa menasehati sahabat bebalnya. Sehingga, dia sendiri yang stress, dia sendiri pula yang menanggungnya.

Menghela napas panjang guna menghilangkan beban sejenak. Albert melirik jam, lalu menggunakan telepon kantor, dan menekan angka 1.

"Katakan kepada semua divisi, rapat mingguan dimulai setelah jam makan siang. Diharapkan kepada setiap devisi untuk melaporkan hasil laporan dengan presentasi selama 25 menit maksimal toleransi."

Setelah beres dengan pekerjaan kantor yang tidak ada habisnya. Albert memutuskan untuk mengorganisir sedikit, memilah mana yang harus ditanda tangani langsung oleh Mino, atau hanya membutuhkan cap tanda tangan Minoㅡwalau sama, sebetulnya hal ini sangat berbeda. Jika hanya menggunakan cap, berarti bukti autentiknya sangat minim, namun masih bisa digunakan. Biasanya hanya untuk berkas perusahaan internal.

Sebelum keluar untuk makan siang, Albert memposting 'sayembara' pencarian istri ini pada sosial medianya, dan meletakannya dipaling atas. Beserta link yang bisa menuju ke g****e form untuk mengisi identitas dan juga mengirim berkas yang telah ditulis dalam persyaratan.

Albert berani bersumpah. Media massa dan para reporter akan gempar apabila mengetahui bahwa dalang dari sayembara pencarian istri ini merupakan Mino, pemegang kekuasaan perusahaan Next In.

"Aku menggunakan rencana ini dengan harapan satu dua pulau terlampaui," ujar Mino dalam ingatan Albert kemarin.

"Satu dua pulau terlampaui?" tanya Albert heran.

Memutar mata, "Mama, kau tahu maksud ku."

Albert langsung paham maksud dari ucapan sahabatnya; satu dua pulau terlampaui? Mencari pelaku sekaligus membungkam mulut ibunya?

Menggeleng pelan, tidak pernah ia bayangkan bisa seperti ituㅡmemang hanya Mino seorang, pria yang bisa berpikiran random tapi masuk akal.

Entahlah, semoga saja berjalan sesuai rencana.

Atau setidaknya, Albert Ventagio berharap demikian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status