Malam ini, di apartemen Irene yang sunyi. Suara musik klasik yang berasal dari Vinyl mengalun halus, dengan lembut membelah keheningan dalam ruangan. Sementara, sosok perempuan dengan dress tidur selutut tengah menari pelan.
Irene sangat menyukai menari dan menyanyi. Perempuan itu selalu membuat ibunya tersenyum ketika dia menyanyi, sementara menari merupakan kegiatan selingan yang ia lakukan bersama ibunya. Tarian yang Irene lakukan merupakan dansa, tampak aneh karena dia tidak memiliki pasangan pria. Tetapi, dalam gelapnya pejaman mata, Irene hanya ingin berdua bersama kenangan.Kakinya menghentak, gerakannya gemulai, sesekali memutar tubuhnya. Seolah, ia tengah merasakan keberadaan sang ibu.Sejak keluar dari rumah keluarga Levebvè, pikiran Irene tidak lagi waras. Dia kehilangan konsentrasi, terus mengulik apa yang terjadi dengan keluarga Levebvè 18 tahun silam. Sayang, Irene belum memiliki cukup uang untuk menyewa detektif guna mencari tahu.Irene membenci kebisingan, di sangat menyukai kesunyian. Di sisi lain, dia juga merasa iri dengan mereka yang mampu beradaptasi dengan hiruk piruk dunia, sementara dia tampak seperti tertinggal, dan berjalan di tempat.Introverted war. It's like you want to be alone, but at the same time you want to be touched.Barulah ketika musik berhenti, napas Irene berubah anomali. Keringat membasahi kening dan juga punggungnya. Sementara musik klasik di Vinyl kembali mengalun memutar lagu selanjutnya.Irene terduduk bersimpu di lantai. Dia terdiam sejenak sebelum memutuskan untuk merebahkan diri. Merentangkan kedua tangan, dan menatap langit-langit ruangan.Pada hari weekends biasanya orang-orang akan pergi keluar bersama keluarga, teman, atau sanak saudara. Sayangnya, dari semua hal itu, Irene tidak memiliki; sang ibu telah tiada, di Amerika tidak ada satupun sanak saudaraㅡmungkin ada tapi tidak memungkinkan. Teman ... Irene langsung teringat dengan Jennie, sejak hari kepindahannya, tidak ada kabar apapun lagi dari gadis itu. Tentu, dia masih di Korea Selatan.Beranjak dari tempatnya. Irene melangkah menuju balkon apartemen. Tempat ia tinggal ini berada di lantai 18. Jadi, ia bisa leluasa melihat pemandangan lampu dari atas tanpa perlu membayar mahal untuk naik bianglala, atau wahana, pun tempat pariwisata lain. Walau mungkin, memang akan lebih baik pergi ke luar bersama-sama ketimbang sendirian tanpa seorangpun yang menemani.Ponselnya berdering. Irene melirik jam yang hampir mendekati angka tengah malam. Ia mencari ponselnya. Melihat siapa yang menelepon sebelum, menghela napas. Telepon tersebut dari rumah sakit tempatnya bekerja."Hallo.""Baiklah, aku akan ke sana segera. Pastikan kau telah memberikan penanganan pertama."Setelah memutuskan panggilan, Irene meraih jas putihnya, dan berjalan menuju halte terdekat. Berharap masih ada taxi kosong yang bisa ia tumpangi menuju rumah sakit.> ••• <Gedung perusahaan Next In terletak di jantung kota New York, tempatnya mulai dari lantai 20 sampai lantai 50. Sementara lantai dibawahnya digunakan oleh perusahaan entertainment Black Musc dibawah kepemimpinan Marcus.Sehingga tidak heran apabila sedikit banyak orang mengetahui Albert. Pria itu berusia 30 tahun, tampak prima dan tampan mengenakan jas kelabunya. Ditangannya selalu memegang buku, dan pulpen yang tersampir manis pada kantong jas."Selamat pagi Albert.""Selama pagi Ventagio.""Hallo."Biasanya, Albert akan meladeni sapaan mereka entah dengan senyuman, anggukan kepala, atau berucap singkat. Namun, dia terlalu terpaku dengan catatan yang ditangannya, dan lebih memilih untuk melengos pergi mengabaikan sapaan orang-orang.Tentu saja lift menuju Next In berbeda dengan lift menuju Black Musc. Dia menekan tombol 50 sebagai destinasi terakhir dari lift yang digunakan."Apakah tuan Dendanious baik-baik saja, Albert?""Ah?" Albert mendongak kan kepala. Kemudian mengangguk singkat, "Beliau saat ini sedang dalam masa pemulihan. Mungkin perusahaan akan diambil alih oleh ku seperti biasanya."Salah satu karyawan perempuan bertanya, "Apakah hari ini rapat tetap dilaksanakan?"Albert terdiam beberapa saat. Ia hampir lupa dengan rapat rutin mingguan mereka. Menghela napas, "Tunggu pemberitahuan selanjutnya." Setelah itu, para karyawan langsung keluar dari lift karena mereka telah sampai pada lantai tempat mereka bekerja.Memijat pelipisnya, "Mino, senang sekali kau membuatku menderita." Inilah kekurangannya bekerja pada sahabat sendiri; dia memperlakukan mu semena-mena, walau tidak bisa Albert pungkiri bahwa gajinya sebagai bawahan Mino lebih tinggi daripada gaji sekretaris di perusahaan lain. Hal ini disebabkan karena Mino mengatakan bahwa ia mempercayai Albert tidak hanya sebagai sekretaris, tapi juga sebagai tangan kanannya.Jarang seorang CEO memiliki sekretaris pria yang kompeten. Jika ada orang terdekat yang sanggup dipercaya dan kompeten, mengapa Mino harus meloloskannya begitu saja? Rekrut dia, dan berikan gaji tertinggi agar tidak ada niatan pindah tangan.Setelah sampai dilantai 50, Albert segera ke ruangannya. Dia mulai menyortir berkas, lalu mulai membuat draft perihal kriteria yang Mino sebutkan. Tentu, walau menggunakan namanya, Albert juga menunjukan ciri-ciri Mino secara terperinci.Sumpah, Mino, kau ingin mencari istri atau pegawai? Mengapa begitu banyak kriteria dan persyaratan?Albert sungguh tidak paham dengan jalan pikiran sahabatnya. Bisa-bisanya ia ingin calon istrinya mengirimkan CV, sertifikat, dan foto. Mungkin untuk CV dan foto bisa dimaklumkan; CV digunakan sebagai informasi pribadi, sementara foto digunakan sebagai bukti autentik. Namun, apa pula fungsi sertifikat?!Bukankah itu semua merupakan persyaratan untuk merekrut pegawai?Menepuk kening, Albert lupa menasehati sahabat bebalnya. Sehingga, dia sendiri yang stress, dia sendiri pula yang menanggungnya.Menghela napas panjang guna menghilangkan beban sejenak. Albert melirik jam, lalu menggunakan telepon kantor, dan menekan angka 1."Katakan kepada semua divisi, rapat mingguan dimulai setelah jam makan siang. Diharapkan kepada setiap devisi untuk melaporkan hasil laporan dengan presentasi selama 25 menit maksimal toleransi."Setelah beres dengan pekerjaan kantor yang tidak ada habisnya. Albert memutuskan untuk mengorganisir sedikit, memilah mana yang harus ditanda tangani langsung oleh Mino, atau hanya membutuhkan cap tanda tangan Minoㅡwalau sama, sebetulnya hal ini sangat berbeda. Jika hanya menggunakan cap, berarti bukti autentiknya sangat minim, namun masih bisa digunakan. Biasanya hanya untuk berkas perusahaan internal.Sebelum keluar untuk makan siang, Albert memposting 'sayembara' pencarian istri ini pada sosial medianya, dan meletakannya dipaling atas. Beserta link yang bisa menuju ke g****e form untuk mengisi identitas dan juga mengirim berkas yang telah ditulis dalam persyaratan.Albert berani bersumpah. Media massa dan para reporter akan gempar apabila mengetahui bahwa dalang dari sayembara pencarian istri ini merupakan Mino, pemegang kekuasaan perusahaan Next In."Aku menggunakan rencana ini dengan harapan satu dua pulau terlampaui," ujar Mino dalam ingatan Albert kemarin."Satu dua pulau terlampaui?" tanya Albert heran.Memutar mata, "Mama, kau tahu maksud ku."Albert langsung paham maksud dari ucapan sahabatnya; satu dua pulau terlampaui? Mencari pelaku sekaligus membungkam mulut ibunya?Menggeleng pelan, tidak pernah ia bayangkan bisa seperti ituㅡmemang hanya Mino seorang, pria yang bisa berpikiran random tapi masuk akal.Entahlah, semoga saja berjalan sesuai rencana.Atau setidaknya, Albert Ventagio berharap demikian.Terik mentari di Korea Selatan membuat temperatur suhu setempat naik menjadi 38°C. Orang-orang berbondong-bondong mendatangi halte bus yang dilengkapi dengan AC, beberapa memutuskan untuk tidak peduli dan berjalan dibawah terik Matahari dengan menggunakan payung. Jennie bukan salah seorang diantara mereka, dia menaiki mobil Audi. Membelah kota Seoul dengan perasaan marah luar biasa. Sudah sebulan sejak sahabatnya pergi dari tanah kelahirannya, tapi dia sama sekali belum menghubungi Jennie. Benar-benar menjengkelkan.Dia menyumpah perapahi siapapun yang membuat sahabatnya menjauh. Sejauh yang Jennie pahami dari polemik permasalahan pekerjaan Irene, perempuan itu bekerja dengan sangat tekun di Seoul University Hospital. Jika saja Irene bertahan sedikit lagi, Jennie yakin sahabatnya itu akan mendapatkan jabatan kepala instansi rawat inap.Sayang, nepotisme di sana masih terlalu kuat. Sehingga, mereka yang kompeten terkadang dibuang dan tidak diapresiasi, sementara mereka yang hanya moda
Irene masih mengamati punggung Jennie yang perlahan menghilang di antara kerumunan banyak orang. Perempuan dengan dress hitam motif ini masih menyesap es cokelatnya dengan tenang. Dia tidak terburu-buru untuk pergi dari cafe ini. Masih banyak waktu, dan ia ingin mengekplor kota New York. Ini masih terlalu siang, dan cuaca sangat panas. Irene mencari destinasi wisata atau tempat hits di sini dengan bermodalkan ponsel. Zaman semakin canggih, dan tranportasi umum di New York pun cukup memadai, sehingga cukup memudahkan Irene untuk tidak mati kebingungan di kota ini. Setelah membayar bill dan memberikan tips sebesar 20% dari harga yang dibayar kepada pelayan, Irene perlahan beranjak dari tempatnya. Berjalan sejauh 20 menit menuju New York Time Square. Tempat ini selalu ramai seperti yang ia lohat di televisi. Akan tetapi, keindahan tempat ini kurang memikat kala mentari masih menyinari. Mungkin, jika Irene pergi pada malam hari, suasananya akan berbeda. Orang-orang berjalan terlalu cepa
"Bagaimana, apakah ada yang mendaftar?" Mino pasti bercanda. Walau menggunakan namanya, dengan adanya data tertulis sebagai Sekretaris perusahaan Next In, sudah tentu banyak wanita yang berbaris menginginkan. Mau bagaimanapun juga perusahaan Next In juga bisa menjadi daya tarik bagi mereka yang ingin mencari pasangan. Memijat pangkal hidungnya, Albert sungguh tidak tahu harus bagaimana dia menyortir 100 berkas yang masuk ke dalam email. "Ada seratus berkas yang masuk. Kau pilihㅡ""Sortir terlebih dahulu. Aku tidak mungkin membaca semuanya," potong Mino. Dia kembali menyibukan dengan dokumen kantornya. Albert memberikan tatapan kau pikir aku memiliki waktu untuk menyortir berkas ini? Tetapi, dia tahu watak atasannya ini. Sehingga dia hanya menghela napas dan kembali ke ruangannya tanpa mengatakan sepatah katapun. Dia melihat setiap profile wanita yang 'mendaftar' untuk menjadi 'calon istri'nya. Dari 100 orang, hanya beberapa orang yang menarik perhatian Albert. Itupun, 6-8 poin y
Sebenarnya mencari kebenaran sama dengan mencari kematian. Diantara kedua hal tersebut, tidak ada yang memberikanmu sedikit rasa sakit. Kematian selalu dibenci karena kebanyaka manusia tidak ingin berjumpa dengan nya. Sementara kebenaran selalu dihindari karena akan membuat terluka banyak pihak; entah apakah sebuah kebenaran untuk hal baik, ataukan kebenaran yang sesungguhnya, tidak ada yang tidak memberikan luka. Hidup bersama single parent, Irene tidak pernah sekalipun meragukan alasan ibunya untuk pergi. Akan tetapi, entah apakah memang suratan takdir yang berkata, saat pertama kali kedatangannya ke sini, ia sudah disuguhkan dengan beberapa jejak kecil. Lalu, beberapa saat setelahnya, dia menjadi dokter pribadi sementara menggantikan dokter Hans ke rumah keluarga Levebvè. Belum lagi dengan ekspresi dari keluarga itu yang semakin menaruh rasa curiga. Apakah ini yang dinamakan sebaik apapun bangkai ditutupi, baunya akan tercium juga? Entahlah. Semua terasa samar bagi Irene. Selama
Mino sedang mengunjungi salah satu departement store yang berada dibawah kukungan Next In. Albert berdiri tepat di belakang seraya mendorong kursi roda. Kepemimpinan ayahnya benar-benar membuktikan bahwa Next In mampu merambah ke berbagai industri. Sehingga, kini ia yang kewalahan sendiri. Terkadang, dia harus lembur di kantor tanpa pulang ke rumah. Berjalan bersama sepuluh manager departement store disekelilingnya, Mino mendengarkan secara perlahan apa yang berusaha mereka sampaikan. Dia bahkan tidak mampu melihat di mana lokasi Albert berdiri sekarang. Biasanya pria itu selalu berada di sampingnya, kini terdesak ke belakang mereka. Beberapa di antara mereka bahkan mencoba mendorong kursi roda Mino dengan tujuan mendapatkan 'perhatian' khusus dari pemimpin mereka. Mereka juga mengelilingi D's Department Store. Sesekali para manager itu menunjuk tangan mereka. Mino hanya mangut-mangut seraya berusaha mencerna apa yang coba kesepuluh manager ini sampaikan. Sebab, dalam seni berbahasa
Jika Cheval Blanc merupakan wine terbaik yang pernah Mino cicipi hingga menjadi addictive, maka tidak salah bagi Mino memuji bahwa wajah perempuan di hadapannya ini sangat cantikㅡbegitu jelita hingga ketitik di mana Mino begitu kencanduan bak morfin; tak ada henti-hentinya ia memandangi wajah tersebut hingga membuat sang empunya tersipu karenanya. Wajah Irene yang merona nyatanya semakin membuat Mino tidak bisa melepas tatapan matanya. Baru kemudian Mino menyesali penampilannya kali ini. Jika dia tahu bahwa Irene adalah gadis baik dan penuh dengan wibawa, dia jelas akan melepas piercing nya dan datang dengan penampilan yang lebih menarik. "Tㅡtolong jangan menaㅡmenatap ku seperti itu, Albert." Mino tersenyum kecil. Mungkin karena ketidak hati-hatian Mino pada sekitar, dia tidak sengaja menyenggol gelas yang berada di dekatnya. Membuat isi di dalam gelas tersebut berceceran ke meja dan jatuh ke lantai. Ekspresi Mino yang terkejut tanpa sadar menjadi sebuah daya tarik bagi Irene. Per
"Terima kasih telah mengantarkan aku kembali, Albert." Mino menatap apartemen di depannya, dan Irene secara bergantian. Memberikan senyuman, "Itu adalah hal yang harus diperlukan. No worries, baby."Irene dan Mino sama-sama terkejut mendengar ucapan diakhir kalimat. Mino merutuki mulutnya yang tidak bisa di rem tepat waktu, sementara Irene yang awalnya terkejut perlahan mampu mengendalikan ekspresinya. Gadis itu memberanikan diri untuk berjalan mendekat. Berdiri tepat di hadapan Mino, dan berjinjit. Sebelum, memberikan sebuah kecupan manis pada pipi sisi kanan. "Terima kasih untuk hari ini," ucap Irene. Nadanya sangat cepat seolah tidak ingin Mino mendengarkan kalimatnya sebelum, berlari masuk ke dalam apartement. Meninggalkan Mino di belakang yang terpaku. Mata Mino hanya terpaku pada punggung Irene yang kian menghilang, dia sejatinya hanya memandang kosongㅡotak dan tubuhnya seolah membeku ketika bibir dingin Irene menyentuh kulit pipi bagian kanan. Kinerja tubuhnya memang patut d
Hari ini kegiatan Irene di rumah sakit sangat melelahkan. Entah mengapa hari ini banyak sekali pasien yang datang ke rumah sakit daripada hari biasa. Perempuan dengan seragam rumah sakit dan jas putih ini berlarian dari satu bangsal ke bangsal lain. Seperti biasa, jam istirahat Irene selalu mampir ke ruangan dokter Hans. Istri dokter Hans selalu mengingatkan Irene untuk datang berkunjung dan makan siang bersama. Sehingga, perempuan itu mau tidak mau harus mengikuti saran nyonya Hans. "Akhirnya kau datang." Irene memberikan senyuman terbaiknya. "Selamat siang dokter Hans, bagaimana dengan anak koas hari ini?" "Melelahkan," sahut pria paruh baya itu. Memijat keningnya dan menghela napas, "Mereka cukup merepotkan karena masih pemula." "Benar. Namun, jika dipoles sedikit lagi, mereka bisa menjadi berlian." Dokter Hans mengangkat bahu, "Itu kembali pada pribadi masing-masing peserta." Dokter Hans membantu Irene membuka bekal yang diberikan dari istrinya, dan perlahan mulai menyantap