“Floryn, tunggu!” seru Nael, ketika Floryn menepis tanggannya dan pergi. Ia beranjak, mengikuti Floryn. Namun, istrinya sudah masuk ke dalam kamar Viona dan menguncinya.“Flo? Buka sebentar,” pinta Nael, dengan suara yang pelan.Sayang, tak ada jawaban dari dalam. Nael masih mematung di tempat, tangisan Floryn membuat Nael sedikit terusik. Ini adalah pertama kali, dia melihat Floryn sekacau itu.Akhirnya Nael berbalik, menuju lantai bawah. Tujuannya adalah bertemu dengan Ida. Setelah mendapati orang yang dicarinya, Nael membawa Ida ke halaman belakang.“Floryn kenapa, Bu?” tanya Nael.Ida tak langsung menjawab, ia menatap mata Nael dalam.“Jawab aja, Bu! Floryn kenapa? Tadi aku lihat dia menangis, dan … rambutnya, kenapa berantakan seperti itu?”Saat di kamar, Nael melihat, bahwa rambut bagian kiri Floryn sedikit lebih pendek dari sebelahnya.Ida menghela napas kasar. “Floryn berantem sama Non Gabby,” ucap Ida.Nael memiringkan kepalanya, dan menautkan kedua alisnya. Menuntut Ida untu
“Ibu!” seru Floryn, yang mendapati ibunya duduk di lantai dengan kursi roda yang terguling ke sampingDi sana Viona tidak sendirian, ada Gabby yang berdiri dengan menyilangkan tangan di depan dada. Di dekatnya, berdiri dua orang tamu yang tampak kikuk dan bingung.Segera Floryn berlari, berjongkok dan memastikan kondisi ibunya.“Eh, anak parasit! Kalau punya orang tua dijaga, dong! Sumpah bikin malu tahu nggak?” hardik Gabby dengan tatapan jijik.Namun, Floryn tak menanggapi ocehan Gabby. Dia sibuk memastikan kondisi ibunya.“Ibu, nggak papa, kan? Apa ada yang sakit?” panik Floryn. Ia menggenggam tangan Viona yang gemetar dan pupil mata Viona pun tak luput dari getaran yang sama.“Kevin! Jangan tinggalkan aku. Aku mohon, aku tidak bisa hidup tanpamu, Kevin!” jerit Viona.Floryn membeku di tempat, tangannya masih menggenggam sang ibu. Jeritan itu seolah memantul di dinding memori. Viona berteriak, memanggil nama suaminya dengan suara yang sangat pilu, sama seperti satu tahun yang lalu.
Aroma woody samar tercium di kamar Nael. Pria itu sudah berpenampilan rapi dengan kaus polonya, bersiap untuk menghabiskan waktu libur bersama temannya. Hari ini, Nael memiliki janji untuk bermain golf, sebuah pelarian dari segala pikiran yang berkecamuk akhir-akhir ini.Saat dirinya hendak meraih handle pintu, mata Nael tertuju pada sebuah kotak kecil yang terletak di atas nakas. Dirinya ingat, semalam Floryn meninggalkan benda ini, katanya ini pemberian dari ibu mertuanya. Dengan penasaran, Nael pun meraih kotak tersebut dan membukanya.“Sapu tangan?” gumamnya, ketika mendapati sebuah sapu tangan berwarna putih dengan sebuah jahitan bergambar bintang jatuh.Nael mengeluarkan sapu tangan itu dari kotaknya. Kemudian dia mendapati sebuah kertas kecil dari dalam, yang bertuliskan;‘Jangan biarkan cahaya bintang itu redup. Bertahanlah!’Kalimat itu seperti gema di benaknya, indah namun samar. Nael mengerutkan kening. Apa maksud semua ini? Bukankah Viona mengidap penyakit demensia? Kenapa
Kepala Floryn berdenyut. Perkataan Nael di telepon bersama dengan seseorang, terus berdengung di telinganya. Saat makan malam, Floryn merasa tersiksa, karena sandiwara Nael yang dilakukan di depan kakeknya.Bualan demi bualan, dilontarkan dari mulut busuk Nael. Demi menunjukkan bahwa mereka adalah pasangan yang berbahagia. Ingin rasanya Floryn menampar suaminya, tapi dia mengingat janjinya.“Floryn?” panggil Viona.Seketika Floryn tersentak, dia tersadar dari lamunannya. Kemudian memusatkan perhatian pada sang ibu.“Kenapa, Bu?” tanya Floryn.Viona memegang sebuah kotak berwarna hitam. “Berikan ini pada Nael,” ucapnya sambil menyodorkan kotak tersebut.Pupil Floryn membulat, mulutnya sedikit menganga. Floryn membeku, bahkan napasnya ini terasa melambat.“Ayo, ambil,” pinta Viona.Floryn menggeleng, lalu tangannya terulur, menyambut pemberian Viona.“Sebentar … Ibu ingat Nael?” tanya Floryn, yang masih tidak menyangka dengan apa yang didengarnya.Selama mereka tinggal di sini, Viona ti
Malam itu entah kenapa terasa sangat dingin sekali. Floryn memeluk tubuh Viona, mencari kehangatan di dalam dekapannya.“Kamu seperti bayi, Flo,” cetus Viona.Floryn membenamkan wajahnya di dekapan Viona. “Bukankah aku memang bayi Ibu?” timpal Floryn. Dia enggan menunjukkan air matanya di depan Viona.Mendapati fakta ibunya mengalami penyakit komplikasi, membuat kekhawatiran Floryn semakin menjadi. Pertanyaan-pertanyaan bernada negatif terus berputar di otaknya. Bagaimana jika ibunya ikut pergi dan memilih bersama dengan ayahnya?“Iya, kamu memang bayi Ibu, Flo. Tapi, kenapa kamu selalu memilih untuk dipeluk oleh ayahmu?” cetus Viona.Floryn tak menajawab, dia semakin erat memeluk Viona. Saat kecil, Floryn memang lebih dekat dengan Kevin. Dia benar-benar menyayangi ayahnya, dan selalu merasa cemburu jika ayahnya dekat dengan sang ibu. Seolah ibu dan anak itu saling bersaing untuk mendapatkan perhatian Kevin.“Apa karena ayahmu sudah tidak ada, jadi sekarang kamu bersandar pada Ibu? Ib
Mata Floryn sembab, dia baru saja menangis. Meluapkan emosi yang dia rasakan. Begitu kejamnya mulut Grace dan perlakuan buruk Gabby terhadap Floryn. Tidak hanya itu, bisa-bisanya Nael diam saat istrinya diperlakukan buruk seperti tadi.Setelah tenang, Floryn kembali ke kamar. Namun, tujuannya hanya untuk mengambil gawai miliknya.“Dari mana saja kamu?” tanya Nael, saat mendapati Floryn baru saja masuk ke dalam kamarnya.Sayangnya, Floryn tidak menggubris pertanyaan Nael. Dia langsung mengambil gawai yang di simpan di atas nakas. Kemudian dia berjalan, hendak keluar dari kamar.“Mau ke mana?” tanya Nael lagi.Langkah Floryn terhenti, dia menoleh. “Aku tidur di kamar Ibu,” jawabnya.“Aku tidak izinkan! Lagi pula ada bi Ida di sana menjaga bu Viona.”“Bi Ida akan tidur di kamarnya. Mulai sekarang aku akan tidur bersama ibu,” kata Floryn, yang tidak mengindahkan ucapan suaminya.