"Tidak, aku tidak mau memilih Sintia. Karena aku tidak begitu menyukai nya." Ujar Aryan menolak.
"Kenapa tidak mencobanya dulu, dan aku perhatikan sepertinya Sintia juga memiliki perasaan terhadap kamu." "Itulah masalahnya, aku tidak ingin dia terlalu menganggap serius pernikahan sandiwara ini. Aku ingin Gadis yang polos dan sederhana, tidak banyak bicara dan tentunya penurut. Karena dengan begitu, dia akan menuruti semua ucapanku dengan suka rela dan tanpa penolakan. Aku tidak suka dengan Garis yang tahu nya hanya menghabiskan uangku saja." "Ya ampun kriteria mu itu sangat sulit sekali, dimana aku bisa menemukan Gadis seperti itu." Gerutu Miko.. "Aku tidak mau tahu, itu sudah menjadi tugasmu sekarang dan aku minta secepatnya kamu mendapatkan Gadis yang seperti aku katakan tadi." "Baiklah, semoga saja Tuhan bisa membantuku menemukan Gadis yang kamu inginkan itu agar secepatnya aku bisa berakhir dari tugas melelahkan ini." "Cepat pergilah sekarang, aku tidak punya banyak waktu lagi." Pinta Aryan. "Baiklah, Pak Aryan Pratama." Balas Miko sambil tersenyum kecil. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, Miko pun segera pergi untuk melakukan tugas nya. "Padahal dia itu sangat tampan sekali, banyak wanita yang mengantri ingin mendekatinya. Tapi tidak ada satupun wanita yang bisa menarik perhatian nya itu, aku curiga apakah dia itu tidak tertarik sama sekali dengan seorang wanita." "Dan sekarang dia meminta aku mencarikan Gadis yang polos dan sederhana, mana bisa aku menemukan Gadis yang dia inginkan di kota besar seperti ini, tidak mungkin juga jika aku harus pergi ke pedesaan." Gerutu Miko di sepanjang jalan. Sore harinya, Aluna pun sudah sampai di sebuah terminal. Gadis itu tampak kebingungan sambil melihat kesana kemari.. "Akhirnya aku sudah sampai juga di Jakarta, tapi aku tidak tahu ini daerah mana. Seharusnya Sintia sudah ada disini untuk menjemput aku, sebaiknya aku telpon saja dia mungkin saja Sintia masih di tempat kerjanya." Ujar Aluna sambil mengambil handphone yang berada di dalam tas nya. Dengan cepat Aluna pun segera menelpon Sintia. "Hallo Sintia, kamu dimana? Aku sudah sampai Jakarta dan saat ini aku berada di terminal." Ujar Aluna. "Astaga, kamu sudah sampai Jakarta rupanya. Aku lupa mengabari kamu jika aku tidak bisa menampung kamu di apartemen ku, sebaiknya kamu kembali saja ke kampung, itu akan jauh lebih baik." Sahut Sintia. "Tapi kenapa? Bukankah kamu sendiri yang meminta aku untuk datang, sekarang aku sudah berada disini dan tidak mungkin jika aku pulang begitu saja. Aku datang kesini untuk mencari pekerjaan, setidaknya biarkan aku tinggal di tempatmu dulu sampai aku mendapatkan pekerjaan dan tempat tinggal baru." Pinta Aluna memelas. "Tidak bisa Aluna, lagi pula di kota besar seperti ini kamu akan bekerja apa? Kamu itukan tidak berpendidikan tinggi, menjadi pembantu saja belum tentu ada yang mau menerima kamu. Dengarkan aku baik-baik, sebaiknya kamu pulang saja ke kampung dari pada tetap di Jakarta yang hanya akan membuat hidupmu susah nantinya. Aku juga masih memiliki banyak pekerjaan dan tidak bisa datang menemui kamu." "Tadinya aku memang ingin menampung kamu, tapi sebentar lagi aku akan di lamar oleh bos ku dan menikah dengan nya. Aku tidak mau jika keberadaan kamu nanti akan mengacaukan hidupku, jadi aku benar-benar tidak bisa membantu kamu." Ujar Sintia lalu menutup telponnya.. Mendengar hal itu, Aluna pun merasa sedih dan bingung. "Bagaimana ini, kenapa tiba-tiba Sintia berkata seperti itu. Apa sebaiknya aku memang harus pulang saja ke kampung lagi, tapi bagaimana jika Bude merasa kecewa, niat aku datang kesini kan untuk mencari pekerjaan." Gumam Gadis itu dengan ekspresi kebingungan. "Apa sebaiknya aku mencoba mencari pekerjaan di sekitar sini saja, siapa tahu aku bisa bertemu dengan orang yang membutuhkan pekerjaan. Menjadi pembantu pun tidak masalah yang penting aku bisa membantu meringankan Bude Ratmi." Dengan penuh keyakinan, Aluna pun mulai berjalan menjauh dari terminal itu. Hingga seorang preman datang dan berusaha mencuri barang milik Alina, dengan sekuat tenaganya Gadis itu terus berusaha mempertahankan barang miliknya sambil berteriak minta tolong. "Tolong... tolong.. Lepaskan ini tas milikku." ujar Alina sekuat tenaga. "Disini tidak akan ada orang yang membantu kamu, sebaiknya serahkan saja barang milikmu ini padaku jika kamu ingin selamat." balas pria itu mengancam. Disaat dirinya mulai pasrah, tiba-tiba saja datang seorang pemuda yang menolong nya. "Heyy, jangan macam-macam." teriak pria itu sambil mendorong preman itu. Mereka berdua pun sempat berkelahi, sampai akhirnya Preman itu melarikan diri karena kalah dan merasa takut. Secara kebetulan, pria yang menolong Aluna adalah Miko. "Ini tas kamu." "Terimakasih banyak ya Mas karena sudah menolong saya, jika tidak ada Mas nya mungkin orang itu sudah membawa kabur barang-barang milik saya." "Sama-sama, disini memang sangat rawan kejahatan jadi kamu harus berhati-hati. kebetulan saja tadi saya lewat sini dan melihat kamu sedang dalam masalah. Ngomong-ngomong kamu mau kemana dengan tas sebesar itu?" tanya Miko penasaran. "Hhmm sebelumnya perkenalkan dulu Mas, nama saya Aluna. Saya ini baru saja datang dari kampung, ini adalah perjalanan pertama saya menginjakkan kaki di Jakarta, saya datang kesini ingin mencari pekerjaan." Ujar Aluna. "Oke baiklah, lalu apa kamu datang dari kampung sendirian? begini saja apa kamu memiliki saudara di Jakarta ini, biar aku bisa mengantarkan kamu kesana Karena disini benar-benar sangat rawan." "Justru itu Mas, saya tidak memiliki saudara di Jakarta. Rencananya saya ini akan menumpang di tempat teman saya yang berasal dari kampung juga, dia sudah lama tinggal dan bekerja di Jakarta. Tapi teman saya itu ternyata tidak bisa menampung saya dan saya di minta untuk pulang kembali, tapi niat saya sudah bulat untuk mencari pekerjaan." "Apa Mas sendiri tahu dimana tempat agar saya bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah, saya sama sekali tidak merasa keberatan bekerja sebagai asisten rumah tangga sekalipun. kebetulan saya juga bisa mengurus rumah dan memasak." ujar Aluna penuh harap. Miko pun hanya terdiam seolah sedang berpikir, sambil terus memperhatikan Aluna dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Aryan bilang dia ingin gadis yang sederhana dan polos, sepertinya aku sudah menemukan orang yang dia maksud." Gumam Miko sambil tersenyum kecil. Melihat Miko yang terus saja memperhatikan nya, jelas membuat Aluna merasa risih dan juga takut. "Apa kamu yakin ingin bekerja?" tanya Miko. "Iya Mas, apapun pekerjaan nya saya siap asalkan halal." sahut Aluna dengan cepat. Mendengar jawaban Aluna, tentu saja membuat Miko sangat senang.Terlihat Zaki sedang duduk di depan teras rumah nya, namun tiba-tiba Aryan datang menghampiri nya. "Boleh aku ikut duduk disini." Ujar Aryan. "Tentu saja, silahkan." Sahut Zaki. Aryan pun langsung duduk dan tersenyum ramah pada pria di depan nya itu. "Aku baru tahu kalau ternyata kau ini adalah kakak nya Sintia, selain itu kau juga mantan pacar nya Aluna." "Sebenarnya hubungan ku dan Aluna sudah lama berakhir, sekarang kami tidak memiliki hubungan apapun. Ya meskipun sebenarnya aku masih tidak percaya jika Aluna bisa dengan mudah melupakan ku." Ujar Zaki."Itu berarti apa yang di katakan oleh istrimu tadi pagi adalah benar, kalau kau masih memiliki perasaan pada Aluna?" Tanya Aryan. "Aluna adalah wanita yang baik, sederhana dan juga cantik. Pria manapun pasti ingin memiliki istri seperti Aluna, tapi sayang nya tidak semua pria beruntung bisa menikahi nya, kau termasuk beruntung karena bisa menjadi suami Aluna, aku harap kau bisa menjaga dan mencintai Aluna dengan sepenuh hati, t
Ibu dengar apa yang di katakan menantu kesayangan ibu ini, dia sudah sangat lancang sekali." Ujar Sintia marah. "Sudahlah Sintia, tidak ada waktu lagi untuk kamu bernegosiasi dengan kakak ipar mu itu, ikuti saja apa kemauannya sebelum Aluna dan Aryan datang." Sahut Bu Ina. "Sstttt baiklah, aku akan memberikan apapun yang kamu inginkan, kamu ingin uang akan aku berikan, sekarang kamu sudah puas kan." Mendengar hal itu tentu saja membuat Mala merasa senang bukan main, sementara Sintia terlihat marah dan cemberut. Lalu Mala pun pergi di susul oleh Zaki. "Nyebelin banget ya si Mala ini, Mas Zaki juga bukan nya belain aku dan negur istrinya malah diam saja kayak begitu. Suami istri sama saja tidak ada gunanya, menyebalkan." Gerutu Sintia di dalam hatinya. "Kamu ngapain sih pake meras Sintia segala, seharusnya kita tidak perlu ikut-ikutan drama mereka ini." Tegur Zaki. "Ya suka-suka aku dong Mas, lagi pula selama ini adikmu itu sangat pelit sekali. Selama dia bekerja di kota dia tida
Sementara itu, terlihat Bude Ratmi sudah berada di rumah nya dan sedang menyiapkan begitu banyak buah-buahan dan juga berbagai macam sayuran. "Aluna, besok kamu dan suami kamu akan pulang ke Jakarta jadi Bude siapkan ini semua untuk kalian bawa pulang." Ujar wanita paruh baya itu."Banyak sekali, Bude. Seharusnya Bude tidak perlu melakukan semua ini, aku jadi tidak enak karena sudah merepotkan Bude." Sahut Aluna. "Tidak apa-apa Nak, semua ini adalah hasil panen kita di ladang, ada pisang, singkong, ubi dan sayuran lainnya. Bude tahu kalau semua makanan ini bisa dengan mudah kamu dapatkan, tapi disana harganya sangat mahal-mahal, kalau disini kan gratis dan di jamin rasanya lebih nikmat." "Ya ampun Bude, terimakasih banyak ya Bude karena Bude sudah sangat baik sekali." "Sama-sama, Aluna." Tak lama Aryan pun datang menghampiri mereka. "Wah ada apa ini? Kenapa banyak sekali makanan, apa Bude akan membuat acara di rumah?" Tanya Aryan. "Tidak Nak Aryan, semua ini Bude siapkan untuk
Saat sedang asik berbincang, tiba-tiba saja Aluna dan Aryan bertemu dengan Sintia di jalan."Ya ampun, kenapa aku harus bertemu dengan mereka sekarang disini. Apa yang harus aku katakan pada mereka nanti." Gumam Sintia dengan perasaan sedikit gugup. "Sintia, kamu disini ternyata." Sapa Aluna dengan ramah. "Iya Aluna, aku baru saja sampai semalam. Selamat pagi Pak Aryan." Sahut Gadis itu sedikit gugup. "Selamat pagi Sintia, Miko sudah memberitahu saya jika kamu mengajukan cuti mendadak, katanya Ibu kamu sedang sakit ya." "Iya benar sekali Pak, setelah pulang dari kota ibu langsung sakit, mungkin karena kecapean itulah kenapa saya terpaksa harus ijin untuk merawat ibu sebentar, karena tidak ada yang merawat ibu selama sakit." Ujar Sintia berbohong. "Bukankah di rumah kamu masih ada Kakak dan iparmu ya, apa mereka tidak bisa merawat ibu kamu dengan baik." Sahut Aryan. "Hhmm sebenarnya mereka bisa merawat ibu, hanya saja ibu selalu memanggil nama saya Pak. Maklum saja, saya inikan
Sementara itu, terlihat Sintia yang baru saja terbangun dari tidur nya. Tentu saja hal itu membuat Zaki dan Mala terkejut saat melihat keberadaan Sintia di rumah itu. "Oh ya ampun rasanya badanku masih lemas sekali, ingin sekali rasanya aku tidur kembali di atas kasur." Gumam Sintia sambil meregangkan tubuh nya. "Sintia, kapan kamu datang?" Tanya Zaki.."Ya ampun Mas, kamu membuat aku terkejut saja." "Justru kamu yang membuat kami terkejut, karena tiba-tiba saja kamu ada disini. Apa kamu baru datang semalam." Lanjut Mala. "Iya, aku memang baru saja datang semalam. Kalian berdua sudah tertidur lelap saat aku datang." "Tapi kenapa kamu pulang ke rumah mendadak seperti ini, apa ada masalah?" Tanya Zaki. "Sebenarnya tidak ada masalah, aku hanya rindu saja dengan suasana di kampung halamanku ini makanya aku mengambil cuti agar bisa pulang. Lagi pula aku ini sudah lama tidak pernah pulang ke rumah, jadi kenapa kalian terlihat heran seperti itu melihat aku." Ujar Sintia. "Ini pasti ak
Sintia pun sudah sampai di rumah nya, kedatangan nya di sambut hangat oleh Bu Ina yang memang sudah menunggu nya sejak tadi."Sintia, bagaimana dengan perjalanan kamu kesini? Tidak ada masalah kan Nak?" Tanya Bu Ina. "Semua berjalan dengan lancar kok Bu, aku merasa lelah sekali. Setelah pulang dari kantor aku langsung siap-siap untuk pulang kesini." Sahut Sintia. "Apa kamu sudah makan? Ibu sudah memasak makanan untuk kamu." "Tidak Bu, aku sudah makan saat di perjalanan tadi. Aku ingin lansung istirahat saja karena rasanya lelah sekali." "Baiklah kalau memang begitu, kamu masuklah ke kamar mu ya." "Oh iya Bu, dimana Mas Zaki dan Mala? Apa dia sudah tidur?" "Iya sepertinya mereka sudah tertidur, ini Jugakan sudah jam sebelas malam, biasanya jam segini mereka sudah tertidur lelap." "Ya sudahlah, aku pergi ke kamar ku dulu ya Bu. Ibu juga sebaiknya segera pergi tidur dan beristirahat." "Iya baiklah, selamat malam Sintia sayang." "Selamat malam Bu." Sahut gadis itu lalu segera per