"Koper dan barang bawaan lain saya letakkan disini Tuan," ucap Guest Helper hotel, "Ada lagi yg bisa saya bantu?" sambungnya dengan tanya."Eeeemm sementara cukup Mas," jawab seorang pria muda berbadan tegap ideal itu. "Eh sebentar Mas," sambungnya, seraya menolah pada seorang gadis tak jauh darinya. "Gendhis, Kamu butuh bantuan lain dari Mas Helper nggak?" tanya si pria tegap pada gadis manis yg baru saja masuk ke bagian kamar utama ruangan itu. "Nggak Mas Dewa, sudah cukup kok, selebihnya nanti aku bisa handle sendiri," jawab gadis manis itu seraya berjalan keluar dari kamar utama ke ruangan santai kamar hotel dimana Dewa, si Pria tegap itu, sedang dilihatnya memberikan satu atau dua lembar uang tip untuk si Helper.Kamar dari Hotel mewah yang sengaja di pilih untuk pasangan bulan madu ini memang cukup luas dan besar, selain ruang kamar yang terpisah, terdapat juga ruang tamu, ruang keluarga dan juga ruang makan, serta kamar mandi y
Gendhis mengambil minuman kalengnya. Dicucupnya seteguk, lalu melirik kearah Dewa yang juga nampak sedang kacau, "Pacarmu marah Mas Dewa?""Yaaa begitulah kira-kira," jawab Dewa masih dalam posisi kedua tangannya di atas rambut dan kepalanya,"Bagasmu juga kan?""Lebih dari itu. Dia juga terbakar cemburu. tadi aja sampai mukulin bantal lantai, sampai merintih kesakitan gitu deh, Ada tiga kali kayaknya.""Hah? Hahahaaaaaaaa." tawa Dewa. Baru kali ini Dewa terhibur dan melepaskan kedua tangannya dari atas rambut dan kepalanya."Wajar sih mereka sampai semarah dan secemburu itu.""Ya, Memang sangat wajar." Gendhis menyahut sambil menerawang ke langit-langit ruang santai itu. Keduanya pun kembali terdiam untuk beberapa saat."Aku punya ide." Dewa memecah keheningan dan wajahnya tampak berbinar, "Coba kamu pertimbangkan ya Dhis," sambungnya lagi."Ide? Soal apa?", Gendhis menoleh dan mengerenyit dahinya, penasar
Wanita yang kini berstatus Istri Putra Dewandaru ini, masih tak habis pikir atas perubahan statusnya dalam sekejap mata. Jodoh memang tak ada yang tahu, ternyata itu benar adanya. Gendhis dan Dewa yang sebelumnya telah memiliki pasangan masing-masing siapa sangka akhirnya harus menerima takdir mereka untuk bersatu dalam sebuah ikatan pernikahan. Pagi itu, Gendhis duduk disebuah sofa yang menghadap keluar jendela kamar hotelnya. Ia termenung, memikirkan nasibnya yang dianggap sial, juga ide suaminya yang jauh dari kata normal itu. "Apa memungkinkan kalau aku mengajak mas Bagas kemari, apa dia mau?Sebenarnya ide mas Dewa cukup bagus juga, karena dengan begitu tidak akan membuat pikiran negative atau kecemburuan dihati pasangan kami. Tapi, sudah jelas ini adalah sebuah kesalahan, bagimana pun, aku dan mas Dewa sudah sah dihadapan Tuhan. Bukannya seharusnya aku menjaga marwahku sebagai seorang wanita bersuami?" batin Gendhis menggalau.
Dewa menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya pelan, pandangannya kosong menatap jauh kedepan. "Dia marah padaku Dhis, bahkan dia menyalahkan aku, katanya, aku penyebab semua ini, padahal jika ditanya aku pun nggak mau berada dalam posisi seperti saat ini," ucap Dewa melemah. "Entahlah Ndhis, bagaimana akhir semua ini, yang aku tau aku sangat mencinta Rebeca, kekasihku," curhat lelaki berkharismatik itu."Aku paham Mas, kita semua tak ingin ada dalam Posisi ini, tapi kita bisa apa untuk saat itu. ya kan?" Dewa mengangguk setuju. "Hufftt, sama saja Mas, Bagas juga kalau kami lagi telpon ngambek melulu, mana mikirnya yang nggak-nggak tentang kita. Dia takut ..., takut kalau saja kamu---," ucapan Gendis terpotong oleh Dewa. "Dia takut aku menyentuh kamu, ya kan? takut aku melakukan kewajibanku memberimu nafkah batin? Aku tau itu." "Eeiitttss tapi kamu beneran kan Mas nggak ada niat itu kepadaku?" Dewa tersenyum si
"Entahlah Mas, kalau aku jujur sih aku mau gunakan waktuku untuk memperdalam materi pelajaraan buat bekal aku ngajar juga, ya ... mencoba untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang positif, sembari baca-baca mungkin, mumpung gratis juga kan karena ada wifi disini," ujar Gendhis tertawa. "Oh ya, aku hanya tau kamu seorang guru, tapi aku nggak tau kamu ngajar dimana dan kelas berapa. Sory ya, karena semua terjadi begitu cepat, sampai aku juga nggak banyak tau tentang kamu." Gendhis tersenyum, senyuman tipis namun sangat manis. "Nggak apa-apa kok Mas, aku juga hanya tau kamu seorang CEO sebuah perusahaan tapi nggak tau lebih jauh soal itu, bahkan tentang hidupmu lainnya. Maaf juga ya tadi aku sempat bilang kamu aneh, ya ... meskipun sampai saat ini aku masih belum percaya sih kamu masih perjaka tapi setidaknya alasan kamu tadi cukup buat aku tau sedikit tentang kamu.""Perkenalan kita memang tak biasa Ndhis, namun aku senang kita bertemu, setid
"Oooo itu toh rupanya biang masalahnya!" seru seorang lelaki paruh baya yang membawa arit dari arah jalan, saat mendapati pemandangan yang seketika menyulut amarahnya. "Ada apa to Lek?" sahut seseorang di samping lelaki tadi, yang membawa cangkul. "Lihat tuh di dalam warungnya Mbokde Par, ada orang lagi mesum. Ayo tangkep saja!" sarkas orang pertama lagi. "Mosok to Lek!" tanya seorang lainnya yang hanya memakai caping sebagai penutup kepalanya."Wo iyooooo cah ..., Astaqfirulloh," ucap lelaki kedua yang memanggul cangkul membenarkan. Ketiga lelaki yang usianya sekitar setengah abad itu bergegas manghampiri sepasang muda mudi yang masih dalam posisi bertindihan, oleh sebab hujan yang begitu deras, membuat suara si gadis yg masih histeris berteriak-teriak, terdengar seolah melepas rintihan. Ketiga petani yang baru saja pulang dari sawah itu, tampak sangat marah dalam sapuan badai yang masih menggila."Ternyata kalian
Suara dering telpon dari gawai milik Rajasa, lama-kelamaan mengusik ketenangannya, yang sedang menghadiri acara resepsi pernikahan seorang rekan bisnisnya. "Siapa Pa?" tanya sang istri---Ningrum saat suaminya mengeluarkan benda pipih dari balik saku celananya. "Dewa, Ma," jawabnya membaca nama yang tertera pada layar handphonenya. "Ada apa?" "Entahlah Ma, tapi sedari tadi memang nelpon terus, tapi Papa abaikan, setelah Papa cek baru tau kalau Dewa yang telpon." "Coba di angkat, barangkali ada yang penting, kalau nggak penting, jarang-jarang kan anak itu telpon," sahut NingrumGegas, Rajasa melipir kesudut ruangan yang ramai tersebut, lalu menekan tombol hijau pada layar ponselnya, panggilan dengan Dewa pun tersambung. Ningrum menyusul sang suami, saat ia melihat perubahan raut wajah suaminya, dan memasang telinganya untuk mendengar percakapan dua orang laki-laki yang disayanginya itu. [Apa? Dipaksa menika
"Huuuuuu," teriak warga menyoraki Ningrum. "Nggak mikir apa anaknya yang berbuat mesum sembarangan, kampung kita bisa terkena murka Allah kalau sampai mereka nggak segera di nikahkan, enak saja, sudah, nikahi saja mereka, cepat Pak Dukuh," sarkas warga lainnya tak terima. "Iya nikahin saja mereka," timpal beberapa warga lainnya, yang membuat suara riuh di rumah Dukuh Paino kembali terdengar. "Maaf Pak, Bu, pernikahan ini harus segera dilakukan, warga benar-benar tak terima kampung kami dicemari, jadi saya selaku kepala Dukuh minta pengertiannya dari semua pihak yang terkait. Bagaimana," paksa Pak Dukuh secara tidak langsung."Untuk apa ditanyakan lagi Pak Dukuh, cepat nikahkan saja." "Iya nikah kan saja mereka sekarang juga." Seru warga bersahut-sahutan membuat suasana semakin riuh dan tegang. "Jadi bagaimana, Pak ... Bu, tolong jangan mempersulit posisi kami sebagai perangkat desa disini." "Kami ..