Share

BAB 5

Hari yang dinanti tiba. Sejak pagi terlihat kesibukan di rumah Silia. Meski acara ijab kabul dan resepsi akan diadakan di hotel, tapi Silia didandani dan dipersiapkan dari rumahnya, baru nanti akan di bawa ke hotel dengan memakai mobil pengantin.

“Gimana? Ideku bagus kan?” tanya Yesika sambil membantu Silia memakai baju dalaman sebelum memakai gaun pengantin untuk acara akad pagi ini.

Silia hanya diam. Malas menanggapi omongan Yesika.

“Kamu masih ada hutang loh. Kamu baru transfer 38 juta. Masih kurang 12 juta.”

“Iya aku tahu. Bisa nggak sih kamu nggak ngomongin hal itu sekarang?! Aku nggak mau ada yang dengar.”

“Ya aku kan Cuma ngingetin aja. Nggak usah galak napa? Sensi amat jadi orang!” balas Yesika kesal.

Mereka kembali diam saat ada seseorang yang masuk ke kamar mengambil sesuatu.

“Jangan terlalu mendalami peran ya. Jangan sampai jatuh cinta sama Roby,” kata Yesika saat kembali hanya tinggal mereka berdua.

“Memangnya kenapa? Dia pacar kamu?” tanya Silia asal. Tapi cukup membuat Yesika gugup.

“Enak aja. Dia bukan tipeku. Orang kayak dia mana mampu beliin skincare dan make up aku yang mahal,” kata Yesika culas, membuat Silia memutar bola matanya karena muak.

“Trus??”

“Ya aku kasihan aja sama kamu. Kalau sampai jatuh cinta sama Roby yang ganteng kayak gitu. Sementara maaf aja, kamu bukan tipe cewek yang bakal disukai Roby. Jadi...”

“Nggak usah ngajarin aku Yesika! Peran kamu cukup sampai di sini. Setelah semua uang kubayarkan, tolong jangan ganggu kehidupanku lagi!” kata Silia dengan penuh kesal. Bahasa yang disampaikan Yesika seolah sangat merendahkan dirinya.

Yesika membanting make up pallete milik MUA yang nantinya akan mendandani Silia. Silia terkejut. Ia melihat barang yang jatuh beserta warna-warna yang berserakan di lantai akibat ulah Yesika barusan.

“Kenapa kamu banting? Itu barang milik orang! Harganya pasti mahal,” teriak Silia geram. Hanya ada mereka di kamar Silia saat ini, sementara yang lain mungkin sibuk di dapur dan menata ruang tamu. MUA yang akan mendandani Silia pun belum datang, baru barang saja yang tadi sudah diantarkan.

“Aku masih nggak habis pikir Silia. Sepertinya sampai sekarang kamu masih menyalahkan aku atas apa yang terjadi sama kamu, ya? Aku udah bantu kamu sejauh ini, sampai cariin orang buat ngakuin anak haram kamu itu...” tangan Yesika menunjuk perut Silia. “Buat nutupin aib kamu yang udah diperkosa orang. Gini balasan kamu?!”

“Yesi!!! Tolong kecilkan suara kamu! Gimana kalau ada yang dengar?!” suara Silia tertahan. Silia sudah hampir menangis.

“Bodo!!! Biar pada dengar! Kalau kamu mau aku nutup mulut aku, bayarkan uang kuliahku dua semester ini, dan aku minta uang jajan tiap hari, seperti dulu sebelum kamu menjauh dari aku sejak malam sial itu!”

“Apa?? Kamu memeras aku sekarang?” tanya Silia tak percaya.

“Terserah gimana kamu mengartikannya! Yang jelas aku Cuma mau kasi tahu, sampai kapan pun hubungan kita nggak akan pernah bisa berhenti. Kamu nyuruh aku untuk nggak ganggu hidup kamu lagi? Jadi selama ini kamu merasa aku ganggu? Aku satu-satunya teman kamu sejak SMA, Silia. Masih ingat kan?”

“Kenapa kau lakukan ini padaku Yesi? Padahal kau bilang kalau kau temanku,” kata Silia sedih.

“Habis kamu itu nggak tahu terima kasih. Aku tadi ngomong bagus-bagus, tapi jawaban kamu kasar banget. Tahu rasa kan sekarang? Makanya jangan berani-berani marahin aku. Udah tahu semua rahasia kamu tuh aku yang pegang,” ucap Yesika kesal.

Silia baru saja hendak membuka mulutnya kembali, akan menjawab kalimat Yesika. Tapi sebuah teriakan kecil membuat kata-katanya tertahan.

“Ya ampuunn... Ini kenapa kok berhamburan kayak gini? Gimana mau dandanin penganten?!” ujar MUA berjilbab ungu itu terlihat panik sambil berusaha membersihkan alat make up pallete miliknya yang sudah hancur di lantai.

“Tadi kesenggol Silia. Minta ganti aja sama dia!” kata Yesika judes sambil berlalu pergi dan keluar dari kamar. Silia hanya bisa berusaha menghapus air matanya diam-diam.

“Maaf ya Mbak. Nggak sengaja. Biar saya ganti,” kata Silia tidak enak hati.

“Iya udah, nggak apa. Nanti saya tambahkan ke tagihan aja ya Mbak. Maaf, soalnya itu harganya lumayan mahal.”

“Iya nggak apa. Tagihkan aja. Tapi gimana mau dandan Mbak, alat make-up nya hancur.”

“Saya ada bawa cadangannya kok Mbak, meski nggak sebagus yang tadi kualitasnya. Nggak apa ya? Mau beli yang baru takut keburu nggak sempat.”

Silia hanya mengangguk sambil tersenyum paksa.

Sementara saat Yesika tadi keluar kamar, ia dikejutkan dengan sosok ayahnya yang berdiri tepat di belakang pintu kamar Silia. Entah sejak kapan ayahnya itu ada di sana.

“Bapak ngapain ada di sini?!”

“Eh anu, Ibu nyuruh Bapak nyariin kamu.” Dandi menjawab dengan terbata.

“Ngapain sih sembarangan keliling rumah orang? Nggak sopan tahu! Nanti ada barang orang rumah ini hilang, Yesi yang nggak enak. Tunggu aja di bawah, ngapain mesti nyariin sampe ke kamar pengantin?”

“Ibu di bawah lagi bantu-bantu di dapur. Nyuruh Bapak nyariin kamu buat bantu nyuci piring.”

“Dih, ogah! Kita ke sini sebagai tamu Pak. Bukan pembantu. Lagian kenapa Ibu mau-mau aja sih repot ngurusin nikahan Silia? Anak juga bukan. Siapa yang nyuruh Ibu bantu-bantu di dapur? Bu Amira?”

“Nggak. Ibu mau sendiri.” Dandi mendekatkan mulutnya ke telinga Yesika, berbisik pelan,” Kata Ibu biar nanti pulangnya dibawain lauk.”

“Ya ampun, jadi orang kok celamitan amat! Di sini Cuma masak-masak dikit. Acaranya di hotel kok.”

Yesika baru saja hendak pergi, tapi tiba-tiba ia berhenti dan berbalik menghadap Dandi.

“Eh, tapi... Sejak kapan Bapak ada di balik pintu tadi? Bapak nguping ya?”

Dandi terlihat gugup. “Eh, ngapain Bapak nguping. Bapak baru datang kok.”

“Apa Bapak denger apa yang kami omongkan tadi?” tanya Yesika galak. Ia tahu setiap kali ayahnya itu berbohong, dilihat dari sikap Dandi yang selalu terlihat ketakutan. Dan sekarang Yesika yakin kalau ayahnya pun sedang berbohong.

“Nggak ada kok. Sumpah!” Dandi berusaha meyakinkan anaknya. Tapi Yesika terlalu pintar untuk dibodohi.

“Denger ya Pak. Kalau Bapak berani membocorkan rahasia Silia ke orang lain, aku sendiri yang akan bikin perhitungan sama Bapak. Kalau Bapak masih mau uang jangan coba-coba berani bermulut ember!” ancam Yesika.

Dandi hanya bisa mengangguk. Yesika tidak mau ayahnya membocorkan rahasia Silia sebelum ia mendapatkan semua uang yang dijanjikan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status