Share

BAB 6

last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-12 22:31:44

Suasana terlihat begitu mewah dan romantis. Dekorasi pelaminan ala hotel bintang 5 yang lengkap dengan bunga-bunga indah membuat siapa pun yang memandang akan merasa takjub.

Para tamu yang hadir merasa kalau Silia adalah gadis yang beruntung, karena bisa mendapatkan pernikahan yang diimpikan banyak gadis di luar sana.

Mereka yang datang pun begitu terpesona melihat ketampanan Roby. Meski terdengar desas-desus yang tak mengenakkan, mengingat pernikahan Silia yang begitu mendadak. Pasti menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan para undangan yang notabene adalah orang-orang terdekat keluarga Silia.

Setelah Roby dengan lancar mengucapkan ijab kabul, disambut teriakan ‘sah’ dari para tamu, Silia tampak di bawa masuk ke dalam ruangan dengan berjalan pelan, diapit oleh dua orang wanita kerabatnya.

Silia menjadi pusat perhatian. Gadis itu terlihat cantik, berbanding terbalik dengan penampilannya sehari-hari.

“Gimana Roby, cantik kan istrimu?” Nina, yang masih sepupu jauh Silia menggoda Roby.

Roby tersenyum. Saat tadi Silia datang mendekat sampai mencium tangannya, mata Roby tak lepas menatap kecantikan Silia. Tapi bagi Roby ada sesuatu yang mengganjal pikirannya.

“Iya cantik,” kata Roby membuat pipi Silia memerah. “Tapi... Lipstiknya terlalu merah,” sambungnya.

“Ya penganten emang harus gitu, harus menor. Biar manglingi...” jawab bibi Silia yang tadi menggandeng Silia.

Roby hanya bisa mengangguk. Tatapannya beradu pandang dengan Silia. Untuk sesaat terlihat mereka tampak saling mengagumi. Namun di detik lain, mereka sama-sama membuang muka.

Roby tampak mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, ia mencari Yesika. Dan akhirnya ia dapat melihat Yesika yang sedang duduk bersama beberapa tamu.

Yesika terlihat sangat cantik dengan gaun agak terbuka berwarna pink. Walaupun bukan dari kalangan orang berada, Yesika begitu sangat memperhatikan penampilannya dan pandai memadu-padankan antara pakaian, make up dan perhiasannya yang dipakai.

Roby menatap takjub Yesika dari jauh. Meski Silia di sampingnya juga cantik, tapi tetap saja bagi Roby, Yesika adalah gadis yang saat ini dicintainya. Dan dia rela melakukan semua ini demi Yesika.

“Selamat ya Silia, semoga pernikahan kamu bahagia. Semoga langgeng sampai kakek nenek. Cepat dapat momongan.”

“Eh, iya Tante. Makasih.” Silia tampak terkejut dan terlihat masygul. Tangannya tampak gemetar saat menyalami sepasang suami istri yang saat ini ada di depannya.

“Om Cipto sama Tante Hanisa diundang juga?” tanya Silia. Terdengar nada suara yang terlihat keberatan dengan kedatangan kedua orang itu.

“Iyalah. Kami kan teman Papamu. Beliau pasti ngundang. Biarpun nggak jadi besanan, iya kan Arman?!” Cipto menggoda Arman yang berdiri tak jauh di samping Silia. Terlihat Arman yang hanya mengangguk sambil tersenyum tawar.

Mata Silia mulai memerah. Roby mulai merasa aneh dan jadi penasaran siapa dua orang yang ada di depannya ini.

“Gimana kabar Vatra Tante?”

“Baik kok. Demi kamu dia bahkan izin kuliah dan pulang. Katanya mau datang ke acara pernikahan kamu dan memberikan selamat secara langsung,” kata Hanisa.

Bibir Silia mengatup rapat. Tenggorokannya mendadak terasa kering. Susah payah ia mengumpulkan kekuatannya untuk bicara.

“Vatra, pulang? Ada di sini?”

“Iya. Tadi diajak berangkat bareng nggak mau. Katanya mau cari kado dulu. Nanti juga ke sini kok.”

“Ngomongin aku ya?” terdengar suara seseorang yang membuat mereka semua kompak menoleh, termasuk Roby.

Silia bagai membeku. Sosok tampan yang kini sedang berjalan mendekat membuatnya hampir tak bisa menguasai diri. Di hadapannya kini adalah seorang lelaki yang sudah lama ia cintai, cinta pertamanya, Vatra.

Dengan senyum yang terkesan dipaksa, Vatra menyalami kedua orang tua Silia, Roby, dan terakhir baru menyalami Silia. Dapat Vatra rasakan betapa dinginnya tangan gadis itu saat ia menjabat tangannya.

“Selamat Silia, semoga bahagia.” Hanya itu yang terucap dari mulut Vatra. Bagaimanapun sungguh sangat sulit baginya melihat gadis yang ia cintai bersanding dengan pria lain.

Saat kemarin ia mendapat kabar dari ibunya kalau Silia akan segera menikah, Vatra sempat berdiam diri di kamarnya seharian dan bolos kuliah. Setelah pergulatan batin yang panjang, Vatra memutuskan untuk kembali ke Indonesia.

Ia ingin datang langsung ke acara pernikahan gadis yang sudah lama bertahta di hatinya, namun belum sempat ia utarakan secara langsung perasaannya itu pada Silia.

Selama ini mereka dekat tanpa status hubungan yang jelas, karena Vatra terlalu pemalu untuk mengungkapkan perasaannya. Baginya yang penting mereka saling memahami perasaan masing-masing sudah cukup.

Tapi nyatanya, kini Silia telah bersama orang lain. Vatra pikir, mungkin karena selama ini ia tak pernah memberi kepastian untuk Silia.

“Ini untukmu,” Vatra menyerahkan sebuah kado kecil berwarna pink ke tangan Silia. “Aku nggak punya maksud apa-apa. Ini hanya sesuatu yang ingin kuberikan untukmu sejak dulu,” katanya lagi.

Silia hanya bisa menerima barang pemberian Vatra tanpa berkata sepatah kata pun. Sejak tadi ia sudah bersusah payah menahan tangisnya. Jangan sampai ia mengeluarkan kalimat yang bisa membuat pertahanannya runtuh. Tak mungkin ia menangis karena Vatra di depan semua orang.

Tak banyak yang mereka bicarakan. Vatra langsung menuju ke meja prasmanan, mengambil hidangan dan berusaha berbaur dengan beberapa kenalan yang juga menjadi tamu undangan.

“Hai, kamu yang namanya Vatra ya?” Yesika menyapa ramah Vatra yang sedang duduk, membuyarkan pandangan pemuda itu, yang sejak tadi memandangi Silia di pelaminan.

“Iya,” Vatra pun berusaha ramah. “Kamu....?” tanyanya tak yakin, sebab ia memang tak mengenal Yesika.

“Aku Yesika, teman kuliah Silia.”

“Oh...” Vatra menjawab pendek.

“Kamu yang kuliah di luar negeri itu kan? Aku pernah lihat foto kamu di HP Tante Amira. Katanya kamu pacar Silia?”

“Bukan,” Vatra tersenyum. “ Kalau aku pacarnya, sekarang yang di samping Silia adalah aku,” jawab Vatra getir. “Aku Cuma orang yang pernah dekat dengan Silia,” tambahnya.

“Oh gitu. Baguslah.” Gumam Yesika.

“Bagus kenapa?” tanya Vatra, heran dengan kalimat Yesika barusan.

“Oh, nggak. Karena kita sama-sama dekat dengan Silia, kamu bisa hubungi aku kapan aja kalau butuh teman selama di sini,” kata Yesika. Hatinya senang sekali. Dia merasa akan punya kesempatan untuk mendekati Vatra.

Sudah sejak lama Yesika mengagumi Vatra. Selain kaya, Vatra juga tampan. Bahkan ketampanannya bisa disejajarkan dengan Roby. Hanya saja ketampanan Vatra ditunjang penampilannya yang menampakkan kalau dia anak orang kaya.

Yesika memandangi Vatra dari atas hingga ke bawah. Visual Vatra benar-benar mengagumkan bagi Yesika. Dan Vatra adalah anak orang kaya, berbeda jauh dengan Roby. Yesika bertekad dalam hati. Ia akan mendapatkan Vatra bagaimanapun caranya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pernikahan Berbayar Si Gadis Culun    BAB 61

    “Ibu jangan suka ngomong asal-asalan. Mama nggak suka orang yang kayak gitu,” kata Roby cepat, mencoba menutupi rasa malu.“Ah masa? Nggak kok,” kata Amira sambil mengusap sudut matanya. “Mama malah suka sama Bu Besan yang apa adanya kayak gini.”Roby menatap mama mertuanya, tak percaya.“Justru Mama senang. Sikap dan omongan Bu Besan benar-benar apa adanya, nggak dibuat-buat... asli banget.”Dan seperti ada tombol yang dipencet, suasana langsung mencair. Nasiha mulai tertawa, begitu pula Amira. Mereka mulai bicara santai, dari masalah kehamilan, resep jamu pelancar lahiran, sampai kebiasaan Roby kecil yang suka ngupil.Di sudut sofa, Roby dan Silia hanya bisa duduk diam, seperti dua remaja yang menyaksikan emak-emaknya bonding di atas level mereka.“Aduh, saya baru tahu, ternyata besan saya lucu banget,” kata Amira sambil mengambil sepotong kue lagi.“Saya juga baru tahu, ternyata ibu mertua anak saya ini kayak permaisuri. Cantik, pinter, kaya... aduh, kalah saya,” timpal Nasiha samb

  • Pernikahan Berbayar Si Gadis Culun    Bab 60

    Silia keluar dari kamar dengan langkah pelan. Kaos oversize Roby yang ia kenakan nyaris mencapai lutut, tapi tetap tak mampu menutupi bagian depan tubuhnya yang menonjol jelas.Nasiha yang sedang duduk di sofa dengan posisi tangan menyilang langsung berdiri.“Bentar…! Berhenti di situ!”Silia refleks berhenti, tubuhnya menegang.Nasiha berjalan cepat, berhenti di depan Silia. Matanya menyipit, lalu tanpa izin langsung meletakkan telapak tangannya ke perut Silia yang bulat itu.“Ini… ini hamil?!”Roby melongok dari pintu kamar. “Lho, kok ibu bisa langsung tahu?”Nasiha melotot ke arah putranya. “Ya jelas taulah! Perutnya gede kayak gitu! Apalagi namanya kalau bukan hamil?!”“Cacingan,” jawab Roby polos.“CACINGAN PALALU!” teriak Nasiha sambil langsung menyambar sandal dan melempar ke arah Roby.Roby nyaris kena di jidat kalau saja dia tidak cepat menunduk.“Ibu sabar dulu, sabar,” katanya sambil mengangkat tangan setengah pasrah. “Silia ini bukan cewek sembarangan, Bu. Dia… dia suka ba

  • Pernikahan Berbayar Si Gadis Culun    Bab 59

    Rumah itu akhirnya sepi lagi. Suara sandal emak-emak yang berisik seperti ledakan kecil setiap langkahnya sudah tak terdengar. Nasiha telah kembali ke kampung dengan koper, tas jinjing, dan keranjang yang kini berisi oleh-oleh dari anak tercinta: detergen cair, daster baru, dan entah kenapa—satu pouch lipstik.Roby mengunci pintu, lalu membalikkan badan sambil berseru lirih, “Merdeka…”Seketika itu juga, ia melompat ke ranjang, di mana Silia yang baru saja ia jemput menunggu dengan senyum malu-malu. Mereka beneran kayak pengantin baru yang lagi ketagihan malam pertama.Mereka tidak banyak bicara. Hanya ada tatapan, tarikan napas, dan tubuh yang saling menemukan dalam keheningan malam. Roby mencium keningnya pelan, lalu turun ke pipi, lalu ke leher. Silia mengerang pelan, “Tunggu dulu... aku mandi dulu ya. Aku pengap.”Roby tertawa pelan. “Kamar mandi Cuma satu. Kalau kamu kelamaan, aku nyusul.”“Terserah. Asal jangan rekam-rekam. Aku belum pakai lipstick waterproof.”“Bisa dihapus. T

  • Pernikahan Berbayar Si Gadis Culun    Bab 58

    Dengan tergesa, Roby mulai meraih pakaian dari kursi, sementara Silia juga ikut panik, berusaha bangkit dan berpakaian semampunya meski perutnya makin besar.“Kamu harus pergi dulu. Sekarang,” ujar Roby cepat. “Kita ke rumahmu. Aku antar.”“Tapi kita belum sarapan. Kamu belum...” Silia menunduk, wajahnya merah padam.Roby menatapnya sejenak, lalu mendekat, mencium kening Silia dengan dalam.“Nanti. Malam ini. Atau besok. Yang jelas... ini belum selesai, oke?”Silia tak bisa menahan senyum walau gugup. Ia mengangguk pelan, lalu menyambar jaket tipisnya. Roby masih mendesis pelan karena harus menahan hasratnya sendiri, tapi waktu tak memberi pilihan.Dalam waktu sepuluh menit, mereka sudah di atas motor, menembus kabut pagi yang masih menggantung tipis. Silia memeluk Roby dari belakang, tak tahu kenapa, hatinya mendadak berat saat mereka berhenti di depan gerbang rumah mewah milik orangtuanya.“Jangan lupa bilang kamu lagi jomblo parah,” kata Silia, mencoba bercanda meski suaranya sedik

  • Pernikahan Berbayar Si Gadis Culun    Bab 57

    Silia menatap ke bawah, menggeleng lirih. “Dulu kupikir... itu yang terbaik. Aku merasa itu satu-satunya cara untuk menebus aibku. Aku sudah bersumpah tak akan menikah lagi seumur hidup. Aku hanya ingin jadi ibu... yang cukup bagi anakku.”Ia mengangkat wajahnya perlahan, matanya mulai berkaca.“Tapi sekarang… setelah semalam… setelah kau memperlakukanku seperti aku layak dicintai…” suaranya pecah, “aku mulai takut. Takut... berharap.”Roby bergeser, meraih tangannya lagi. Tapi Silia menarik diri. Bukan karena marah. Tapi karena takut.“Aku nggak yakin kau akan bahagia bersamaku, Roby,” ucapnya lirih. “Aku... bukan perempuan yang utuh. Aku bukan gadis yang bersih. Aku—”“Berhenti.” Suara Roby memotongnya, lembut namun tegas.Ia bangkit dan berdiri di hadapannya, kemudian berlutut satu kaki. Ia mendongak, menatap Silia dengan penuh keteguhan. “Kau korban, bukan pelaku. Kau perempuan paling kuat yang pernah kukenal. Dan semalam... adalah malam paling hangat yang pernah aku alami. Aku t

  • Pernikahan Berbayar Si Gadis Culun    BAB 56

    Silia tak menjawab. Tapi tubuhnya tak menolak saat Roby menunduk dan mencium bibirnya lagi. Lebih dalam. Lebih hangat. Kedua tangannya membelai wajah Silia, kemudian menelusup ke belakang leher, menariknya lebih dekat.Dan kali ini, tanpa keraguan. Roby melumat bibir itu dalam keheningan yang mendesis. Nafas Silia tercekat, tapi tubuhnya ikut tenggelam, menuruti setiap tarikan, setiap tekanan lembut yang Roby beri.Silia hampir kehilangan napas, tapi tidak ingin melepaskan. Ia tak tahu, ciuman bisa terasa selembut ini... seintim ini. Roby mencium dengan kesabaran, menciptakan jeda di antara desahan mereka untuk menyisipkan napas dan rasa.Ciuman itu berkembang—dari malu-malu jadi lebih dalam, lebih panas. Roby memandu, seolah menari, seolah ingin menunjukkan bahwa ini bukan sekadar rasa penasaran.Tak ada yang tergesa. Tak ada yang dipaksa.Tangan Roby bergerak ke pinggang Silia, menarik tubuhnya lebih dekat. Mereka nyaris tak bisa bernafas, tapi tak satu pun ingin berhenti.Ciuman it

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status