Share

BAB 6

Suasana terlihat begitu mewah dan romantis. Dekorasi pelaminan ala hotel bintang 5 yang lengkap dengan bunga-bunga indah membuat siapa pun yang memandang akan merasa takjub.

Para tamu yang hadir merasa kalau Silia adalah gadis yang beruntung, karena bisa mendapatkan pernikahan yang diimpikan banyak gadis di luar sana.

Mereka yang datang pun begitu terpesona melihat ketampanan Roby. Meski terdengar desas-desus yang tak mengenakkan, mengingat pernikahan Silia yang begitu mendadak. Pasti menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan para undangan yang notabene adalah orang-orang terdekat keluarga Silia.

Setelah Roby dengan lancar mengucapkan ijab kabul, disambut teriakan ‘sah’ dari para tamu, Silia tampak di bawa masuk ke dalam ruangan dengan berjalan pelan, diapit oleh dua orang wanita kerabatnya.

Silia menjadi pusat perhatian. Gadis itu terlihat cantik, berbanding terbalik dengan penampilannya sehari-hari.

“Gimana Roby, cantik kan istrimu?” Nina, yang masih sepupu jauh Silia menggoda Roby.

Roby tersenyum. Saat tadi Silia datang mendekat sampai mencium tangannya, mata Roby tak lepas menatap kecantikan Silia. Tapi bagi Roby ada sesuatu yang mengganjal pikirannya.

“Iya cantik,” kata Roby membuat pipi Silia memerah. “Tapi... Lipstiknya terlalu merah,” sambungnya.

“Ya penganten emang harus gitu, harus menor. Biar manglingi...” jawab bibi Silia yang tadi menggandeng Silia.

Roby hanya bisa mengangguk. Tatapannya beradu pandang dengan Silia. Untuk sesaat terlihat mereka tampak saling mengagumi. Namun di detik lain, mereka sama-sama membuang muka.

Roby tampak mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, ia mencari Yesika. Dan akhirnya ia dapat melihat Yesika yang sedang duduk bersama beberapa tamu.

Yesika terlihat sangat cantik dengan gaun agak terbuka berwarna pink. Walaupun bukan dari kalangan orang berada, Yesika begitu sangat memperhatikan penampilannya dan pandai memadu-padankan antara pakaian, make up dan perhiasannya yang dipakai.

Roby menatap takjub Yesika dari jauh. Meski Silia di sampingnya juga cantik, tapi tetap saja bagi Roby, Yesika adalah gadis yang saat ini dicintainya. Dan dia rela melakukan semua ini demi Yesika.

“Selamat ya Silia, semoga pernikahan kamu bahagia. Semoga langgeng sampai kakek nenek. Cepat dapat momongan.”

“Eh, iya Tante. Makasih.” Silia tampak terkejut dan terlihat masygul. Tangannya tampak gemetar saat menyalami sepasang suami istri yang saat ini ada di depannya.

“Om Cipto sama Tante Hanisa diundang juga?” tanya Silia. Terdengar nada suara yang terlihat keberatan dengan kedatangan kedua orang itu.

“Iyalah. Kami kan teman Papamu. Beliau pasti ngundang. Biarpun nggak jadi besanan, iya kan Arman?!” Cipto menggoda Arman yang berdiri tak jauh di samping Silia. Terlihat Arman yang hanya mengangguk sambil tersenyum tawar.

Mata Silia mulai memerah. Roby mulai merasa aneh dan jadi penasaran siapa dua orang yang ada di depannya ini.

“Gimana kabar Vatra Tante?”

“Baik kok. Demi kamu dia bahkan izin kuliah dan pulang. Katanya mau datang ke acara pernikahan kamu dan memberikan selamat secara langsung,” kata Hanisa.

Bibir Silia mengatup rapat. Tenggorokannya mendadak terasa kering. Susah payah ia mengumpulkan kekuatannya untuk bicara.

“Vatra, pulang? Ada di sini?”

“Iya. Tadi diajak berangkat bareng nggak mau. Katanya mau cari kado dulu. Nanti juga ke sini kok.”

“Ngomongin aku ya?” terdengar suara seseorang yang membuat mereka semua kompak menoleh, termasuk Roby.

Silia bagai membeku. Sosok tampan yang kini sedang berjalan mendekat membuatnya hampir tak bisa menguasai diri. Di hadapannya kini adalah seorang lelaki yang sudah lama ia cintai, cinta pertamanya, Vatra.

Dengan senyum yang terkesan dipaksa, Vatra menyalami kedua orang tua Silia, Roby, dan terakhir baru menyalami Silia. Dapat Vatra rasakan betapa dinginnya tangan gadis itu saat ia menjabat tangannya.

“Selamat Silia, semoga bahagia.” Hanya itu yang terucap dari mulut Vatra. Bagaimanapun sungguh sangat sulit baginya melihat gadis yang ia cintai bersanding dengan pria lain.

Saat kemarin ia mendapat kabar dari ibunya kalau Silia akan segera menikah, Vatra sempat berdiam diri di kamarnya seharian dan bolos kuliah. Setelah pergulatan batin yang panjang, Vatra memutuskan untuk kembali ke Indonesia.

Ia ingin datang langsung ke acara pernikahan gadis yang sudah lama bertahta di hatinya, namun belum sempat ia utarakan secara langsung perasaannya itu pada Silia.

Selama ini mereka dekat tanpa status hubungan yang jelas, karena Vatra terlalu pemalu untuk mengungkapkan perasaannya. Baginya yang penting mereka saling memahami perasaan masing-masing sudah cukup.

Tapi nyatanya, kini Silia telah bersama orang lain. Vatra pikir, mungkin karena selama ini ia tak pernah memberi kepastian untuk Silia.

“Ini untukmu,” Vatra menyerahkan sebuah kado kecil berwarna pink ke tangan Silia. “Aku nggak punya maksud apa-apa. Ini hanya sesuatu yang ingin kuberikan untukmu sejak dulu,” katanya lagi.

Silia hanya bisa menerima barang pemberian Vatra tanpa berkata sepatah kata pun. Sejak tadi ia sudah bersusah payah menahan tangisnya. Jangan sampai ia mengeluarkan kalimat yang bisa membuat pertahanannya runtuh. Tak mungkin ia menangis karena Vatra di depan semua orang.

Tak banyak yang mereka bicarakan. Vatra langsung menuju ke meja prasmanan, mengambil hidangan dan berusaha berbaur dengan beberapa kenalan yang juga menjadi tamu undangan.

“Hai, kamu yang namanya Vatra ya?” Yesika menyapa ramah Vatra yang sedang duduk, membuyarkan pandangan pemuda itu, yang sejak tadi memandangi Silia di pelaminan.

“Iya,” Vatra pun berusaha ramah. “Kamu....?” tanyanya tak yakin, sebab ia memang tak mengenal Yesika.

“Aku Yesika, teman kuliah Silia.”

“Oh...” Vatra menjawab pendek.

“Kamu yang kuliah di luar negeri itu kan? Aku pernah lihat foto kamu di HP Tante Amira. Katanya kamu pacar Silia?”

“Bukan,” Vatra tersenyum. “ Kalau aku pacarnya, sekarang yang di samping Silia adalah aku,” jawab Vatra getir. “Aku Cuma orang yang pernah dekat dengan Silia,” tambahnya.

“Oh gitu. Baguslah.” Gumam Yesika.

“Bagus kenapa?” tanya Vatra, heran dengan kalimat Yesika barusan.

“Oh, nggak. Karena kita sama-sama dekat dengan Silia, kamu bisa hubungi aku kapan aja kalau butuh teman selama di sini,” kata Yesika. Hatinya senang sekali. Dia merasa akan punya kesempatan untuk mendekati Vatra.

Sudah sejak lama Yesika mengagumi Vatra. Selain kaya, Vatra juga tampan. Bahkan ketampanannya bisa disejajarkan dengan Roby. Hanya saja ketampanan Vatra ditunjang penampilannya yang menampakkan kalau dia anak orang kaya.

Yesika memandangi Vatra dari atas hingga ke bawah. Visual Vatra benar-benar mengagumkan bagi Yesika. Dan Vatra adalah anak orang kaya, berbeda jauh dengan Roby. Yesika bertekad dalam hati. Ia akan mendapatkan Vatra bagaimanapun caranya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status