공유

Bab 6

작가: Vannisa
Di ruang tamu bawah, para tamu yang datang untuk merayakan ulang tahun sudah memenuhi ruangan. Di tengah kerumunan, dua orang tua beruban yang mengenakan setelan baju tradisional merah terlihat sangat energik. Di meja pusat yang terbuat dari kayu cendana, ada kue ulang tahun berbentuk buah persik berwarna merah muda terang.

Easton dan Maggie turun satu per satu. Perhatian semua orang langsung tertuju pada mereka. Maggie menarik napas panjang. Dia begitu gugup hingga terpeleset. Itu membuat tubuhnya kehilangan keseimbangan dan secara refleks menggenggam satu-satunya hal yang bisa dijadikan pegangan.

Di tangga, sekujur tubuh Maggie jatuh ke depan. Namun, pinggangnya tiba-tiba ditahan oleh tangan besar seseorang. Tubuhnya pun dengan stabil jatuh ke pelukan pria itu.

"Kamu lagi memainkan trik apa lagi?" tanya Easton dengan nada marah. Raut wajahnya serius dan alisnya makin berkerut. Seluruh aura di sekitarnya terasa sangat dingin hingga membuat Maggie merasa takut dan menggigil. Dia akhirnya menunduk dengan rasa bersalah dan sama sekali tidak berani menatap mata pria itu.

Banyak tamu yang sebelumnya menonton kejadian di halaman mengenali wanita yang mengikuti Easton. Pembicaraan mereka mulai terdengar. Di sisi lain, Hana terlihat agak kesal. Dia memanggil, "Easton, cepat turun. Untuk apa berdiri di sana?"

Easton menahan amarahnya, lalu mendorong wanita itu dari pelukannya dan turun ke bawah dengan sikap tinggi hati. Pandangan orang-orang tetap tertuju pada mereka. Mereka mengintip dengan penuh rasa ingin tahu, serta berusaha mencari petunjuk di antara keduanya.

Maggie sangat menyesali keputusan untuk mengikuti Edgar ke atas. Dia juga seharusnya tidak setuju untuk bantu mengantarkan hadiah dan hadir di pesta ulang tahun ini.

Maggie bergerak perlahan mengikuti Easton. Dia berusaha keras untuk meminimalkan kehadirannya dan berharap bisa melarikan diri ketika tidak ada yang mengamati. Dia diam-diam bersembunyi di sudut yang paling tidak mencolok, lalu mendengarkan pidato ulang tahun dari Hamdan.

Easton masih kesal dengan masalah kehamilan wanita itu. Meskipun terkejut, dia merasa ada secercah harapan baru. Dia memang mandul. Saat kecil, dia pernah sakit dan minum obat yang merusak tubuhnya.

Bertahun-tahun ini, Hana sangat ingin dia mempunyai keturunan. Secara terbuka, dia giat berdoa kepada Buddha dan menghormati leluhur, tetapi diam-diam dia malah mengirimkan dokter ke Pransis untuk mengobati cucunya.

Easton sudah berkonsultasi dengan banyak dokter ahli, baik dari pengobatan tradisional maupun Barat, mengenai masalah ini. Bahkan, Jossie juga membujuknya untuk minum obat dan merawat tubuhnya.

Selama bertahun-tahun, cucu tunggal dari Keluarga Devantara pergi ke luar negeri demi cinta. Itu menjadi kisah terkenal di kalangan orang-orang berpengaruh.

Easton sadar bahwa sebagian besar kebebasan yang dia miliki selama ini juga berkat penyakit yang sulit diungkapkan tersebut.

Bagaimanapun di negeri asing, berita tentang pengobatan untuk masalah pria seperti ini tidak akan tersebar sedikit pun. Selama bertahun-tahun, Easton tidak pernah merasa gairah dalam urusan pria dan wanita. Namun malam itu, dia merasakan kenikmatan yang tak ada tandingannya.

Lucano mendekat, lalu bertanya dengan nada genit, "Kak Easton, sebenarnya apa hubungan kamu sama wanita ini? Dia naik ke atas begitu lama dan bahkan mengganti pakaian. Kamu benar-benar memanfaatkan setiap detik ya .... Jangan-jangan, dia bisa membuatmu kehilangan kendali?"

"Pergi jauh-jauh," usir Easton.

"Oke, Kak." Lucano diam-diam mematuhi perintahnya. Namun, pandangannya tanpa sadar tertuju pada si Bisu yang bersembunyi di kerumunan. Dengan terang-terangan, dia mengamati wanita itu dari ujung kepala hingga kaki.

Maggie dengan tajam menyadari ada seorang pemuda yang terus menatapnya. Ketika mata mereka bertemu, tatapan pria itu penuh dengan kecerdasan, tetapi juga begitu panas sehingga membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Meskipun dia berusaha untuk berbaur dengan kerumunan, itu tetap tidak cukup untuk menyembunyikan dirinya.

Setelah seluruh rangkaian acara ulang tahun hampir selesai dan tugas yang diberikan oleh Owen juga bisa dikatakan beres, Maggie memutuskan untuk diam-diam mundur dari keramaian selagi para tamu sibuk mengelilingi Hamdan dengan pujian dan tawa. Dia berencana untuk meninggalkan tempat yang penuh gosip ini.

Hanya saja, Maggie merasakan pandangan lain yang dingin dan tajam jatuh padanya. Saat dia mendongak, matanya langsung bertemu dengan mata pria itu. Setelah sekilas bertatapan, dia langsung bergegas pergi.

Hingga saat Maggie duduk di taksi, perasaannya masih belum bisa tenang. Jantungnya berdetak keras di dalam dadanya. Sebuah nomor asing terus-menerus meneleponnya. Meskipun dia sudah menolaknya beberapa kali, orang itu tetap tidak menyerah. Akhirnya, dia memutuskan untuk menerima telepon tersebut. Suara pria yang marah segera terdengar di ujung telepon.

"Maggie, cepat pulang sekarang juga. Anak yang ada di perutmu itu anak dari pria liar mana? Kamu bisa-bisanya bikin malu keluarga kita di rumah Keluarga Devantara! Sekarang, seluruh kalangan atas di Kota Jostam sudah tahu bahwa anakku hamil di luar nikah. Kamu mungkin nggak malu, tapi aku malu banget!" seru Gino.

Maggie mendengarkan dalam diam. Sebagai seorang ayah, Gino menyerang anaknya dengan kata-kata paling keji tanpa memahami situasinya. Dia sendiri juga sudah terbiasa, bahkan menjadi mati rasa terhadap kata-kata seperti itu.

Teriakan di telepon itu terus terdengar, tetapi Maggie menutup telepon tersebut dengan raut wajah datar. Dia sebenarnya tidak ingin meladeninya, tetapi mendadak ada sebuah pesan masuk.

[ Kalau kamu mau ayah angkatmu yang lumpuh itu bisa terus mendapatkan perawatan yang tenang, kamu harus segera kembali. ]

Maggie tak bisa menahan diri dan menggenggam erat ponselnya. Jari-jarinya yang pucat, bergetar saat menekan tujuan baru di peta, seolah-olah seluruh tenaganya terkuras habis. Itu membuatnya lemas di kursi taksi. Dengan pandangan kosong, dia menatap keluar jendela. Kenangan masa lalu perlahan sudah mengabur dalam ingatannya.

Keputusan selalu berada di tangan orang lain. Ketika orang tua angkat Maggie mengalami kecelakaan, satunya meninggal dan satu lagi lumpuh. Dia dijemput oleh Keluarga Leandra bukan atas kehendaknya.

Pada usia 17 tahun, Maggie dipilih untuk berpartisipasi dalam kontes penyanyi remaja di kota. Orang tua angkatnya merasa sangat bangga padanya. Mereka berjanji akan datang untuk menonton pertunjukannya.

"Kami bangga banget sama suara manis anak kami. Maggie pasti bisa meraih hasil yang bagus!"

"Pada hari itu, Ayah juga nggak akan pergi jual ikan. Aku akan ikut ibumu ke kontes untuk nonton kamu bertanding."

Keluarga mereka hidup dalam kemiskinan. Untuk bertahan hidup, orang tua angkat Maggie berjualan ikan di pasar dari pagi hingga malam.

Walaupun tubuh mereka penuh dengan bau amis ikan, mereka tetap menyediakan sebuah kamar tidur yang nyaman dan bersih untuk Maggie di rumah kontrakan mereka yang sederhana. Kamar itu terlihat sangat berbeda dengan rumah kontrakan yang sudah usang.

Hingga kontes selesai, Maggie tidak melihat orang tua angkat yang telah lama dinantikannya di tepi panggung.

Sampai akhirnya, Regina yang memimpin tim datang dengan ekspresi cemas. Dia berlari ke depan dan melontarkan kalimat yang akan Maggie ingat sepanjang hidupnya, "Orang tuamu mengalami kecelakaan dalam perjalanan ke sini. Ayahmu sekarang sedang dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan darurat."

Di usia 17 tahun, Maggie yang sebelumnya penuh dengan kegembiraan karena memenangkan kontes, tiba-tiba merasa pusing dan trofi yang dipegangnya jatuh setelah mendengar ucapan gurunya. Dia meraih Regina dengan panik, lalu bertanya, "Di mana ibuku? Kalau Ayah dibawa ke rumah sakit, Ibu di mana?"

Regina langsung menangis. Dia memberi tahu, "Ibumu meninggal di tempat. Usaha pertolongannya nggak berhasil."

Mulut Regina terus bergerak, tetapi semua kata-kata penghiburan yang keluar darinya tidak terdengar oleh Maggie sama sekali. Suara yang tajam dan pendek menembus gendang telinganya. Rasa pusing juga datang begitu cepat dan menyelimuti dirinya.

Maggie terjatuh mundur dengan keras, sementara semua orang berlari panik ke arahnya. Dunia kembali menjadi bising. Sejak saat itu, dia tidak bisa lagi berbicara.

Ayah angkat Maggie mengalami cedera parah. Kakinya lumpuh dan perlu menjalani operasi amputasi. Dokter memberitahunya dengan hati-hati bahwa proses penyembuhannya akan sangat lama dan sulit, serta membutuhkan banyak biaya.

Tepat pada saat itulah, orang tua kandung Maggie muncul. Dalam kesedihan dan rasa sakit yang mendalam pada usia 17 tahun, dia dibawa kembali ke rumah. Gino memenuhi satu-satunya permintaan yang diajukan olehnya, yaitu mengirim ayah angkatnya ke rumah sakit rehabilitasi terbaik dan menyediakan perawat pribadi yang menjaganya selama 24 jam.

Taksi tiba-tiba mengerem dengan keras. Maggie pun tersadar dari lamunannya. Saat melihat vila mewah di luar jendela, perasaannya penuh dengan keputusasaan dan ketidakberdayaan. Gino menggunakan satu-satunya orang yang paling dia sayangi di dunia ini sebagai ancaman. Dia sama sekali tidak bisa melawannya.
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 108

    Owen sengaja mengarahkan balik sindirannya pada pria yang tadi mencoba memecah belah. "Aku bahkan hampir lupa memberi selamat pada Pak Ollie barusan."Kalau pria itu berani menyahut, bukankah sama saja dengan mengakui di depan umum bahwa promosi yang dia dapat adalah hasil "merebut"?Di dalam lift banyak karyawan dari berbagai departemen, tetapi semua memilih bungkam. Mereka hanya saling melempar kode lewat tatapan mata. Pria itu akhirnya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia hanya nyengir dengan canggung sebelum kembali terdiam.Maggie baru sadar, pria itu ternyata adalah Ollie, Manager Departemen Pemasaran. Secara teori, memang pesaing langsungnya dalam promosi.Lift turun ke lantai bawah tanah. Mayoritas karyawan sudah keluar di lantai dasar, tersisa hanya beberapa orang saja.Maggie berjalan langsung ke tempat parkirnya dan menekan tombol unlock. Namun, Ollie tiba-tiba mengadang di depan mobilnya dan berkata dengan sinis, "Wah, mobilnya bagus juga ya. Lihat dari fiturnya ini pasti k

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 107

    Keduanya menunggu di depan lift. Di samping mereka ada beberapa rekan kerja dari departemen lain. Setelah saling menyapa singkat, suasana kembali canggung.Ding ....Lift turun ke lantai 15.Jam pulang kantor, lift penuh sesak oleh pegawai bank berseragam. Meski dari departemen berbeda, semua saling menyapa dengan akrab. Maggie menganggukkan kepala satu per satu dengan ramah, hingga akhirnya pandangannya jatuh pada seorang pria yang sedang menatapnya.Karyawan di kantor pusat bank mencapai seribu orang. Maggie jarang sekali ikut kegiatan gathering atau makan malam departemen. Lima tahun ini, dia selalu pintar menghindari berbagai acara sosial.Ada untung ruginya. Untungnya, dia tidak perlu berpura-pura ramah dan tidak perlu menguras energi untuk menjaga hubungan yang tak penting. Dia memiliki banyak ruang pribadi, bisa memakai waktunya untuk mengembangkan diri, bersantai, atau sekadar hiburan.Namun sisi buruknya juga fatal. Masuk tahun kelima bekerja, dia nyaris tidak mengenal siapa p

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 106

    Easton terluka parah, kemungkinan besar acara itu akan ditunda atau bahkan dibatalkan. Bagaimanapun, pesta akhir tahun perusahaan hanyalah acara internal. Yang paling dipedulikan karyawan hanyalah bonus dan tunjangan, ada atau tidaknya seremoni tampaknya tidak sepenting itu.Ternyata Maggie berpikir terlalu jauh. Kamis sore, tepat sebelum jam pulang, Owen tiba-tiba mendorong pintu kantornya. "Kamu nggak lupa, 'kan?"Maggie menoleh padanya dengan wajah penuh tanda tanya. Dia membuka kedua telapak tangan, lalu membaliknya.[ Apa? ]"Gala tahunan Grup Devantara. Aku tahu kamu lagi sibuk menyiapkan sidang promosi, jadi sengaja mengingatkan. Besok pagi kamu nggak perlu ke kantor. Sorenya aku jemput kamu," ujar Owen dengan ramah.Ekspresi Maggie langsung berubah dan buru-buru menggeleng keras.[ Aku sudah pindah rumah, nggak usah repot. Lagi pula aku baru beli mobil kecil buat keperluan sehari-hari, aku bisa datang sendiri. ]Gerakan tangannya cepat. Ekspresinya agak gugup dan bahkan menolak

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 105

    Easton duduk di kursi roda dengan dahi berkerut. Dia menengadahkan kedua tangan dan berkata dengan penuh keluhan, "Apa ini nggak berlebihan? Aku cuma patah tangan, bukan nggak bisa jalan."Kaeso yang mendorong kursi roda itu pun berbisik, "Tadi Bu Intan malah sempat mau minta orang pakai tandu untuk bawa Bapak turun, untung Pak Julian mencegah."Easton menghela napas, "Itu memang gayanya Bu Intan." Dia menoleh ke sekitar untuk mencari sosok Maggie. Wanita itu berjalan sendirian di belakang rombongan. Melihat pemandangan ini membuat dadanya terasa sedikit sesak."Antarkan dia pulang," ucap Easton kemudian dengan nada tidak semangat.Kaeso mengangguk. Dalam hati, dia sangat paham bahwa di keluarga sebesar ini, Maggie tidak akan bisa hidup tenang jika tidak memiliki latar belakang yang sepadan.Sebuah mobil van putih sudah menunggu di depan gedung rawat inap. Easton bangkit dengan wajah menahan sakit. Maggie spontan melangkah maju untuk membantunya, tetapi Devina mengangkat tangan dan men

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 104

    Maggie mengetik di ponselnya.[ Beli makan dan beres-beres itu nggak berat. Sarapan harus dimakan selagi hangat. ]Maggie terlihat sangat terbiasa merawat orang sakit. Easton pun teringat, dia memang punya seorang ayah angkat yang sudah lama sakit. Dari hasil penyelidikan latar belakang, tercatat bahwa setelah umur 17 tahun, Maggie kembali ke orang tua kandungnya, lalu berganti nama menjadi Maggie seperti sekarang.Namun ... bagaimana dengan sebelum 17 tahun itu? Dengan orang tua angkatnya yang berjualan ikan di pasar, kehidupan macam apa yang mereka berikan padanya? Meski hidup penuh kekurangan, Maggie jelas tumbuh dalam kasih sayang.Easton terpaku dalam pikirannya. Sorot matanya saat memandang Maggie pun dipenuhi rasa iba. Tepat saat itu, Kaeso berlari masuk dengan terengah-engah."Gawat, Pak Easton! Berita kecelakaan Bapak nggak bisa ditutupi ... barusan saya lihat di lobi lantai satu ...." Sebelum Kaeso selesai bicara, Hana sudah bergegas masuk dengan bertumpu pada tongkatnya.Eas

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 103

    Sinar matahari yang menyilaukan menembus ke dalam kamar rawat. Easton refleks mengangkat lengan kiri untuk menutupi wajahnya agar tidak terlalu silau.Rasa nyeri dan pegal di bagian bawah tubuh memaksanya tersadar sepenuhnya. Dia menoleh ke samping, lalu mendapati bahwa ranjang pendamping itu terlihat kosong. Bahkan selimutnya pun sudah dilipat rapi.Dia mencoba bangun, tapi luka di perut membuatnya sama sekali tak bisa bergerak.Easton merasa tidak terima. Nama baiknya tidak boleh sampai tercoreng hanya gara-gara aib "mengompol di ranjang rumah sakit". Dengan tekad itu, dia menggertakkan gigi menahan sakit, lalu menggunakan lengan kirinya untuk menopang tubuh dan berusaha duduk perlahan-lahan.Rasa sakit yang hebat menyerangnya dan membuat keringat dingin bercucuran di dahinya. Urat-urat di lengannya menonjol dengan jelas, menandakan betapa berat perjuangannya.Tiba-tiba Maggie berlari masuk dengan panik. Bubur yang dibawanya tumpah berceceran, tetapi dia tidak sempat memedulikannya.

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status