공유

Bab 7

작가: Vannisa
Baru saja Maggie membuka pintu dan masuk, sebuah tamparan keras sudah mendarat di wajahnya. Rasa perihnya langsung menyengat kulit.

Maggie terhuyung mundur dengan wajah terteleng. Tatapannya jatuh pada sosok ibu dan putrinya yang duduk dengan intim di sofa.

Aurel menangis terisak-isak sambil meringkuk di pelukan Nancy. Kabar tentang dirinya yang diusir pengawal Keluarga Devantara telah tersebar ke seluruh lingkaran sosial Kota Jostam.

Tidak sanggup menerima penghinaan ini, Aurel segera pulang. Sambil menangis sedih, dia menceritakan semua yang terjadi, tidak lupa dengan membumbui setiap detailnya.

Ketika tatapan mereka bertemu, Maggie bisa melihat kilat puas dan provokasi di mata Aurel. Nancy, ibu kandungnya sendiri, hanya memasang ekspresi dingin, menatapnya dengan ekspresi jijik yang kentara.

"Anak haram siapa yang sedang kamu kandung?" bentak Gino dengan geram.

Kata "anak haram" ini sudah begitu sering Maggie dengar hingga telinganya terasa kapalan. Apa dia memang serendah itu di mata mereka?

"Ayah, jangan marahi Kakak. Setidaknya kita pastikan dulu," ucap Aurel, masih meringkuk manja di dekapan Nancy. Dia tampak menikmati momen ini, bahkan ingin mengompori agar situasi kian memanas. "Ibu sudah siapkan alas tes kehamilan. Coba Kakak tes dulu, mungkin saja aku salah paham."

Maggie mematung di tempatnya dengan wajah tanpa ekspresi. Ucapan Aurel hanya dianggapnya sebagai angin lalu.

Gino mengangkat tangan untuk menampar Maggie sekali lagi. Dia menggertakkan gigi dengan ekspresi seolah-olah hendak menghajar orang hingga mati.

Pertama, Maggie dengan tidak tahu malunya tidur dengan sembarang pria, menyebabkan Keluarga Alvaro memutus tali pertunangan. Sekarang, dia juga hamil di luar nikah. Gino benar-benar dibuatnya malu!

Nancy yang dari tadi tidak bersuara akhirnya berkata, "Maggie, jangan pancing amarah ayahmu lagi. Sana, pergi periksa. Bertahun-tahun ini, kami bukan hanya sudah membesarkanmu, tapi juga menanggung biaya pengobatan pria itu. Kami sudah cukup baik, kenapa kamu sulit sekali dijinakkan?"

Yang sulit dijinakkan adalah hewan, Maggie adalah manusia. Kedua orang tua kandungnya inilah yang memperlakukannya dengan tidak adil. Sekilas, kata-kata Nancy terdengar menengahi, tetapi faktanya itu adalah ancaman terselubung.

Maggie akhirnya bereaksi. Dia mengambil alat tes kehamilan di meja, lalu melangkah ke toilet.

Sembari menunggu hasil, Maggie berdiri di depan cermin dan menyeka air matanya. Rasa mual tiba-tiba menyergap. Dia mencengkeram wastafel dan mengeluarkan muntahan asam.

Dua batang alat tes kehamilan masing-masing menunjukkan dua garis biru. Maggie merasa seolah-olah memenangkan jackpot.

Pria itu jelas-jelas berkata bahwa dia tidak bisa punya anak. Namun, kecelakaan satu malam dengan kemungkinan yang begitu kecil justru mengantarnya ke situasi ini.

Maggie mengira yang menunggunya di luar adalah caci maki dan umpatan kasar. Namun, sepertinya dia telah meremehkan kekejaman orang tuanya.

Ketika Maggie kembali dengan dua alat tes kehamilan, seorang pria tua telah duduk di ruang tamu. Rambutnya sudah menipis dengan sejumput uban kering yang sangat mencolok.

Aurel menyunggingkan senyum puas, lalu segera berdiri untuk memperkenalkan, "Paman Dennis, ini kakakku, Maggie. Dia lebih cantik dari fotonya, bukan?"

Tadinya Maggie sempat mengira bahwa pria tua itu adalah mitra bisnis Gino. Namun, situasi di depan meresahkan hatinya. Terutama saat melihat cara tua bangka itu menatapnya, seolah-olah dia adalah barang dagangan yang sedang dinilai.

"Aurel, jangan nggak sopan. Setelah kakakmu menikah, kamu harus ubah panggilan itu," omel Nancy sambil menyentil pelan dahi Aurel. Interaksi intim ini terasa menusuk hati Maggie.

Maggie yang tanggap segera memahami rencana Keluarga Leandra. Dia berjalan mendekat dengan langkah lebar, lalu melempar alat tes kehamilan ke atas meja. Dua garis biru di sana terlihat jelas.

Urat di dahi Gino samar-samar menonjol. Namun, dia tidak enak hati untuk menyemburkan amarahnya di depan Dennis.

Maggie memperagakan bahasa isyarat.

[ Aku hamil. ]

Hal ini persis harapan Aurel.

Gino menggertakkan giginya dan membentak marah, "Aku sudah benar-benar gagal mendidik anak durhaka ini! Berani sekali kamu melakukan hal yang begitu memalukan!"

Dennis sebenarnya tidak ingin menikahi wanita bisu. Dia memiliki dua tambang batu bara. Meski tidak sebanding dengan para keluarga besar di Kota Jostam, dia adalah orang kaya baru yang tidak kekurangan harta. Dengan uang yang dimilikinya, dia telah melihat berbagai jenis wanita cantik.

Namun, Dennis langsung jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat foto Maggie. Sosok wanita itu begitu menawan dan menggoda, tetapi sepasang mata jernihnya memancarkan binar polos, membangkitkan naluri protektif orang yang melihatnya.

Maggie terlihat murni sekaligus menggoda. Kebaya biru muda yang dia kenakan membuat kulitnya tampak lebih cerah, kian menonjolkan pesona anggunnya.

Kini saat berhadapan langsung dengan Maggie, Dennis merasakan api gairah membakarnya. Selama bertahun-tahun ini, dia berusaha menjaga tubuhnya tetap berfungsi dengan meminum berbagai macam obat berkhasiat. Namun, area sensitif tubuhnya belum pernah bereaksi secepat ini.

Mata Dennis mengamati tubuh Maggie dengan penuh nafsu. Dia sungguh berharap bisa menculiknya pulang sekarang dan melahapnya bulat-bulat.

"Pak Gino, apa kata-katamu tadi serius? Kamu benar-benar bersedia menikahkan putrimu denganku?" tanya Dennis sambil menelan saliva. Matanya enggan berpaling dari tubuh Maggie.

"Pak Dennis nggak keberatan kalau dia ...." Gino tidak melanjutkan kata-katanya. Dia menatap alat tes kehamilan di atas meja dengan ekspresi rumit. Dalam hati dia terus memaki putrinya yang tidak tahu malu.

Dennis bisa membaca apa yang sedang dipikirkan Gino. Dia sendiri telah bercerai tiga kali, belum lagi dia juga memiliki banyak wanita simpanan di luar. Selain istri pertama yang memberinya seorang putri, dia sama sekali tidak mendapatkan keturunan dari para wanita lainnya.

Sekarang di usia lima puluhan, Gino sudah tidak seperkasa dahulu. Dia sempat khawatir tidak bisa memberi pewaris bagi keluarganya. Namun, jika menikahi wanita seseksi Maggie dan menidurinya sesering mungkin, Dennis tidak perlu takut tidak mendapatkan pewaris.

Gairah Dennis sudah tidak tertahankan. Dia mengambil saputangan untuk menyeka peluh di dahi, lalu menjilat ujung bibirnya dan berkata, "Orang bilang, anak mendatangkan rezeki dalam bisnis. Kalau Nona Maggie menikah denganku, dua tambang batu bara seharusnya cukup untuk menafkahi seorang anak, bukan?"

Gino tertegun sejenak, lalu terbahak setelah menangkap maksud Dennis. Dia berkata, "Pak Dennis memang orang yang blak-blakan."

Mata Maggie berkilat dingin. Kedua orang tua kandungnya mempromosikannya seperti barang dagangan. Tanpa meminta pendapatnya, mereka menjualnya pada bos tambang batu bara.

Hawa dingin menjalar dari kepala hingga ujung kaki Maggie. Dia tidak bisa menahan gemetar di tubuhnya. Dengan mata memerah, Maggie membuat isyarat dengan tegas.

[ Mati pun aku nggak akan mau menikah dengannya. ]

Setelah meluapkan amarahnya, tangan Maggie terkulai lemah di sisi tubuh. Mengabaikan reaksi orang-orang itu, dia langsung berbalik dan pergi dengan langkah tegas.

Di belakangnya, Nancy berucap tanpa emosi, "Pikirkan baik-baik, kondisi ayah angkatmu sangat buruk. Dia hanya bertahan hidup selama ini berkat sokongan Keluarga Leandra. Menyuruhmu menikah adalah demi kebaikanmu sendiri!"

Kaki Maggie seketika lemas. Dia bahkan tidak ingat bagaimana dia meninggalkan rumah Keluarga Leandra.

Ponsel Maggie tiba-tiba bergetar, disertai nada dering mendesak. Setelah melihat identitas penelepon, sarafnya langsung menegang. Dia menekan tombol jawab dengan tangan gemetar.

"Bu Maggie, kamu bisa mendengarku?" tanya orang di ujung telepon dengan nada cemas.

Napas Maggie bertambah cepat. Dia buru-buru mengetuk layar ponsel dua kali sebagai jawaban.

Perawat pribadi ayahnya sangat jarang menelepon, kecuali berada di situasi darurat. Biasanya mereka selalu berkomunikasi melalui pesan teks. Lagi pula, Maggie tidak bisa bicara, komunikasi di telepon tidak seefektif orang pada umumnya.

Apa terjadi sesuatu pada ayahnya? Maggie membuka mulut dengan panik, tetapi yang keluar hanyalah gumaman tidak jelas.

Mendengar reaksi Maggie, orang di ujung telepon mengeraskan suaranya, "Bu Maggie, barusan Bu Nancy menelepon dan memecatku. Perawat juga datang untuk menanyakan perihal pemulangan ayahmu dari rumah sakit. Sebenarnya apa yang terjadi? Bu Nancy bahkan sudah mentransfer gaji bulan ini ke rekeningku."

Maggie dilanda kepanikan. Ayahnya terbaring tidak berdaya di ranjang rumah sakit. Dia telah kehilangan dua kakinya dan mengalami cedera otak, bahkan waktu siumannya pun tidak bisa dipastikan. Bagaimana dia bisa dipulangkan dari rumah sakit?
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 100

    Alvian melangkah maju. "Easton, kamu lagi cari apa?"Lantaran tidak menemukan orang yang ingin dia temui, hati Easton sedikit kecewa, tetapi dia tidak mau menunjukkannya. Setelah menyembunyikan emosinya, dia berkata datar, "Di mana Kaeso?"Kaeso agak terkejut. Selama bertahun-tahun dia bekerja keras dengan hati-hati dan penuh waspada, merangkak dari posisi paling bawah di grup hingga menjadi asisten khusus. Biasanya, Easton terlihat dingin, tajam, dan tak berperasaan. Tak disangka, setelah mengalami kejadian mematikan seperti ini, orang pertama yang dia cari saat membuka mata justru dirinya.Kaeso terharu sampai terisak, lalu berkata terbata-bata, "Saya di sini, Pak Easton. Ada instruksi apa?"Easton mengangkat tangan kirinya dengan susah payah untuk menunjuk ke sekeliling ruangan, lalu berkata lemah, "Orang-orang ini, usir semuanya tanpa terkecuali. Aku ini pasien, butuh tempat tenang untuk beristirahat."Lucano menatapnya tak percaya. Kepalanya miring dan mulutnya ternganga sambil me

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 99

    Ucapan Jossie bagaikan seember air dingin yang menyiram habis semangat dan harapan Maggie.Sekali lagi, dia terjebak dalam lingkaran keraguan diri. Apa benar dirinya hanyalah orang ketiga yang tidak diinginkan?Jossie dan Easton sudah berpacaran tujuh tahun, tetapi kisah cinta itu berakhir gagal. Lalu dia ... hanya karena satu malam yang gila ... dia menjadi Nyonya Devantara yang diidam-idamkan banyak orang. Dia hanya orang bisu yang tidak pantas dibawa ke depan umum, sehingga status pernikahan mereka pun tidak boleh diumumkan.Maggie merasa seperti pencuri yang merebut kebahagiaan yang seharusnya milik orang lain dan menempati posisi yang bukan haknya. Kini, dia hanya berdiri di sudut yang gelap, mengintip kebahagiaan orang lain.Kaeso yang sudah beberapa kali melihat jam, sempat heran mengapa Maggie belum juga datang. Hingga dia mendongak dan melihat sosok kurus yang dikenalnya berdiri ragu di depan pintu kamar pasien.Dia segera melangkah keluar, lalu muncul tanpa suara di belakang

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 98

    Sepertinya semua orang sudah menganggap Jossie sebagai seseorang yang berhak berada di sana. Hanya Kaeso yang tampak ragu sambil menggenggam ponselnya erat-erat. Dia paham, kecelakaan mobil sebesar ini wajar saja dirahasiakan dari para sesepuh keluarga agar mereka tidak khawatir.Akan tetpai, Easton sudah menikah. Masa istrinya juga harus ikut tidak diberi tahu? Apalagi ... wanita tanpa status resmi saja sudah tahu, lalu istri sah malah dibiarkan tidak tahu apa-apa, itu dianggap apa?Dia berbalik melangkah keluar dan setelah sempat ragu, dia akhirnya menekan nomor Maggie.....Maggie baru saja keluar dari gedung Star Entertainment ketika getaran dering telepon membuatnya terhenti. Nomornya tidak dikenal, tetpai berasal dari nomor lokal. Keadaannya yang spesial membuatnya tidak bisa bicara. Urusan pekerjaan biasanya dia selesaikan lewat WhatsApp atau email, dan hanya sedikit orang yang tahu nomor pribadinya.Orang-orang yang punya nomornya hampir tidak pernah menelepon langsung, kecuali

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 97

    Kaeso bergegas sampai di rumah sakit. Di deretan kursi panjang di depan ruang ICU, sudah duduk beberapa pria berjas rapi. Bahkan belum sempat mengelap keringat di dahinya, dia langsung menarik salah satu dari mereka dan bertanya, "Mana Pak Easton?""Masih di ruang operasi." Lucano menatapnya dengan saksama dan merasa sedikit familier. "Kamu sekretarisnya Kak Easton, 'kan?"Kaeso langsung pucat pasi. Setelah menerima telepon dari pihak asuransi, dia menekan pedal gas sampai penuh menuju rumah sakit. Bagaimana mungkin Easton yang sehat-sehat saja bisa mengalami kecelakaan mobil?"Perlu nggak kuhubungi Pak Julian dan Bu Devina?" Kaeso ragu-ragu menatap beberapa pria di depannya, semua adalah sahabat dekat Easton sejak kecil.Alvian menyela dengan ekspresi dingin, "Nggak usah. Lihat dulu kondisi lukanya, baru putuskan."Kaeso merasa keringatnya semakin deras. Dengan tangan bergetar, dia mengeluarkan saputangan dari saku. Lalu, mendadak dia mendongak, "Kalau untuk sementara nggak memberi ta

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 96

    "Kak, Pak Harda masih nunggu kita ...," ucap salah satu staf di sisi Jilly sambil pelan menarik ujung lengannya, lalu sigap berdiri di antara mereka berdua untuk meredam ketegangan.Jossie mengambil ponsel dari asistennya, lalu memasang ekspresi santai seolah tak terjadi apa-apa. Dia malah mendekat dan berkata, "Hampir lupa, kemarin Pak Harda kasih aku tugas.""Katanya, aku harus foto bareng semua senior di perusahaan untuk diunggah di Instagram. Mumpung ada kesempatan, biar sekalian numpang popularitas para senior di depan publik."Jilly mendengus pendek. Tadi baru menyindir orang setajam itu, sekarang malah minta foto bareng? Memangnya lima tahun kerja kerasnya itu dianggap apa?Jossie membuka kamera dan mengganti ekspresinya menjadi manis dan menggemaskan, lalu bersandar manja di bahu Jilly.Meski hatinya penuh rasa tak rela, naluri profesional Jilly membuatnya langsung mengubah ekspresi dalam sekejap, memaksakan senyum demi foto.Namun, Jossie tak kunjung menekan tombol shutter. Di

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 95

    "Aku gagal lolos tes CPNS setelah lulus kuliah, lalu direkrut oleh pencari bakat untuk jadi artis. Karierku sejak debut selalu biasa-biasa saja, sampai perusahaan menyuruh seorang master mengganti namaku. Sekarang aku pakai nama Jilly," ucap Delilah sambil tertawa terbahak-bahak, meski raut wajahnya terlihat agak kaku.Maggie membuka mulut, tapi hanya bisa mengumpat dalam hati, 'Nama yang baru ini bahkan terdengar lebih jelek daripada yang lama.'"Benar-benar kebetulan, nggak nyangka bisa ketemu kamu di sini. Karena pekerjaanku, aku hampir nggak pernah menghubungi teman-teman lama. Sekarang kamu kerja apa?" Delilah ... eh, maksudnya Jilly melontarkan pertanyaan demi pertanyaan, sama sekali tidak memikirkan bahwa Maggie tidak bisa berbicara.Maggie tersenyum tipis dan sengaja berkomunikasi lewat bahasa isyarat.[ Aku kerja di bank. ]Jilly mengangguk dan meski jelas tidak mengerti, dia tetap saja mencari topik, "Yuk kita tukaran WhatsApp. Setelah lulus kita nggak pernah kontak lagi. Dul

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status