Jasmine mengeratkan pegangannya pada hand grip seiringan dengan makin kencangnya Reiner menjalankan mobil.
Sekarang Jasmine tahu kebiasaan Reiner di jalan jika sedang marah, yaitu kebut-kebutan seolah tidak peduli dengan nyawanya sendiri dan orang di sampingnya.
Berkali-kali Jasmine mengingatkan agar Reiner memelankan laju kendaraan, tapi suara Jasmine seperti angin lalu yang tak ditanggapi sama sekali oleh pria itu. Reiner seakan sibuk dengan dunianya sendiri.
Rahangnya tampak mengetat, jemarinya mencengkeram kemudi dengan kuat, menonjolkan urat-urat di punggung tangannya dengan jelas.
"Reiner... bisa tolong pelan sedikit?" Jasmine kembali berkata dengan hati-hati.
Tapi, lagi-lagi pria itu seakan menulikan telinga. Kendaraannya terus berada di bagian kanan jalanan, melewati kendaraan lainnya dengan begitu lihai.
Karena ucapannya tak dihiraukan oleh Reiner, Jasmine hanya bisa berdo'a dalam hati semoga mereka tiba di rumah dalam keadaan selam
Reiner mengamati Jasmine lamat-lamat, tangannya kini teralih pada tengkuk perempuan itu dan memijat-mijatnya pelan. Entah kenapa, tetapi Reiner merasa sangat khawatir dan tidak suka melihat Jasmine tersiksa begini."Mau minum air hangat?" tawar Reiner. Dan Jasmine mengangguk."Tunggu sebentar. Aku ambil dulu."Reiner bergegas menuju dapur, dan tak lama kemudian dia kembali dengan segelas air hangat."Ini airnya, Jasmine. Minum dulu."Tangan Jasmine yang gemetar meraih gelas dari tangan Reiner, lantas meneguknya sampai habis setengahnya. Reiner mengambil kembali gelas tersebut dan meletakkannya di dekat wastafel."Terima kasih.” Jasmine merasa sedikit lega setelah minum. Dia juga merasa nyaman ketika Reiner kembali memijat tengkuknya."Kamu mau apa?" tanya Reiner begitu Jasmine tiba-tiba berdiri."Mau kembali ke kamar."Jasmine tak langsung keluar dari kamar mandi. Dia lebih dulu mencuci muka di wastafel.Sed
Usai mendengar kalimat terakhir Jasmine, wajah Reiner tampak menegang "Apa maksudmu?" Suara Reiner mendadak berubah dingin."Apa ucapanku barusan kurang jelas? Kita ... bercerai saja," ujar Jasmine dengan pelan.Reiner menggeleng keras seakan-akan tidak terima dengan keputusan Jasmine. "Apa kamu gila, Jasmine? Kamu sedang mengandung anakku! Kamu mau membawa mereka pergi begitu saja setelah apa yang kamu lakukan padaku dan keluargaku?"Emosi Reiner mulai terpancing, berimbas pada napasnya yang mulai tersengal."Kamu jangan mengkhawatirkan mereka. Aku akan merawatnya sebaik mungkin sampai mereka lahir.”"Dan menyerahkannya padaku?" Reiner menatap Jasmine dengan tajam.Jasmine terdiam. Di satu sisi dia tidak mau berpisah dengan anak-anaknya. Tapi di sisi lain, komitmen Jasmine sejak awal adalah agar anak-anaknya ini memiliki seorang ayah. Namun Jasmine juga tidak bisa hidup lebih lama lagi dengan sikap Reiner yang seenaknya.Saat awal-awal pernikahan Jasmine pikir Reiner tidak akan bersi
“Datang ya, Kak. Aku khusus memisahkan tiket untuk kamu dan Kak Reiner," ucap Noah setelah menyerahkan dua tiket konser kelas VIP pada Jasmine.Jasmine menerimanya sambil tersenyum lebar. "Terima kasih ya, Noah, aku usahakan datang.""Kok kayak ragu gitu sih? Pokoknya harus ya. Ini konser besar pertamaku.” Jemari Noah mulai memetik gitarnya lagi. "Biasanya cuma konser kecil-kecilan doang."“Ck! Siapa bilang aku ragu? Sok tahu kamu." Jasmine terkekeh kecil "Aku pasti datang kok."Jasmine menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, sembari menikmati permainan gitar Noah. Usia mereka cuma selisih satu tahun, yang membuat interaksi mereka pun jadi tidak canggung.Jujur, Jasmine ragu Reiner mau pergi bersamanya ke konser grup band-nya Noah. Dilihat dari karakter Reiner selama ini, pria itu sepertinya tidak suka dengan kebisingan dan keramaian."Aku sengaja kasih tiket itu ke kamu, kalau dikasih ke Kak Reiner nanti dia malah bawa
"Betul, Non Jasmine. Kalau begitu kami akan mengerjakannya sekarang.”Kening Jasmine masih mengkerut begitu dalam. Kenapa kebetulan sekali dengan Jasmine yang sedang mengurus taman? Pada saat bersamaan, ponsel Jasmine berdering pendek berkali-kali."Sebentar ya, Pak.” Jasmine bergegas mengambil ponselnya di atas meja.Reiner. Pria itu mengirim beberapa pesan sekaligus.["Jangan bekerja. Kamu istriku, Jasmine. Bukan tukang kebun!"]["Walau aku jauh tapi aku tahu aktivitasmu."]["Tetap diam di rumah dan serahkan tanaman itu pada Amin dan Lili Titik. Jangan dibantah!"]["Aku akan datang ke rumahmu saat ini juga kalau kamu tidak mendengar perintahku."]Jasmine mendecakkan lidahnya pelan sembari meletakkan ponselnya ke tempat semula. Matanya mengedar ke setiap penjuru ruangan. Memastikan apakah Reiner memasang kamera tersembunyi di rumahnya atau tidak.Kalau tidak, lalu dari mana Reiner tahu aktivitas Jasmine tadi
Saat Jasmine sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, Reiner datang menghampirinya. Dia duduk di samping Jasmine sembari mengamati Jasmine dengan tatapan dalam.Sedangkan Jasmine yang menyadari kehadiran Reiner, merasa enggan untuk menoleh. Namun tiba-tiba Jasmine dikejutkan oleh jemari Reiner yang mendarat di pipinya dan mengelusnya."Maaf atas sikapku kemarin, Jasmine," ucap Reiner pelan. "Aku tahu, sikapku sangat kasar padamu. Tapi apa yang kukatakan kemarin memang benar.” Reiner menjeda kalimatnya."Aku marah karena aku tidak suka melihat kamu disentuh oleh pria lain."Jasmine tersenyum kecut kemudian menepis jemari Reiner dari pipinya "Pergilah. Tinggalkan aku sendiri di rumah ini."Reiner merasa sedikit lega saat akhirnya Jasmine tidak bungkam lagi. "Aku tidak akan pergi ke manapun. Jadi jangan pernah men
Usai menuntaskan hasratnya, Reiner mengecup kening Jasmine dan menarik diri dari atasnya. Sedangkan Jasmine langsung berbalik memunggungi Reiner tanpa satu patah kata pun terlontar dari bibirnya.Reiner tidur terlentang, matanya terpejam sambil berusaha mengatur napas. Rasanya, ini benar-benar gila.Bersama Jasmine bukan hanya sekadar menyatukan diri seperti dia dengan banyak wanita sebelumnya. Kali ini Reiner benar-benar merasakan arti bercinta yang sesungguhnya.Apalagi detak jantungnya tidak dapat terkontrol selama mereka bercinta. Sesuatu yang tidak pernah Reiner rasakan jika bersama wanita lain.Reiner bergerak, berbaring miring sembari memandangi punggung Jasmine. Dia terkejut saat melihat bahu Jasmine bergetar. Meski tanpa suara tetapi Reiner sadar bahwa Jasmine sedang menangis.Rahang Reiner mengetat. Bukan marah karena Jasmine memunggunginya, tetapi Reiner marah pada dirinya sendiri yang telah membuat Jasmine menangis.Reiner akhirn