Jasmine berteriak, kemudian terbangun dari tidurnya dengan napas terengah-engah dan peluh bercucuran di dahi juga pelipis. Wajahnya nampak pucat pasi karena mimpi buruk yang baru saja dialaminya."Tidak ... aku bukan pembunuh ... aku tidak membunuh," gumam Jasmine sambil menarik-narik rambutnya agar bayangan mimpi buruk itu menghilang dari kepalanya. Mimpi itu terlalu nyata."Jasmine kamu kenapa?" tanya Reiner panik. Teriakan Jasmine beberapa detik yang lalu telah membuat Reiner bangun seketika. "Ada yang sakit dengan perutmu?"Reiner mengecek seluruh tubuh Jasmine untuk memastikan tidak ada sedikit pun yang terluka. Tapi melihat wajah Jasmine yang pucat pasi dan berkeringat, membuat Reiner yakin istrinya ini baru saja bermimpi buruk."Reiner ... aku ... aku takut," ucap Jasmine dengan bibir gemetar.Dengan spontan Reiner meraih tubuh Jasmine dan mendekapnya sambil mengelus-elus punggungnya untuk menenangkannya."Tidak perlu takut, Jasmine i
"Kan ada kamu yang menemaniku, Reiner. Aku percaya kamu akan melindungiku."Reiner menarik napas panjang. Memang benar, Reiner akan selalu melindungi Jasmine apa pun yang terjadi. Pada akhirnya Reiner mengangguk mengiakan kemauan istri hamilnya ini."Mobil siapa itu?" Jasmine mengerutkan kening saat kendaraan yang dilajukan Reiner berhenti di depan rumah. Terlihat ada mobil Audi terparkir di sampingnya."Oh. Itu mobil Archer. Kamu tahu 'kan siapa dia?" Reiner menarik rem tangan sebelum melepas seatbelt.Jasmine mengangguk. Tentu saja Jasmine tahu. Pria yang tampannya sebelas dua belas dengan Reiner itu adalah suaminya Feli. Katanya sih, orangnya sangat sibuk. Sampai-sampai jarang bertemu selain di acara keluarga besar."Dia sudah berani ke sini rupanya." Reiner tersenyum miring."Hm? Kok gitu, Reiner. Memangnya dia tidak pernah ke sini sebelumnya?" Jasmine menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi saat Reiner melepas seatbelt dari tubuhnya. Mata Jasmine seketika terpejam saat Reiner ti
Jasmine mengangguk mengiakan. Kemudian duduk berhadapan dengan Luna setelah melihat kepergian Reiner.Jasmine lebih dulu memesan minuman. Baru setelah itu Jasmine memandangi Luna dengan tatapan datar.Mengamati wajah Luna yang benar-benar jauh berbeda dari Luna kecil yang dulu dikenalnya. Keduanya tidak ada yang bersuara selama beberapa saat."Ada yang ingin kamu katakan padaku?" Jasmine memulai percakapan mereka."Tidak ada yang perlu aku katakan," jawab Luna sambil tersenyum sinis."Benarkah?" Jasmine menahan tawa mirisnya. Dia sama sekali tidak mengharapkan permintaan maaf dari wanita di hadapannya ini. "Kalau begitu biar aku yang bertanya beberapa hal."Luna mengedikkan bahunya sembari memalingkan pandangan ke arah lain."Mengapa kamu melakukan hal itu padaku?" Jasmine tetap mempertahankan ketenangannya."Hal apa?""Mengurungku di rumah kosong. Lalu berbohong pada Reiner bahwa aku tidak mau bertemu dengannya saat itu." Jasmine mengepalkan kedua tangannya yang tersimpan di atas pah
Reiner menangkup pipi Jasmine dan memagut bibimya sesaat, yang membuat Jasmine sempat menahan napasnya. "Kamu yakin sudah siap bertemu dengan dia?" tanya Reiner memastikan."Sudah siap, Reiner. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi."Reiner akhirnya mengangguk mengiakan. Dia sedikit mendongak saat Jasmine mulai memasangkan dasi."Ya sudah, nanti aku cari tahu dulu dia ada di mana. Aku akan menghubungi kamu dan menjemputmu ke sini kalau sudah tahu di mana Luna.""Oke. Aku tunggu kabar dari kamu."Jasmine melepas Reiner yang hendak menuju cermin. Dari sini Jasmine memperhatikan bagaimana gagah dan tarnpannya pria itu. Ketampanannya bertambah berkali-kali lipat saat rambutnya sudah diolesi pomade. Disisir rapi ke belakang."Sudah selesai?" tanya Jasmine. Dan Reiner mengangguk. "Sarapan dulu ya."**Hari pertama bekerja di kantor setelah beberapa hari cuti, Reiner cukup sibuk dengan pekerjaannya yang menumpuk. Selama di Yogyakarta Reiner memang tetap bekerja. Tapi hanya mengerjakan yang
Penerbangan dari Yogyakarta ke Jakarta hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Jasmine akhirnya tersenyum lebar ketika dia bisa menghirup udara Jakarta kembali.Begitu tiba di Bandara, sebuah mobil sudah menjemput mereka. Dan langsung membawa mereka ke rumah Reiner saat itu juga.Mata Jasmine berbinar-binar melihat gerbang rumah Reiner yang menjulang tinggi di hadapannya.Ah, rasanya Jasmine sangat merindukan tempat ini. Jasmine tersenyum pada satpam yang membukakan pintu gerbang tersebut. Meski sejujurnya pintu itu bisa terbuka dengan sendirinya tanpa bantuan tenaga manusia."Whoaa ... Reiner, sejak kapan halaman rumah kamu jadi taman bunga begini?" Jasmine antusias sambil melihat ke kiri dan kanan jalan yang mereka lewati.Halaman yang dulunya hanya dipenuhi rerumputan hijau dan beberapa pohon pinus itu kini dipenuhi bunga berwarna-warni layaknya di taman bunga."Sejak kamu pergi," jawab Reiner sambil mengelus rambut Jasmine."Oh ya?""Hm … sebisa mungkin aku melakukan hal-ha
Reiner mengalihkan perhatiannya dari beberapa koper yang diangkut ke dalam mobil, kini tertuju ke arah Jasmine yang kembali masuk ke rumah.Kening Reiner mengkerut dalam, khawatir jika ada sesuatu yang tertinggal. Kaki Reiner secara spontan mengikuti langkah kaki Jasmine."Jasmine ada apa? Apa ada yang tertinggal?" tanya Reiner sembari mengamati Jasmine yang berjalan pelan menyusuri setiap sudut ruangan.Jasmine menggeleng sambil tersenyum. "Tidak ada, Reiner. Aku cuma mau melihat-lihat seluruh ruangan di rumah ini sekali lagi," jawabnya.Reiner mendekat, merangkul bahu Jasmine dan ikut berjalan pelan di sampingnya. "Lakukan saja sepuas kamu, Jasmine. Kita masih punya banyak waktu sebelum jadwal penerbangan.""Hm." Kali ini Jasmine mengangguk.Jasmine mengamati ruang tamu dengan lekat. Kemudian berjalan ke arah kamar dan membuka pintunya. Bibir Jasmine lantas mengulas senyum haru.Kamar ini merupakan tempat paling intens yang sering Jasmine gunakan sehari-hari. Tempat ini juga yang ja