"Apa Jasmine tidak curiga kalau kamu sedang terluka?" Evano melirik Reiner sekilas. Kemudian melepas perekat perban dan menempelkan perban tersebut pada luka jahit Reiner."Kurasa tidak. Tapi dia sudah menyadari beberapa keanehanku." Reiner mengesah pelan sembari bangkit duduk setelah Evano selesai mengganti perbannya."Kalau aku boleh kasih saran, lebih baik ceritakan secepatnya," ucap Evano seraya membereskan alat-alat bekas merawat luka Reiner di atas meja. "Daripada nanti dia tahu dari orang lain atau lihat sendiri luka kamu.""Tidak ada orang lain di dekat Jasmine yang tahu kondisiku selain kamu, Kanaya dan Bayu." Reiner melirik Evano dan Bayu yang duduk di depannya bergantian."Jadi kalau Jasmine tahu dari orang lain, ya berarti salah satu dari kalian yang membocorkannya." Bahu Reiner mengedik lalu memejamkan mata dan bersandar di sandaran sofa."Dasar keras kepala,” gerutu Evano."Aku bahkan belum menemukan siapa pelakunya." Rei
Jasmine berdehem. Merasa lega dan gugup dalam waktu bersamaan. Reiner memang paling pintar mengalihkan perhatian dan perasaan Jasmine."Ya sudah, Reiner, masuk ke dalam yuk."Reiner mengangguk. Dia merangkul bahu Jasmine sembari berjalan menuju rumah."Habis ini kamu langsung tidur saja. Biar energi kamu pulih lagi," titah Jasmine."Cuma bertemu kamu saja energiku langsung full lagi, Honey.""Mulai deh, gombal lagi." Jasmine memutar bola matanya malas.Reiner hanya tersenyum. Dia ingin sekali tertawa, tapi perutnya pasti akan terasa sakit. "Kamu lagi apa barusan di taman?""Cuma mengecek bunga mawar putih. Aku kira akan mekar hari ini. Tapi ternyata belum."Keduanya melangkah seirama masuk ke dalam rumah. Reiner merasa seperti sudah lama sekali tidak pulang. Padahal cuma dua hari."Aku menyiapkan minuman dulu buat kamu, Reiner.""Oke. Aku juga mau mandi."Jasmine mengangguk. Dia segera masuk ke dapur untuk
Kanaya lantas keluar dari ruangan hendak memesan kopi di cafe rumah sakit. Dia memang ada jadwal praktik. Tapi nanti siang."Kak Bayu?" sapa Kanaya begitu dia berpapasan dengan Bayu di lorong. "Kak Reiner sudah siuman.""Benarkah? Syukurlah." Bayu menghela napas lega. "Saya mau mengunjungi Pak Reiner."Kanaya mengangguk. "Silakan. Oh iya, Kak, apa Kak Bayu sudah berhasil menemukan pelakunya?""Saat ini belum," ucap Bayu merasa menyesal. "Saya sudah memeriksa CCTV di tempat kejadian, dan mengecek plat nomor kendaraan yang dipakai pelaku. Tapi itu plat nomor palsu."**Pukul tiga siang hari itu Jasmine baru selesai menidurkan kedua anaknya yang rewel sejak semalam. Dibanding Jeanice, Jeanette-lah yang paling rewel dan tangisannya paling lama.Mungkin mereka merindukan ayahnya, pikir Jasmine.
Setelah puas memandangi mereka, Jasmine kembali ke dalam kamarnya dan mengambil ponsel yang semula Jasmine taruh di atas kasur secara sembarang. Bibirnya langsung mengulas senyum lebar saat mendapati beberapa pesan dari Reiner.["Honey, maaf aku baru menghubungi kamu. Gimana keadaan kamu dan anak-anak di rumah?"]["Malam ini aku akan menginap di kantor karena banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan."]["Maafkan aku ya. Aku tidak bisa menemani kalian malam ini. I love you."]Jasmine menarik napas pelan usai membaca pesan tersebut. Sejujurnya Jasmine tidak mau menghabiskan malam sendirian.Tapi apa boleh buat? Jasmine tidak mau egois karena Reiner punya tanggung jawab lain selain dirinya dan anak-anak.Lagipula Jasmine merasa sedikit lega saat akhirnya ada kabar dari Reiner. Setidaknya Reiner baik-baik saj
Mendengar hal itu Bayu merasa sangat terkejut. Dia kemudian bertanya rumah sakit mana yang sedang mereka tuju. Dan orang yang berbicara pada Bayu ternyata warga setempat yang menemukan Reiner.Saat itu juga Bayu langsung melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Jika dirinya adalah orang pertama yang dihubungi Reiner, hal itu berarti kejadian ini tidak ingin diketahui oleh keluarganya. Bayu sudah hapal watak Reiner yang selalu tidak mau membuat keluarganya khawatir.Bayu sampai di rumah sakit dua puluh menit kemudian. Dia segera berlari menuju IGD dan bertanya pada petugas. Setelah tahu di mana keberadaan Reiner, Bayu segera bergegas masuk ke sana.Bayu melihat ada seorang pria paruh baya yang berdiri di samping ranjang Reiner. Pasti dia orang yang berbicara di telepon tadi, pikir Bayu. Sedangkan Reiner sedang diperiksa oleh petugas medis."Bagaimana kronologinya?" tanya Bayu pada pria itu."Anda Pak Bayu?""Ya. Tolong ceritakan pada s
Kemudian memerintahkan sesuatu pada Bayu dengan gerakan kepala. Lalu, tak lama kemudian muncul beberapa orang yang membawa proyektor dan menurunkan layarnya. Butuh waktu beberapa saat sampai alat itu terpasang dengan sempurna.Reiner mengotak-atik laptop yang sudah terhubung ke proyektor. Lalu, tak lama kemudian muncul sebuah video di layar tersebut yang bisa disaksikan oleh semua orang di sana. Video percakapan Elis dan Bimantara di club tadi malam.Bayu masuk, menggiring Elis agar berdiri di dekat podium. Elis nampak menundukkan kepala dan tidak berani menatap Bimantara, yang saat itu menatap Elis dengan tajam. Tadi Elis sempat merasa sangat terkejut ketika Reiner membawanya ke tempat ini."Anda semua bisa lihat dalam video ini. Sekretaris saya sudah mengkhianati saya, demi bekerjasama dengan Pak Bimantara," ujar Reiner penuh wibawa. "Dan dokumen yang dimiliki Pak Bima adalah dokumen palsu. Sedangkan yang asli ada pada saya. Ini." Reiner mengambil map dari tan