Usai mendengar penjelasan Jasmine, Reiner lantas mengusap wajahnya dengan kasar. Reiner rasa, tidak seharusnya dia memarahi istrinya ini.
Reiner maju, menarik tubuh Jasmine ke dalam dekapannya. "Maafkan aku, Jasmine. Aku cuma takut kalian kenapa-napa," lirih Reiner.
"Kamu seharusnya tanya dulu ke aku. Jangan langsung marah begitu.” Jasmine mengerutkan wajahnya. Meski begitu, tangannya tetap membalas pelukan Reiner dan mengelus-elus punggung bidangnya. "Aku sampai kaget kirain ada apa kamu tiba-tiba marah."
Reiner tersenyum kecil sebelum mengecup pundak Jasmine. "Maaf ya.”
"Hm ... aku juga minta maaf karena pergi tanpa pamit."
"Jangan ulangi lagi. Atau aku bisa mati karena gila."
Jasmine terkekeh sembari melepaskan diri dari pelukan Reiner, lalu mencubit kulit perutnya. "Lebay kamu."
"Hey! Aku serius,” gerutu Reiner dengan wajah mengerut. Kalau tidak ada Mei di sana, Reiner ingin sekali melahap bibir Jasmine untuk men
Ya, barusan Reiner sempat melihat lewat kaca mobil seseorang dari kejauhan tengah menodongkan pistolnya ke arah mereka. Maka dari itu Reiner segera mendorong tubuh sang ayah untuk menghindari peluru tersebut.Reiner berbalik. Dia mendapati seorang pria masih menodongkan senjata tajamnya dari dekat pintu gudang.Tidak ingin membuang-buang waktu, Reiner segera membuka pintu mobil. Dia mengambil tas miliknya dan mencari-cari sesuatu di dalam sana. Desingan peluru kembali terdengar. Tubuh Reiner secara spontan menunduk. Tapi peluru tersebut kali ini meleset.Hingga akhirnya Reiner menemukan benda yang dia cari. Sebuah revolver. Dia memang sengaja membawa senjata api tersebut. Untuk berjaga-jaga jika kondisinya darurat seperti sekarang."Kamu mau ke mana?" tanya Nicko seakan tidak setuju Reiner pergi."Aku akan membalas dia.” Reiner berkata tegas sembari melirik lengan Nicko sekilas. Aura kemarahan menyelimuti wajah Reiner yang tampak kelam. Reiner tida
"Jadi ini tempatnya?" Reiner mengamati sebuah gudang besar dari dalam mobil."Iya. Kalau tidak salah dulunya tempat ini bekas pabrik textile." Mike menjawab dari kursi depan."Baiklah. Kita lihat, apa bajingan itu ada di sini?" gumam Reiner dingin.Mobil mereka berhenti di pinggir jalan sambil melihat situasi. Ada beberapa motor yang terparkir di depan gudang tersebut. Mereka hening sejenak sambil membaca situasi di sekitar. Jalanan di sini memang cukup kecil dan sangat sepi."Bukankah itu orangnya?" Reiner melihat sebuah motor yang baru saja memasuki halaman gudang. "Ninja warna merah. Sepatu bahkan jaketnya sama,” geram Reiner."Saya akan mengecek ke dalam, Pak. Dan membawa orang itu ke hadapan anda," ucap Mike dengan ekspresi datarnya."Lebih baik anda tunggu saja di sini," kata Bayu, "saya khawatir karena luka anda masih belum membaik."Sejujurnya Reiner tidak setuju. Dia ingin masuk ke dalam dan menghabisi pelakunya secara
"Apa Jasmine tidak curiga kalau kamu sedang terluka?" Evano melirik Reiner sekilas. Kemudian melepas perekat perban dan menempelkan perban tersebut pada luka jahit Reiner."Kurasa tidak. Tapi dia sudah menyadari beberapa keanehanku." Reiner mengesah pelan sembari bangkit duduk setelah Evano selesai mengganti perbannya."Kalau aku boleh kasih saran, lebih baik ceritakan secepatnya," ucap Evano seraya membereskan alat-alat bekas merawat luka Reiner di atas meja. "Daripada nanti dia tahu dari orang lain atau lihat sendiri luka kamu.""Tidak ada orang lain di dekat Jasmine yang tahu kondisiku selain kamu, Kanaya dan Bayu." Reiner melirik Evano dan Bayu yang duduk di depannya bergantian."Jadi kalau Jasmine tahu dari orang lain, ya berarti salah satu dari kalian yang membocorkannya." Bahu Reiner mengedik lalu memejamkan mata dan bersandar di sandaran sofa."Dasar keras kepala,” gerutu Evano."Aku bahkan belum menemukan siapa pelakunya." Rei
Jasmine berdehem. Merasa lega dan gugup dalam waktu bersamaan. Reiner memang paling pintar mengalihkan perhatian dan perasaan Jasmine."Ya sudah, Reiner, masuk ke dalam yuk."Reiner mengangguk. Dia merangkul bahu Jasmine sembari berjalan menuju rumah."Habis ini kamu langsung tidur saja. Biar energi kamu pulih lagi," titah Jasmine."Cuma bertemu kamu saja energiku langsung full lagi, Honey.""Mulai deh, gombal lagi." Jasmine memutar bola matanya malas.Reiner hanya tersenyum. Dia ingin sekali tertawa, tapi perutnya pasti akan terasa sakit. "Kamu lagi apa barusan di taman?""Cuma mengecek bunga mawar putih. Aku kira akan mekar hari ini. Tapi ternyata belum."Keduanya melangkah seirama masuk ke dalam rumah. Reiner merasa seperti sudah lama sekali tidak pulang. Padahal cuma dua hari."Aku menyiapkan minuman dulu buat kamu, Reiner.""Oke. Aku juga mau mandi."Jasmine mengangguk. Dia segera masuk ke dapur untuk
Kanaya lantas keluar dari ruangan hendak memesan kopi di cafe rumah sakit. Dia memang ada jadwal praktik. Tapi nanti siang."Kak Bayu?" sapa Kanaya begitu dia berpapasan dengan Bayu di lorong. "Kak Reiner sudah siuman.""Benarkah? Syukurlah." Bayu menghela napas lega. "Saya mau mengunjungi Pak Reiner."Kanaya mengangguk. "Silakan. Oh iya, Kak, apa Kak Bayu sudah berhasil menemukan pelakunya?""Saat ini belum," ucap Bayu merasa menyesal. "Saya sudah memeriksa CCTV di tempat kejadian, dan mengecek plat nomor kendaraan yang dipakai pelaku. Tapi itu plat nomor palsu."**Pukul tiga siang hari itu Jasmine baru selesai menidurkan kedua anaknya yang rewel sejak semalam. Dibanding Jeanice, Jeanette-lah yang paling rewel dan tangisannya paling lama.Mungkin mereka merindukan ayahnya, pikir Jasmine.
Setelah puas memandangi mereka, Jasmine kembali ke dalam kamarnya dan mengambil ponsel yang semula Jasmine taruh di atas kasur secara sembarang. Bibirnya langsung mengulas senyum lebar saat mendapati beberapa pesan dari Reiner.["Honey, maaf aku baru menghubungi kamu. Gimana keadaan kamu dan anak-anak di rumah?"]["Malam ini aku akan menginap di kantor karena banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan."]["Maafkan aku ya. Aku tidak bisa menemani kalian malam ini. I love you."]Jasmine menarik napas pelan usai membaca pesan tersebut. Sejujurnya Jasmine tidak mau menghabiskan malam sendirian.Tapi apa boleh buat? Jasmine tidak mau egois karena Reiner punya tanggung jawab lain selain dirinya dan anak-anak.Lagipula Jasmine merasa sedikit lega saat akhirnya ada kabar dari Reiner. Setidaknya Reiner baik-baik saj