Ya, sehebat apa pun Dikta, dia hanyalah manusia yang sudah berumur. Dia hanya sedikit lebih tua dari Patricia, yang kini sudah berusia 80-an tahun. Sehebat apa pun dia, dia tidak akan bisa memang dari Stefan. Dikta bukan dewa. Dia sama seerti Deddy. Deddy pun sangat kuat, bukan? Meski begitu, Deddy hampir kehilangan nyawanya saat dikejar-kejar oleh pembunuh bayaran yang dikirim oleh Patricia, mengalami luka berat, dan butuh waktu bertahun-tahun untuk pulih dari sakit dan siksaannya itu. Kalau tidak ada Dokter Panca yang menolong, mungkin Deddy tidak akan bisa hidup sampai selama ini. Patricia masih tidak percaya dia sudah tidak punya jalan keluar. Dia coba untuk menghubungi Dikta sekali lagi, tetapi kali ini Dikta tidak menjawab meski telepon berdering lama. Setelah deringan berhenti, Patricia masih tetap menghubunginya, tetapi hasilnya sama saja. Seketika itu rasanya jantung Patricia seakan terjatuh dari lantai paling atas ke lantai paling bawah. Kekecewaan dan keputusasaan mulai me
Yuna juga mengulurkan tangan menarik Felicia ke sampingnya. âOdelina benar, kamu jangan masuk. Lihat saja, waktu dia arahkan ujung pistol ke papa kamu, dia bisa menembak tanpa ragu sedikit pun. Dia sudah gila.â Cakra yang terkena tembak sudah sejak tadi jatuh pingsan akibat kesakitan yang luar biasa. Ivan dan adik-adiknya pun kaget melongo. Mereka sangat tidak mengira ibu mereka tega menembak suaminya sendiri. Namun melihat ibu mereka juga menodongkan pistol ke arah Felicia, mereka makin tidak berani mendekat, takut ibu mereka sudah tidak peduli lagi dan menembak mereka semua hingga tewas. Yang mereka lakukan hanyalah berjaga di sisi ayah mereka sembari menunggu ambulans datang untuk membawa ayah mereka ke rumah sakit. Dengan mata memerah dia mendongak ke tas melihat ibunya yang berdiri di susur tangga. Dia melepaskan diri dari tangan Yuna dan berlari ke depan keramaian, lalu bersujud. âMa, aku mohon, tolong jangan terus melakukan kesalahan lagi. Ma! Aku yang salah, terserah Mama mau
Patricia membawa sanderanya naik sampai ke lantai paling atas. Di sana dia sudah berada sangat jauh dengan keramaian yang ada di bawah. Dengan jarak sejauh itu, pistol dia tidak akan bisa mengenai siapa pun. Patricia hanya bisa mengancam yang lain untuk tidak mendekat. Barang siapa yang masuk, baru akan dia tembak. Dari lantai paling atas, setidaknya dia masih bisa mengenai orang yang masuk sampai ke pintu depan rumahnya. Dengan sandera yang sudah tak sadarkan diri, Patricia bisa menghubungi Dikta dan meminta dia untuk datang menolong. Jika Patricia tidak bisa membunuh Yuna dan yang lain, dia juga belum mau mati. Dia ingin melarikan diri untu hidup lebih lama. Dia memiliki helikopter kecil yang dia simpan di tempat lain. Kalau Dikta bisa datang menjemput dengan helikopter itu, Patricia bisa selamat. Para polisi di bawah sudah melapor ke atasan untuk mendatangkan pasukan penembak jitu. âMa, aku mohon. Lepasin sanderanya dan letakkan pistol Mama. jangan bikin masalah ini tambah keruh,
Kejadian itu sudah berlalu 40-an tahun lebih, tetapi Patricia masih belum juga diadili. âPatricia, malam ini kamu dan asistenmu itu nggak bisa lari lagi. Kamu tadi tanya gimana caranya aku bisa menggagalkan rencanamu? Bukannya sudah kukasih tahu, orang-orang yang menyelamatkan Pak Setya ini sudah berpengalaman,â kata Yuna dengan tenang. âApa kamu masih belum menyadari juga seberapa hebatnya mereka? Kamu pikir cuma kamu yang menyusun rencana untuk membunuh kami semua di sini, sementara kami nggak melakukan persiapan apa-apa? Kamu selalu mengawasi setiap gerak-gerik kami, tapi kami juga sama. Dan apa kamu berpikir kamu bisa mengawasi kami semua?â Siapa pun dari rombongan Yuna bisa saja dengan mudah menggagalkan atau bahkan membalas rencana Patricia. Patricia ingin membakar rumahnya sendiri beserta semua orang yang ada di dalamnya? Mereka tinggal mengganti bensin yang sudah Dikta siapkan dengan air. Rubah Pera, Danu, dan murid-murid mereka tidak ikut ke Cianter hanya untuk jalan-jalan.
âDan bensin yang sudah kita siapkan juga entah kapan sudah ditukar dengan air. Di saat-saat kepepet begini aku nggak bisa mendapatkan bensin dalam jumlah yang banyak.â Di detik itu juga, raut wajah Patricia langsung berubah menjadi begitu tidak enak dipandang. Ponsel yang menempel di telinganya pun perlahan dia turunkan. Di saat itu dia baru sadar yang kalah malam ini adalah dia. Dengan sorot mata yang mengerikan dia menatap Yuna dan yang lain, tak habis pikir bagaimana mereka bisa menggagalkan rencananya. Mereka tidak pernah menampakkan wajah mereka sebelum acara malam ini diadakan. Dan begitu mereka datang, mereka juga hanya berjalan-jalan di halaman sambil mengobrol atau berdebat ringan dengan Patricia. Patricia baru sadar, kalau orang yang sesungguhnya masuk ke dalam jebakan adalah dia sendiri, bukan lawannya. Yuna datang bersama banyak orang seakan memberikan ilusi bahwa ini adalah kesempatan yang baik bagi Patricia untuk membunuh semuanya dalam sekali jalan. Namun siapa yang ta
Maka itu, mereka pun tetap berdiam diri di tempat dan terus menyaksikan apa yang terjadi. Sebelumnya mereka memang sudah mendengar rumor yang mengatakan bahwa Patricia membunuh kakak dan adiknya untuk bisa menjadi kepala keluarga Gatara. Patricia menjadi kepala keluarga dengan cara kotor, tetapi itu cuma sebatas rumor saja tanpa ada bukti yang mendukung, makanya mereka hanya membicarakan hal itu diam-diam. Kemudian, Patricia menemukan putri sulung kakaknya ternyata masih hidup. Hubungan tante dan keponakan malah berubah menjadi musuh bebuyutan Yuna juga meminta keponakannya, Odelina, untuk datang jauh-jauh ke Cianter dan membangun perusahaan guna merebut kesempatan bisnis Gatara Group. Anggota keluarga Gatara lainnya mulai paham. Tidak ada asap jika tidak ada api. Bisa jadi kepala keluarga Gatara sebelumnya memang dibunuh oleh Patricia, makanya Yuna sangat membenci Patricia hingga mengutus Odelina untuk merebut posisi calon kepala keluarga dari Felicia. Akhirnya, setelah sekian lama
âTutup pintunya! Tutup pintu utama!â Patricia berseru kepada pelayan rumahnya untuk segera menutup pintu utama. Kemudian, dia menghubungi Dikta. Begitu Dikta mengangkat telepon, Patricia langsung berkata,â Dikta, lakukan sesuai rencana kita.â Patricia sudah tidak ingin hidup lagi. Dia ingin mati saja bersama dengan semua orang yang ada di dalam rumahnya. Orang yang dia undang ke acaranya malam ini bukan hanya mereka yang datang dari Mambera saja, tetapi juga ada anggota keluarga Gatara yang berpotensi mengganggu jalan Felicia. Dengan membakar mereka semua di sini, Patricia berhasil menyingkirkan siapa pun yang kelak akan menghalangi putrinya. âMa!â seru Felicia. âJangan gelap mata!â Mendengar itu, Patricia langsung berbalik dan menampar wajah Felicia sekeras mungkin. âPergi kamu! Dasar anak durhaka! Aku nggak mau lihat muka kamu, cepat pergi dari hadapanku!â Tidak hanya menampar, Patricia juga mendorong Felicia dan mengusirnya dari rumah. Namun dengan berlinang air mata, Felicia me
âDi mana hati nuranimu!â seru Deddy membentak. Seketika itu Patricia tiba-tiba meledak dan mengakui perbuatannya dengan mata memerah. âYa, aku memang nggak punya hati nurani! Aku yang membunuh kakak dan adikku. Terus kalian bisa apa? Kenapa aku harus merasa bersalah? Kakakku sangat menyayangiku, dia pasti mau aku jadi kepala keluarga meneruskan dia. Aku yakin dia pasti setuju dengan perbuatanku. Kalau dia nggak punya anak, dia pasti bakal mewarisi posisinya untuk aku. Lalu kenapa dia harus menikah dan punya anak perempuan? Apa supaya aku nggak bisa lagi meneruskan dia sebagai kepala keluarga? Atas dasar apa dia bisa menemukan cintanya? Apa cuma karena dia kepala keluarga? Kalau memang cuma dengan cara itu aku bisa mendapatkan kamu, aku juga mau jadi kepala keluarga. Kak Deddy, aku mau kekuasaan. Aku mau kamu. Aku mau kamu setia padaku sebagaimana kamu setia kepada kakakku!â Apakah orang lain berpikir Patricia tidak merasa sedih telah membunuh saudari kandungnya sendiri? Tak lama sete
Kemudian, Benedict berjabat tangan dengan Rubah Perak dan saudara-saudaranya. âAku sungguh nggak mengira suatu hari bisa bertemu kalian. Aku nggak akan bisa lupa seberapa parahnya dulu kalian menipuku. Kalian sudah dikremasi dan jadi abu pun aku tetap bisa mengenali kalian.â âMenipu apanya? Kamu yang meminta bantuan tapi nggak mau bayar,â balas Rubah Pera tertawa. âBenedict, kamu kan orang baik, tapi ternyata kamu bisa juga berbuat curang, ya?â âHahaha, ini bukan soal uang. Dulu aku sering kali dijebak sama kalian sampai aku kesulitan.âSetelah mereka puas melepas kangen dan bernostalgia tentang momen-momen indah di masa lalu, Benedict berkata, âAku bisa menjamin kalau keempat orang tua ini, eh, maksudku empat saudaraku ini adalah Lima Kaisar. Tapi mereka sudah lama mengundurkan diri dan Lima Kaisar yang sekarang adalah murid-murid mereka. Aku sungguh nggak menyangka masih diberi kesempatan untuk ketemu lagi dengan kalian.â Benedict kemudian mengalihkan matanya ke arah Stefan dan y