Warren tidak merasa canggung dan menarik kembali tangannya yang terulur. Dia duduk kembali dengan ekspresi tenang, tapi terus menatap Felicia.Fani tersenyum dan berkata, “Kak Felicia, Papa membantumu untuk memilih Pak Warren ini. Kakak harus mencoba untuk menjadi akrab dengan Pak Warren. Meskipun keluarga Gunaidi bukan keluarga kaya, tapi ekonomi mereka juga lumayan. Asetnya setidaknya ada miliaran.“Tapi, orang tua Pak Darren ini nggak keberatan kalau putra mereka ikut dengan keluarga istri. Kakak kan tahu sendiri, susah mencari pria yang mau ikut dengan keluarga istri. Jarang-jarang ada yang mau. Begitu menemukannya, Papa langsung memikirkan Kakak. Kakak lihat, deh. Betapa baiknya Papa dengan Kakak.” Fani mengatakannya dengan nada senang di atas penderitaan orang.Orang tua dan keluarganya mendukung usahanya untuk mendapatkan Riko Arahan. Meskipun dia tidak pernah berhasil mendekati pria itu, sikap keluarganya menunjukkan bahwa mereka ingin dia menjadi menantu keluarga kaya. Pria y
Senyum Cakra tak bisa lebih kaku lagi. Warren adalah dirinya yang dulu. Seandainya dia mempunyai kemampuan, dia tidak akan menjadi menantu keluarga Gatara, ikut keluarga istri dan dijadikan orang suruhan oleh keluarga Gatara.Untungnya, Patricia cukup baik terhadap keluarganya. Setidaknya, karena pengorbanannya, orang tua dan saudara-saudaranya bisa mendapatkan sedikit manfaat. Hanya saja, dia tidak punya banyak kebebasan, apalagi soal uang.Untuk mencegah dirinya mencari wanita lain di di luar, istrinya memberinya uang saku tidak lebih dari satu juta setiap harinya. Kalaupun dia mau selingkuh, dia tidak berani.Selama bertahun-tahun, ada banyak wanita cantik yang mendekatinya. Namun, dia tidak berani menerima mereka. Dia bahkan tidak berani mengucapkan sepatah kata pun kepada wanita-wanita cantik itu. Dia tahu betul betapa kejamnya istrinya. Jika dia membuat istrinya tersinggung, bukan hanya dirinya yang akan sial, tetapi keluarganya juga akan terkena dampaknya.Apalagi, setelah melah
Riko bahkan tidak mau melihatnya, tapi pria itu sangat baik pada Felicia si orang kampung ini.“Ma, aku akan pergi menemani Felicia besok,” ujar Fani begitu mendengar Felicia ingin mentraktir Riko makan malam, meminta izin pada ibunya.Patricia berkata dengan tenang, “Fani, kamu jangan pergi, deh. Kamu harus menyadari bagaimana sikap Pak Riko terhadapmu. Mama nggak peduli bagaimana kamu mengejar pria itu. Mama hanya peduli pada hasilnya. Sementara Felicia, dia mau mentraktir Pak Riko makan malam. Ini bagus untuk hubungan bisnis antara kedua perusahaan kita dan semuanya nggak boleh kamu kacaukan.”“Fel, kalau kamu mau mentraktir Pak Riko makan, Mama nggak keberatan. Mama senang kamu bisa mendapatkan proyek itu malam ini. Mama akan memberimu mobil baru besok. Kamu pergi ke dealer mobil dan pilih mobil baru sendiri. Budgetnya 10 miliar.”Mendengar hal itu, Fani berkata dengan iri, “Ma, mobilku nggak semahal itu.”Felicia menjawabnya, “Kamu adalah putri angkat Mama, sementara aku adalah pu
Istrinya telah memberikan banyak manfaat kepada keluarganya. Namun, wibawa dan kesuksesan istrinya membuat keluarganya tidak menonjolkan diri di luar sana. Mereka bahkan lebih merendahkan diri di depan istrinya, bersikap lebih seperti seorang pelayan. Semua itu membuat Cakra tidak senang. Dia hanya bisa menaruh semua harapannya pada putrinya.“Fani, Papa nggak bisa mengubah apa yang Mama sudah putuskan. Kamu pergi saja menemui Mama dan katakan padanya. Papa benar-benar nggak bisa berbuat apa-apa. Kamu nggak dengar kata Felicia? Papa ini yang dinikahi mamamu. Pria yang ikut dengan keluarga istri nggak punya kedudukan dalam keluarga.”“Pa.”Cakra berkata dengan tak berdaya, “Fani, Papa benar-benar nggak bisa berbuat apa-apa. Kamu juga tahu status Papa dalam keluarga.”Fani cemberut. Dia tahu ayahnya mengatakan yang sebenarnya. Di keluarga Gatara, ayah angkatnya tidak punya hak untuk bersuara.Di ruang kerja di lantai dua. Patricia duduk di depan meja kerja. Ketika Felicia masuk, dia berk
Jika Riko Arahan bisa menjadi menantunya, dia bisa tersenyum dalam mimpinya.“Ma, Pak Riko dan aku hanya berteman. Pak Riko pernah memberitahuku langsung, memintaku jangan menyukainya. Dia nggak bisa menerima perasaanku. Kalau aku menyukainya seperti Fani, akulah yang akan terluka di akhir.”“Menjadi teman bisa bertahan lebih lama.” Felicia pernah menyukai Riko Arahan. Itu adalah apresiasi natural yang dia rasakan saat bertemu dengan orang-orang hebat. Setelah pria itu mengatakan isi hatinya padanya, dia murni hanya mengagumi pria itu saja sekarang.Patricia terdiam beberapa saat, akhirnya bergumam setuju dan berkata, “Riko Arahan nggak cocok untuk keluarga kita. Kalau untuk berteman, bagus sekali.”Bisa berteman dengan Riko juga akan berdampak baik bagi Felicia ke depannya.“Kalau begitu, apa ada orang yang kamu sukai? Sebelum kamu bergabung kembali dengan keluarga ini, apa ada yang kamu sukai?”Patriia juga peduli dengan pernikahan dan pilihan pasangan hidup putrinya. Dia berkata, “
Ekspresi di wajah Patricia melembut.Dia berkata, “Jangan pedulikan apa yang orang lain katakan. Mereka nggak ingin kamu mengambil alih posisi Mama, apalagi Fani.”“Bisnis keluarga kita telah diwariskan turun-temurun selama ratusan tahun. Kita pernah miskin, pernah kaya. Hal apa lagi yang belum pernah keluarga kita alami?”“Garis keturunan laki-laki telah kita buat nggak bisa berbuat apa-apa selama itu, jadi tentu saja mereka nggak senang dan nggak terima. Jadi, mereka ingin merebut kekuasaan kapan pun ada kesempatannya. Mungkin mereka yang menyebarkan rumor itu.”Patricia tidak mungkin memberi tahu putrinya bahwa saudara perempuannya memang dibunuh olehnya. Setiap orang yang mengetahui hal ini sudah mati, dan dia juga sudah melenyapkan semua buktinya. Kalau dipikir-pikir, seharusnya tidak ada yang tersisa, ‘kan?Puluhan tahun telah berlalu sejak kejadian tersebut, dan dia tidak akan mengakuinya sampai ada bukti yang bisa membuktikannya. Kedua keponakannya itu masih terlalu kecil saat
Patricia menghela napas dan berkata. “Dia nggak seperti kita, tetapi kita telah melakukan tes DNA beberapa kali, dan hasilnya menunjukkan pada kita bahwa Felicia memang putri kita.”“Wajahnya cukup mirip dengan kita, kok. Hanya tingkah lakunya yang berbeda, lemah lembut. Ada darah keluarga Gatara di tubuhnya, tapi kenapa dia lemah lembut seperti itu? Aku semakin lama semakin tua. Entah kapan dia bisa mengambil alih bisnis keluarga, supaya aku bisa pensiun, menikmati hidup dan bermain dengan cucu.”“Menantu-menantu perempuan kita juga entah kapan bisa memberi kita cucu perempuan. Aku berharap cucu pertama kita perempuan. Aku bisa tenang setelah punya cucu perempuan. Kalau Felicia nggak bisa mengambil alih, selagi aku bisa hidup sepuluh atau 20 tahun lagi, aku masih bisa melatih cucu untuk menjadi penerus.”Mendengar perkataan istrinya, Cakra berpikir dalam hati. Lebih baik anak perempuan yang menjadi penerus, daripada cucu. Namun, putrinya itu tidak tumbuh besar bersamanya dulu. Mereka
Felicia tidak tahu apa yang dibicarakan orang tuanya. Dia kembali ke kamarnya dan mengirimkan pesan kepada Pak Vandi melalui ponselnya, memberi tahu pria itu bahwa ibunya mengetahui kunjungannya ke Mambera.Pak Vandi membalasnya dengan cepat, “Non Felicia, maaf, aku nggak melakukan pekerjaanku dengan baik.”Felicia menjawabnya, “Asisten mamaku yang turun tangan menyelidikinya, jadi wajar saja kalau dia tahu. Pak Vandi nggak perlu menyalahkan diri sendiri. Semuanya hanya struk-struk belanja atau kuitansi kecil yang bisa membuktikan bahwa aku ada belanja atau beli barang di Mambera. Hasil yang seperti ini sudah sangat bagus.”Pak Vandi masih menyalahkan dirinya sendiri. Dia berkata kepada Felicia, “Non, aku nggak melakukan pekerjaanku dengan baik. Non Felicia bisa memotong gaji dan bonusku bulan ini.”Felicia tahu sifat Pak Vandi. Dia menjawab, “Bulan ini semua bonus Pak Vandi dipotong, tapi gajinya nggak dipotong. Pak Vandi tetap harus hidup. Nggak mungkin aku yang membiayai Pak Vandi,
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu